PHE TEJ Beri Edukasi Migas Dalam Pelatihan AI di Tuban

Reporter : Dahrul Mustaqim 

blokTuban.com - Saat ini, kondisi sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia sedang menghadapi tantangan besar. Produksi dan konsumsi migas sangat tidak seimbang, kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) jauh melampaui produksi yang ada.  

"Karena itu, dukungan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat, sangat diperlukan agar sektor hulu migas terus beroperasi dan menghasilkan migas untuk memenuhi kebutuhan," kata M. Ulin Najah, Field Relation Pertamina Hulu Energi Tuban East Java (PHE TEJ).  

Pernyataan itu disampaikan Ulin dalam kegiatan edukasi tentang sektor hulu migas kepada siswa SMA, MA, dan SMK di Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban. 

Acara ini bertajuk "Pelatihan Pemanfaatan AI untuk Pelajar" yang diadakan oleh Ronggolawe Press Solidarity (RPS) Tuban dengan dukungan Pertamina Hulu Energi TEJ, Pertamina EP Sukowati Field, dan Pertamina EP Cepu, bertempat di SMK Plus Al Hadi, Rengel Tuban, Rabu (18/12/2024).  

Menurut Ulin, ketergantungan manusia terhadap migas masih sangat tinggi, di mana 70-80 persen energi yang digunakan manusia berasal dari fosil.  

"Oleh karena itu, pemahaman tentang sektor hulu migas sangatlah penting," ujarnya.  

Sektor migas sendiri terbagi menjadi dua bagian: hulu dan hilir. Pertamina Hulu Energi TEJ dan perusahaan yang mendukung acara ini merupakan bagian dari sektor hulu. 

Sektor ini bertugas memastikan minyak mentah dihasilkan melalui eksplorasi dan produksi untuk kemudian diolah menjadi produk seperti bensin, avtur, dan solar.  

Ulin menekankan bahwa kebutuhan harian BBM di Indonesia mencapai 1,5 juta barel (setara 153 liter per barel), namun produksi dalam negeri baru mencapai sekitar 600 ribu barel. Sisanya harus dipenuhi melalui impor.  

"Inilah sebabnya sektor hulu migas di Indonesia masih jauh dari kondisi ideal. Kita belum mencapai swasembada energi," jelasnya.  

Untuk mengatasi kekurangan produksi, eksplorasi sumber migas baru terus dilakukan, termasuk dengan kegiatan seismik, peta topografi, potret udara, dan pengujian sampel batuan. 

Semua ini melibatkan berbagai disiplin ilmu. Namun, proses pengeboran sering kali menghadapi penolakan masyarakat akibat kurangnya pemahaman tentang pentingnya sektor hulu migas.  

"Kalau tidak ada produksi migas, tidak akan ada BBM, dan kendaraan kita tidak akan bisa berjalan," tegasnya.  

Selain itu, sektor hulu migas memberikan kontribusi besar bagi negara, seperti menyumbang 30 persen dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), membuka lapangan kerja, serta meningkatkan pendapatan daerah melalui Dana Bagi Hasil (DBH) migas. Teknologi dan sumber daya manusia (SDM) juga berkembang pesat berkat industri ini.  

Meski memiliki dampak lingkungan, pemerintah telah menetapkan aturan ketat untuk mengontrolnya, seperti pengelolaan limbah B3, batas kebisingan, dan standar mutu lingkungan.  

"Potensi risiko memang besar, tapi semuanya diawasi dengan sangat ketat," tambahnya.  

Selain itu, tantangan impor juga dipengaruhi oleh lokasi geografis Indonesia yang berupa kepulauan, sehingga sulit dan mahal untuk memindahkan hasil produksi dari daerah terpencil seperti Papua ke kilang di pulau lain. Solusinya sering kali adalah menjual produk ke negara tetangga.  

Untuk mengurangi impor, pembangunan kilang baru, termasuk kilang besar di Tuban, menjadi prioritas. Kilang ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi BBM dalam negeri.  

"Yang terpenting, kita harus bijak menggunakan energi dan tidak boros," pungkasnya. [Rul/Ali]