Meraup Cuan dari Usaha Tusuk Sate Jelang Idul Adha di Tuban

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Momentum Idul Adha 1443 H/2022 ternyata membawa berkah bagi pengusaha tusuk sate di Kabupaten Tuban. Permintaan di Kampung "Tusuk Sate" Rt 3 RW 7 Kelurahan Perbon, Kecamatan/ Kabupaten Tuban meningkat 50 persen dari hari biasanya. 

Pada hari biasa di luar momentum hari keagamaan, para pembuat tusuk sate rata-rata mampu membuat 50 ikat tusuk sate dengan cara manual. Cara tersebut tidak secepat mesin, karena prosesnya lebih lama dan butuh ketelatenan. 

Terkait : tusuk sate Tuban, Usaha Keluarga Sejak 1987

Untuk menghasilkan seikat tusuk sate, bambu harus dipotong kecil menggunakan gergaji. Setelah itu dipotong lagi menjadi beberapa bagian menggunakan parang/bendo. 

Proses selanjutnya yaitu bambu dihaluskan dan diruncingkan. Sebelum diambil agen, bakal tusuk sate masih harus dijemur selama sehari penuh untuk menghindari jamuran atau dalam istilah lokal Tuban "Mbawuk". 

Di Kampung Tusuk Sate kurang lebih ada 30 keluarga yang memproduksi tusuk yang terbuat dari bambu. Meski 80 persen warga berprofesi sebagai pembuat tusuk sate, namun gang lingkungan setempat lebih familiar disebut gang krupuk karena memang ada pabrik krupuk. 

Terkait : Bakal tusuk sate di Tuban Dijemur Sehari

Sri Rejeki (39) adalah salah satu pembuat tusuk sate yang masih eksis hingga sekarang. Ia bersama ibunya Sumarni (60) di hari raya kurban ini telah menerima pesanan 100 ikat dari toko terdekat. 

"Satu ikat tusuk sate kita jual Rp1000. Biasanya para agen yang datang ke rumah, sehingga kami fokus memproduksinya," ujar Sri Rejeki saat ditemui blokTuban.com di rumahnya, Kamis (7/7/2022). 

Perempuan ramah itu, telah mulai belajar membuat tusuk sate saat usianya belasan tahun dari ibunya. Keahlian tersebut merupakan warisan keluarga dan mampu menjadi penghasilan harian keluarganya. 

"Sejak kecil lihat ibu buat tusuk sate. Jadi, awalnya bantu-bantu dan sekarang sudah mahir," katanya. 

Sedangkan Sumarni di usia senjanya juga nampak eksis menghaluskan bakal tusuk sate. Meskipun tenaganya tak secepat anaknya, namun ia sangat telaten dan tusuk sate buatannya sangat halus. 

Terkait : Kampung tusuk sate di Tuban

"Dulu mulai belajar tusuk sate juga dari orang tua. Saat itu umur 25 tahun," sambungnya sambil terkekeh. 

Untuk memproduksi tusuk sate, dalam sepekan keluarga Sumarni membutuhkan 20 batang bambu yang dibelinya dari Kecamatan Semanding dan Merakurak. Untuk pemasarannya menyasar Kecamatan Palang, Tuban Kota, Jenu, dan Merakurak. 

Satu batang bambu, Sumarni membelinya Rp25.000. Harga dapat menjadi Rp35.000/batang saat kondisi bambu sulit didapatkan. 

"Di Kampung Tusuk Sate dari 30 keluarga, baru satu orang yang menggunakan mesin," tutupnya. [Ali]

Temukan konten Berita Tuban menarik lainnya di GOOGLE NEWS