Oleh: Suhendra Mulia, M.Si.
blokTuban.com - Perjalanan demokrasi bangsa Indonesia tidak lepas dari sejarah perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia itu sendiri.
Semua mengetahui bahwa Indonesia lahir dan merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Demokrasi tidak lepas diawali dari kemerdekaan Indonesia, dimana banyak tokoh-tokoh bangsa ini yang berkeinginan Indonesia menjadi bangsa yang merdeka dan demokrasi.
Prinsip demokrasi menurut Aristoteles (gramedia.com. 2022) adalah kebebasan, karena hanya melalui kebebasanlah setiap warga negara bisa saling berbagi kekuasaan di dalam negaranya.
Sedangkan John L Esposito, berpendapat pada sistem demokrasi semua orang berhak berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Selain itu, tentu saja dalam lembaga resmi pemerintah terdapat pemisahan yang jelas antara unsur eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Setelah Indonesia merdeka, Soekarno dan Mohammad Hatta telah mendeklarasikan Indonesia Merdeka sebagai sebuah negara yang demokratis karena pada kalimat terakhirnya dikatakan dalam Teks Proklamasi 17 Agustus 1945.
Adalah “atas nama bangsa Indonesia”, bila dikaitkan dengan definisi bangsa, maka yang dimaksud adalah seluruh rakyat Indonesia. Jadi kemerdekaan Indonesia adalah kemerdekaan yang diperuntukkan bagi rakyat Indonesia sendiri.
Banyak pandangan-pandangan demokrasi (id.wikipedia.org. 2022) dari tokoh bangsa ini, sejak era kemerdekaan ada pandangan dari Soekarno antara lain demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang lahir dari kehendak memperjuangkan kemerdekaan.
Itu artinya adalah demokrasi Indonesia menurut Soekarno meletakan embrionya pada perlawanan terhadap imperialisme dan kolonialisme.
Menurut Soekarno, demokrasi adalah suatu "pemerintahan rakyat". Lebih lanjut lagi, bagi Soekarno, demokrasi adalah suatu cara dalam membentuk pemerintahan yang memberikan hak kepada rakyat untuk ikut serta dalam proses pemerintahan.
Kemudian Soekarno mengkonsepsikan sendiri demokrasi yang menurutnya cocok untuk Indonesia lebih jelasnya, konsepsi Soekarno mengenai demokrasi tertuang dalam konsep pemikirannya, yaitu marhaenisme.
Marhaenisme yang merupakan buah pikir Soekarno ketika masih belajar sebagai mahasiswa di Bandung. Marhaenisme pada hakekatnya sering menjadi pisau analisis sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia.
Marhaenisme itu terdiri dari tiga pokok atau yang disebut sebagai “Trisila”, yaitu: 1. Sosio-nasionalisme, yang berarti nasionalisme Indonesia yang diinginkan oleh Soekarno adalah nasionalisme yang memiliki watak sosial dengan menempatkan nilai-nilai kemanusiaan di dalam nasionalisme itu sendiri, jadi bukan nasionalisme yang chauvinis.
2. Sosio-demokrasi, yang artinya bahwa demokrasi yang dikehendaki Soekarno adalah bukan semata-mata demokrasi politik saja, tetapi juga demokrasi ekonomi, dan demokrasi yang berangkat dari nilai-nilai kearifan lokal budaya Indonesia, yaitu musyawarah mufakat.
3. Ketuhanan Yang Maha Esa, yang artinya bahwa Soekarno menginginkan setiap rakyat Indonesia adalah manusia yang mengakui keberadaan Tuhan (theis), apapun agamanya.
Arah, Sistem dan Fungsi di Dalam Demokrasi
Di awal tahun 2020 hingga saat ini bangsa Indonesia masih terdampak pandemi covid 19, dan tidak dipungkiri bahwa Pandemi berpengaruh pada politik Indonesia dalam praktik demokrasi.
Pandangan terkait demokrasi dilontarkan oleh Peneliti Senior Pusat Riset Politik BRIN Siti Zuhro, “Demokrasi sepanjang 2020 berjalan lesu seiring dengan demokrasi di tingkat nasional yang menurun kualitasnya.
Dan Kualitas demokrasi dipertanyakan dampaknya pada tata kelola pemerintahan daerah, karena korupsi menjadi momok bagi pemerintahan daerah. Tercatat di kantor Kementerian Dalam Negeri ada sekitar 426 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi”.
Siti Zuhro juga menyebutkan bahwa indeks demokrasi sejak akhir 2019 kurang menggembirakan dan semakin menurun, serta nuansa stagnasi demokrasi akan terus muncul. Demokrasi langsung, ternyata tidak mampu menunjukkan tata kelola pemerintahan yang baik bagi daerah.
“Korupsi makin marak, terjadi inkonsistensi aturan, resentralisasi, penguatan peran gubernur, dimana semua ini yang tadinya stagnasi, menjadi sulit untuk naik kelas”. Hal ini masih bisa diperbaiki dengan penguatan masyarakat sipil dan perbaikan birokrasi secara konsisten dan sungguh-sungguh.
Peneliti senior lainnya dari Pusat Riset Politik BRIN, Lili Romli berpendapat, lahirnya Reformasi membuat perubahan signifikan pada sistem politik Indonesia, yaitu transisi dari sistem otoritarian ke sistem demokrasi.
“Perubahan ke sistem demokrasi membawa efek pada adanya amandemen konstitusi, kebebasan mendirikan partai politik, organisasi, media massa, kebebasan berpendapat, penghapusan dwifungsi ABRI dan pemisahan TNI-POLRI, pembentukan KPK, MK, KPU dan lain-lain”.
Dari semua perubahan tersebut, yang tak kalah penting adalah berlangsungnya pemilihan umum demokratis. Pemilu Legislatif dimulai sejak 1999 dan pemilihan presiden secara langsung dimulai 2004, selanjutnya menjadi Pemilu Serentak pada tahun 2019.
Begitu juga di tingkat lokal dengan adanya pemilihan kepala daerah secara langsung pada 2005, yang lalu menjadi Pilkada Serentak sejak 2015. Pilkada Serentak tahun 2020 bahkan digelar dalam suasana pandemi COVID-19. “Perubahan-perubahan tersebut membuat Indonesia disebut sebagai negara demokratis”.
Meskipun demikian, Lili Romli, mengutip The Economist Intelligence Unit Limited (2020) indeks demokrasi Indonesia menurun sejak tahun 2015 dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya seperti Timor Leste, Malaysia, dan Filipina.
“Menurut Indeks Demokrasi Indonesia, demokrasi Indonesia masuk dalam kategori sedang, belum masuk kategori baik”.
Firman Noor, Peneliti Pusat Riset Politik-BRIN berpendapat eksistensi partai-partai yang solid adalah salah satu prasyarat bagi kuatnya demokrasi. Demokrasi akan kuat manakala ditopang oleh partai yang mampu menjalankan semua fungsi-fungsinya secara baik.
Fungsi-fungsi partai politik manakala dijalankan dapat membantu menguatkan demokrasi mulai dari pendidikan politik, resolusi konflik, sosialisasi politik, rekrutmen politik dan sebagainya.
Menurunnya tingkat demokrasi kita tidak lepas dari tata kelola pemerintahan Indonesia. “Pada hakikatnya demokrasi merupakan suatu usaha untuk keterlibatan masyarakat atau warga negara di dalam proses pengambilan kebijakan pemerintah atau dengan mengikutsertakan semua elemen masyarakat”.
Sebagai bentuk negara demokrasi tata kelola mekanisme pengambilan keputusan kebijakan perlu diatur agar semua elemen yang ada, fungsi-fungsi nya dapat berjalan dengan baik.
Tentang demokrasi, juga seharusnya melibatkan media. Dimana peran media diantaranya sebagai Informasi, Hiburan, Edukasi dan Kontrol Sosial.
Sebagai negara demokrasi media seharusnya dapat lebih memberikan perannya di dalam proses demokrasi itu sendiri.
Kenyataannya, media lebih menitikberatkan pada urusan Informasi dan Hiburan (dengan alasan komersial). Untuk urusan Edukasi kurang mendapat perhatian. Sementara praktek Kontrol Sosial seperti disalahgunakan untuk kepentingan politik dan menjadi “alat politik”.
“Media massa dan kehumasan pemerintah atau swasta harus mendapatkan Public Trust dalam Kehidupan Demokrasi. Seharusnya demokrasi dapat memberikan ruang kebebasan politik dan public approval (persetujuan publik), dimana di dalamnya ada unsur kejujuran dan kompetensi”.
Semoga dengan hidupnya gairah masyarakat untuk mengoreksi/mengkritisi dan memberikan masukan atau solusi bagi permasalahan bangsa yang sedang dihadapinya.
Dimana solusi tersebut bisa menjadi masukan yang berharga untuk pengambilan kebijakan oleh pemerintah, serta akan menghidupkan mekanisme tata kelola pemerintahan secara baik.(*)