Kisah Mbah Buyut Santri, Penyebar Islam di Tuban yang Melawan Pagebluk 'Sogok Petek Silit Mancur'

Reporter: Muhammad Nurkholis

blokTuban.com – Mbah Buyut Santri atau biasa disebut juga dengan nama Syekh Sulaiman merupakan salah satu tokoh yang memiliki pengaruh besar di desa Kesamben Timur. Desa ini terletak di Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban. 

Mbah Buyut Santri merupakan tokoh penyebar agama Islam di desa tersebut. Ia adalah seorang ulama pada masa kerajaan Mataram dan berasal dari Desa Muntilan, Jawa Tengah dan menyebarkan agama Islam.

Baca berita menarik lainnya DI SINI 

Dengan berjalannya waktu dakwah Mbah Buyut Santri pun dapat diterima dan hasilnya banyak masyarakat Kesamben yang mengikuti ajaran agama Islam. Kemudian desa makin sejahtera dan tentram. Akan tetapi pada suatu saat terdapat sebuah wabah atau dalam bahasa jawa di sebut dengan nama pagebluk.

“dulu desa mengalami wabah yaitu Sogok Petek Silit Mancur (yang sekarang dalam istilah kesehatan dinamakan muntaber) jika orang terkena wabah tersebut badan terasa panas dan pada malam harinya meningal dunia,” Ucap kepala Dusun Kesamben Timur, Agus kepada blokTuban.com, Senin (20/06/2022).

Baca juga: Nguri-Uri Sejarah Tuban, Warga Prunggahan Wetan Gelar Festival Peringatan Hari Jadi Warunggahan Ke-717

Wabah tersebut semakin meluas dan menyebar dengan cepat maka sebagai seorang yang menjadi panutan Mbah Buyut Santri mengutus seorang pande besi bernama Cokriyo untuk pergi ke Blitar guna mencari tumbal untuk mengatasi wabah tersebut.

Sepulang dari Blitar Cokriyo membawa dua tumbal/ pusaka, pusaka tersebut bernama Treppan dan Watusoko. Treppan berasal dari dua kosa kata yaitu Trep yang berarti mancep dalam istilah Indonesia tertanam, dan yang kedua berasal dari kata Pan yang berarti mapan, yang bertujuan siapapun yang menghuni wilayah Desa Kesamben akan hidup mapan sejahtera lahir maupun batin. 

Baca juga: Saat Malam Suhu di Tuban Lebih Dingin hingga 22 Derajat Celcius? Ini Kata BMKG

Sedangkan Watusoko juga berasal dari dua kosa kata watu dan soko. Watu berarti batu dan soko berarti cagak/ tiang dengan tujuan agar banjir lahar tidak dapat masuk lagi ke Desa kesamben. Kedua pusaka Treppan dan Watusoko ditanamlah di dua tempat yang berbeda satu di tengah-tengah desa (Treppan) dan satu di pinggir desa (Watusoko) dan wabah pun hilang.

Situs Watusoko peninggalan Mbah Buyut Santri di Tuban. (Nur/blokTuban.com)

Sampai saat ini peninggalan mbah buyut santri yang masih bisa dilihat di Desa Kesamben adalah Watusoko dan kondisinya masih sama dari dulu sampai sekarang dan masyarakat sekitar pun tetap menjaga peninggalan tersebut hingga sekarang. Sedangkan Treppan menurut Agus dipendam di dalam tanah dan tidak dapat dilihat oleh orang tetapi lokasi di pendamnya treppan masih ada dan di jaga oleh masyarakat.

Makam Mbah Buyut Santri biasanya ramai didatangi peziarah dari luar desa. Menurut Puput (40) warga yang rumahnya dekat makam mengatakan kalau malam jumat banyak peziarah

“malam jumat ramai mas biasanya ada kalau 10-15 orang yang datang ke makam,” ujarnya.

Baca juga: Warganet Desak CFN Tuban Dialihkan ke Alun-alun, Begini Respon Bupati Lindra

Serta salah satu karomah yang masih dirasakan masyarakat sekitar yaitu jika mereka punya nadzar akan mudah dikabulkan. Mereka biasanya nadzar akan memanggang ayam atau menyembelih kambing jika hajadnya terkabul.

Dan haul mbah buyut santri akan akan dilakukan pada bulan Selo pada hari Senin Pahing dengan adanya pertunjukan wayang kulit serta tahlilan. Tahun ini terdapat 10 kambing yang disembelih.[Nur/Dwi]