Seperti Fenomena Gunung Es, Korban Kekerasan di Tuban Banyak yang Tidak Berani Lapor

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com- Perempuan dan anak adalah kelompok yang rentan mengalami kekerasan. Kasus-kasus kekerasan, baik itu kekerasan seksual, fisik, maupun psikis banyak terjadi di Indonesia, bahkan dikatakan sebagai fenomena gunung es karena banyak yang tidak terlaporkan. Hasilnya kasus yang terjadi dengan kasus yang dilaporkan tidak sesuai dengan data yang sebenarnya.

Husnul Hotimah, selaku tenaga ahli konselor Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kabupaten Tuban, mengungkapkan bahwa, memang sejauh ini yang berani melaporkan atau mengadukan kasus-kasus kekerasan yang telah dialaminya hanya sebagian orang yang memiliki pengetahuan akan hal tersebut.

“Malah orang-orang rentan itu banyak yang takut untuk melapor. Saya pernah dapet klien, anak korban kekerasan seksual, waktu pendekatan pertama kali dia trauma nggak berani bilang. Jadi biasanya saat assessment awal, konselor harus membangun kepercayaan dengan klien, ketika sudah terbangun maka biasanya mereka baru mau bercerita,” ungkapnya kepada reporter blokTuban.com, Sabtu (19/2/2022). 

Ia melanjutkan, biasanya ketakutan korban-korban kekerasan untuk melaporkan kejadian karena takut akan prespektif masyarakat. “Kita nggak boleh langsung menyalahkan korban apalagi menghakimi sendiri. Itu yang kadang bikin orang takut untuk melapor,” jelasnya.

Selain itu, perempuan 25 tahun tersebut juga menambahkan bahwa, korban-korban kekerasan atau pelecahan seksual masih banyak yang beranggapan bahwa ketika speak up (melapor) mereka akan menerima pelecahan yang kedua kalinya.

“Biasanya mereka milih memendam dan nggak mau diceritain karena mikirnya kalau speak up dan bilang menjadi korban dia takut dilecehkan lagi sama orang-orang, dibuli, dapat penolakan dari sosialnya. Pasti mereka mikir begitu,” ujarnya.

Tenaga ahli konselor P3A tersebut melanjutkan, menurutnya memang diperlukan teman-teman yang positif di sekitarnya, yang bisa memotivasinya untuk bangkit lagi karena hal tersebut juga penting sebagai bentuk supporting korban.

Jika berbicara tentang pelecehan seksual, mungkin masih banyak masyarakat yang terkadang tidak menyadari ketika dirinya menjadi korban pelecehan, terlebih untuk usia-usia remaja ataupun anak sekolah. Husnul mengungkapkan bahwa biasanya dari Dinsos P3A sendiri kerap melakukan sosialisasi ke desa-desa, namun karena pandemi covid-19 jadi belum bisa menjangkau ke semuanya.

“Sekolah-sekolah juga mitra dengan kita untuk minta diberikan edukasi, misalnya tentang sex education ataupun anti perendungan, bullying. Hal tersebut kan akhirnya bisa menjadi benteng bagi anak-anak biar mereka lebih aware,” tandasnya. [Din/Ali]