Dua Warga Tuban Meninggal karena Demam Berdarah, Begini Pesan Dinkes

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com- Musim penghujan menjadi salah satu risiko terjadinya peningkatan kejadian demam berdarah dengue (DBD), sebab populasi nyamuk aedes aegypti akan meningkat di musim tersebut. Kelangsungan hidup nyamuk aedes aegypti juga bisa bertahan lebih lama di cuaca yang memiliki kelembapan tinggi, seperti musim penghujan.

Di Kabupaten Tuban, angka kejadian DBD yang terjadi pada bulan Januari sebanyak 84 kasus, dengan kasus meninggal sebanyak dua orang. Sedangkan angka kejadian DBD di Bulan Februari sampai dengan hari Senin (14/2/2022) terdapat 17 kasus DBD. Peningkatan kasus DBD sendiri tidak hanya terjadi di Kabupaten Tuban, melainkan merata se-Jawa Timur. Hal tersebut diungkapkan oleh Kasi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban, Heru Widodo.

“Ada peningkatan yang signifikan berkaitan dengan angka kejadian DBD. Memang di musim tertentu, seperti musim hujan kita harus waspada dengan peningkatan kasus DBD. Peningkatan sendiri terjadi sejak pertengahan Desember dan rata sejatim,” jelasnya kepada reporter blokTuban.com, Senin (14/2/2022).

Heru juga menegaskan, bahwa fogging bukan solusi untuk memberantas kasus DBD, sehingga masyarakat diharapkan untuk mengubah mindset tersebut. “Fogging bukan solusi. Mungkin bisa menjadi jalan paling akhir, tetapi bukan solusi pertama untuk memberantas DBD,” tegasnya.

Nyamuk aedes aegypti bisa berkembangbiak di air yang bersih, sehingga sangat penting bagi masyarakat untuk melakukan upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan juga pencegahan melalui 3M. “Mau di fogging seberapa kalipun, apabila kebiasaan sehari-hari terkait dengan PSN dan jumantik (pemeriksaan jentik) serta 3M tidak pernah dilakukan maka akan sama saja,” jelasnya.

Kasi P2PM Dinkes Tuban tersebut juga menjelaskan, akan ada kemungkinan mutasi genetik pada nyamuk aedes aegypti jika terlalu sering dilakukan fogging. “Malathion yang terkandung dalam fogging itu kan racun, selain itu ia hanya bisa membunuh yang saat itu hidup (nyamuk dewasa) sedangkan telurnya masih ada. Nah ketika telur-telur itu tersemprot maka bisa menjadikannya lebih kebal dan lebih bahaya,” ungkapnya.

Ia melanjutkan bahwasanya tak hanya beracun bagi nyamuk saja, malathion juga zat beracun bagi manusia dan mahluk hidup lain, sehingga fogging bukanlah cara pencegahan DBD yang utama. “Sebaiknya masyarakat menggalakkan lagi PSN, jumantik, dan 3M. Itu sangat penting, jangan lagi mindset banyak nyamuk kemudian fogging,” terangnya.

Untuk fogging sendiri akan dilakukan apabila di suatu wilayah memang sudah terdapat satu kejadian DBD yang dibuktikan hasil laboratorium. “SOP yang berkaitan dengan fogging apabila dalam radius 200 M ada satu kejadian DBD dengan hasil lab baru bisa kita fogging, jika belum ada hasil lab tersebut nggih mohon maaf,” tutupnya. [Din/Ali]