Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Masih ingat betapa kaya ranya warga kampung miliarder Kabupaten Tuban pada bulan Februari 2021 lalu. Selepas mendapat ganti untung kilang minyak dari Pertamina, setiap rumah miliarder nampak ada dua hingga tiga mobil yang baru dibeli.
Sekarang kondisi kampung miliarder di Desa Wadung dan Sumurgeneng, Kecamatan Jenu, Tuban tak seheboh dulu. Beberapa warga di kampung di wilayah industri itu, justru mengaku susah untuk makan sebab tak memiliki pekerjaan tetap.
[Baca juga: Belasan Mobil Baru Datang di Kampung Miliarder, 1 Rumah 2 Hingga 3 Mobil ]
Musanam (60) salah satu warga kampung miliarder di Desa Wadung yang berbagi cerita sedih hidupnya kepada blokTuban.com, Senin (24/1/2022) pagi. Dirinya tak menyangka di usia senjanya sulit untuk sekedar mencukupi kebutuhan keluarganya.
Sebelum ada kilang minyak, ia hidup bahagia di rumahnya bersama istri, dua anak, dan satu cucu di atas lahan seluas 117 meter persegi. Setelah dibujuk rayu oleh petugas pembebasan lahan kilang berkali-kali, kakek berkulit cokelat itu akhirnya mau melepas tanah dan rumahnya dengan ganti untung sebesar Rp500 juta.
"Saya mau melepas tanah dan rumah untuk kilang karena dijanjikan dipekerjakan sebagai pembersih rumput di area kilang minyak. Pekerjaan itu masih mampu saya kerjakan meskipun sekarang usia sudah 60 tahun," ujar Musanam mengawali cerita.
Tawaran pekerjaan yang dinantikannya, tak kunjung datang. Uang ganti untung Rp500 juta kemudian dibelikan rumah dan lahan di kampung baru di wilayah Desa Wadung. Keputusan menjual tanah dan relokasi mandiri disesalinya, karena sekarang menjadi pengangguran.
Untuk makan sehari-hari, ia sesekali mengandalkan pendapatan dari anak menantu yang masih tinggal se rumah. Enam ekor sapi yang dimilikinya sekarang tinggal tiga ekor, karena terus menerus dijual untuk makan.
Harapan anak menantunya dipekerjakan di Kilang Minyak juga sebatas mimpi. Ia memutuskan bergabung dengan paguyuban pemuda enam desa demo di Kilang GRR Tuban untuk menagih janji Pertamina dipekerjakan di penyiapan lahan tahap 4 di tahun 2022.
"Harapan saya tinggal ini. Setiap hari saya terus diomeli istri karena menganggur. Sapi terus menerus berkurang untuk makan sehari-hari," imbuhnya.
Musanam ternyata tak sendirian. Warga lain yang bernama Mugi (60) juga bernasib sama. Perempuan yang tinggal di kampung miliarder ini juga nyaris tak memiliki pekerjaan usai tanah seluas 2,4 hektare dijualnya ke PT Pertamina.
"Sekarang ada perasaan menyesal karena sudah menjual lahan. Dulu lahan saya ditanami jagung dan cabai dan setiap kali panen bisa meraup Rp40 juta tapi sekarang saya tak punya pendapatan lagi," katanya.
Lahan pertanian seluas 2,4 hektare itu, kata Mbah Mugi dibeli pihak Pertamina dengan harga Rp2,5 miliar lebih. Uangnya waktu itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari sementara sisanya ditabung.
Mbah Mugi juga membeberkan awalnya dirinya tak berniat menjual lahan pertaniannya untuk Kilang Minyak. Seiring bujuk rayunya petugas seilih berganti akhirnya merubah pikirannya untuk melepas tanahnya.
"Petugas sering datang ke kebun. Mengiming-imingi pekerjaan untuk anak-anak tapi hanya bohong sekarang," jelentrehnya.
Solikin salah satu perwakilan Pertamina memberikan keterangan terkait ratusan warga yang menggelar aksi unjuk rasa tersebut. Ia meminta waktu dua pekan untuk menyesaikan masalah rekrutmen security.
"Hari ini belum ada keputusan karena harus dikoordinasikan dulu dengan pimpinan pusat," singkatnya.
Data per Februari 2021 lalu, sudah ada 63 KK yang pindah di lokasi lahan relokasi mandiri di Desa Wadung. Mereka berasal dari Dusun Tadahan, Ringin dan Boro.
Relokasi mandiri ditempat tersebut merupakan lahan yang dibeli sendiri oleh warga yang terkena relokasi setelah mendapatkan pembayaran dari perusahaan untuk dipergunakan sebagai lokasi pemukiman baru. Mereka juga harus membeli akses jalan sendiri. [ali/sas]