Reporter: Dina Zahrotul Aisyi
blokTuban.com- Barang bekas di mata orang awam akan menjadi barang-barang tidak berguna yang tidak memiliki nilai jual, namun apabila barang bekas tersebut jatuh ke tangan-tangan kreatif maka bisa disulap menjadi sesuatu yang fungsional dan bernilai jual tinggi.
Nurhadi, warga Kelurahan Ronggomulyo, Kecamatan Tuban yang telah berkecimpung di dunia kerajinan ban bekas sejak 35 tahun silam. Dia sudah merasakan hasil dari ban belas yang dia olah.
Lokasi toko kerajinan ban bekas yang digelutinya sejak tahun 1986 tersebut berada persis di perempatan jalan Pramuka. Nurhadi setiap harinya berkutat untuk membuat pot, tempat sampah, ataupun ember dari ban-ban bekas yang dikerjakan seorang diri tanpa pegawai.
Bahan dasar yang digunakan untuk membuat kerajinan miliknya sebagian besar adalah ban dari truk tronton, ataupun ban mobil. Menurutnya, ban truk tronton memiliki kekuatan yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan ban jenis lain.
“Tapi memang tergantung mau dibuat apa dulu, kalau pot yang seperti ini dari truk tronton yang besar itu, beda lagi nanti kalau mau buat tong sampah atau ember karena kalau tong sampah dari ban tronton ya terlalu berat,” ujarnya saat ditemui Reporter blokTuban di tokonya pada Kamis (30/12/2021).
Proses untuk membuat satu kerajinan dari ban bekas juga berbeda tergantung bahan dasar dan jenis kerajinanya. Biasanya Pria 52 tahun tersebut mampu mengerjakan satu pot besar dalam waktu minimal 1 minggu, bahkan bisa lebih.
“Kadang bahan itu ada yang mudah dibuat ada yang sulit, meskipun sudah puluhan tahun mengerjakan hal yang sama tetap ada kesulitannya,” jelasnya.
Biasanya, ban bekas untuk bahan dasar kerajinanya didapatkan dari Madura dan sudah selesai dikupas sehingga ia tinggal menyulapnya menjadi kerajinan.
“Kalau saya ngipas sendiri nggak sanggup, terlalu capek nanti,” terangnya.
Bapak 4 anak itu melanjutkan bahwa untuk mengupas ban truk tronton memiliki risiko tinggi sehingga tenaga untuk pengupasan ban juga mahal.
“Bahan bannya sebenarnya murah, tapi tenaganya ini yang mahal. Itungannya per ban bukan per hari, satu ban bisa mencapai Rp125 ribu bayarannya. Semuanya manual ngipasinnya pakai pisau,” ungkapnya.
Puluhan tahun menggeluti kerajinan tersebut juga memacunya untuk terus berinovasi, produk yang dulunya tidak berwarna sekarang ia membuat bermacam-macam pilihan warna agar lebih bagus dilihat, termasuk menambahkan ornamen-ornamen seperti bentuk dedaunan pada bagian atas pot bunga agar lebih bervariasi.
“Minta model bagiamana nanti tinggal dibuatkan, tapi kebanyakan saya sudah stock di toko,” ujarnya.
Pria lulusan STM itu membeberkan, menggeluti kerajinan ini bukanlah cita-citanya dulu. Namun karena orang tuanya telah membuat kerajinan tersebut ia memutuskan untuk melanjutkan dan memperdalam keahliannya.
“Saya jurusan mesin dulu, nggak cocok sebetulnya tapi saya tekuni saja sampai sekarang dan lebih diperdalam lagi kemampuannya, buat detail-detail dan inovasi lain,” terangnya.
Meskipun bahan dasar dari kerajinan tersebut merupakan barang bekas, soal keawetan dan ketahanan tidak perlu diragukan. Bahkan ia berani menjamin bahwa tempat sampah buatannya bisa awet sampai beberapa tahun karena Nurhadi memiliki prinsip untuk mengutamakan mutu produk yang dibuatnya sendiri.
“Saya sampai bilang, untuk jenis tempat sampah ini (menunjuk salah satu model) kalau belum sampai dua tahun sudah copot atau jebol, bawa sini lagi,” tegasnya.
Nurhadi juga bercerita bahwa biasanya para pembeli produknya selalu memberikan testimoni keawetan produk yang dijualnya ketika hendak membeli lagi.
“Yang sudah pernah beli di saya kalau mau beli lagi tanyanya ‘sekarang harga berapa’ karena memang sudah bertahun-tahun baru beli lagi,” terangnya.
Harga untuk kerajinan yang dibuatnya juga bervariasi, untuk ember seharga Rp90 ribu-Rp300 ribu tergantung bahan dan kekuatannya.
“Yang lebih bagus pastinya lebih mahal, bisa awet sampai 5-6 tahun,” ujarnya.
Sedangkan untuk harga pot dengan ukuran besar dan berwarna dipatok seharga Rp550 ribu dan untuk tempat sampah mulai dari kisaran Rp260 ribu-Rp300 ribu.
“Biasanya kalau borongan saya kasih lebih murah, jadi kadang saya tanya dulu untuk apa, untuk RT, untuk partai, untuk sekolah biasanya. Kalau bijian memang mahal, selisihnya bisa Rp20 ribu-Rp30 ribu,” jelasnya.
Pembeli produk-produk Nurhadi sebagain besar dari luar Kecamatan Tuban, seperti dari Kecamatan Tambakboyo, Singgahan, Jatirogo, bahkan ada pula yang dari luar Kabupaten Tuban seperti Lamongan.
“Di Tuban kotanya sendiri jarang memang, tapi saya jualannya nggak ada online-online, saya juga nggak ngirim. Pokoknya kalau mau beli di sini, ada uang ada barang,” bebernya sambil tertawa. [din/ono]