Mengenal Janjang Berdikari, Seniman Patung Kepiting Klenteng dan Ikon 9 Kuda Tuban

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com - Kabupaten Tuban memiliki segudang seniman, baik dari sektor seni rupa, seni musik, seni tari, dan kesenian dari sektor lainnya. Salah satu seniman asal Tuban adalah Janjang Berdikari. Pria berusia 56 tahun tersebut telah menggeluti dunia seni sejak puluhan tahun silam.

Bapak dari tiga anak tersebut memang memiliki kesenangan tersendiri terhadap seni sejak sekolah dasar. Awalnya, bidang yang disukainya adalah seni lukis, namun sejak tahun 1986, Abah Janjang, sapaan akrabnya mulai menekuni patung. “Pada kenyataanya melukis nggak bisa menghasilkan, malah habis modal saya,” bebernya.

Abah Janjang kembali bercerita bahwasanya ia masih mengingat apa yang diucapkan oleh salah satu gurunya terdahulu. “Guru saya bilang, apa yang jadi uang, itulah yang kalian kerjakan. Ternyata malah dapat rejekinya dari seni patung atau buat relief itu,” jelasnya.

Ia melanjutkan, awalnya tidak tahu jika sebenernya memiliki keahlian untuk membuat patung, meskipun secara dasar sudah tahu ilmunya. “Setelah lulus kuliah saya ada kenalan orang Cina di Klenteng itu, terus ditawarin. Umpama nggak kenal mungkin sampai sekarang yang saya geluti lukis,” bebernya.

Pria asli Kelurahan Sidorejo tersebut mengungkapkan bahwa seringkali menggarap patung-patung atau relief yang ada di Klenteng sejak tahun 1990. Sudah banyak karya yang dihasilkannya, beberapa diantaranya adalah patung naga, kepiting, shio-shio, dan pagar keliling yang berisikan cerita komik Wang Kong di Klenteng Kwan Sing Bio, ikon belimbing yang berada di Alun-alun Tuban, patung Aishin, dan yang paling baru adalah patung balet, dan ikon 9 ekor kuda di Taman Sleko yang saat ini tengah dibangun.

Abah Janjang juga sudah seringkali mendapatkan pesanan dari luar kota, seperti Pati, Surabaya, Kebumen, Bogor, Semarang, Jepara, Ciamis, dan banyak kota lain yang telah dikunjunginya. Sebelum bisa mendapatkan job dari berbagai kota tersebut, Abah Janjang mengaku harus menentukan keberanian dulu. “Pertama itu kan kita tetap belajar, berani nggak dapat tantangan seperti itu,” ujarnya.

Alumni Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya itu dulunya mengambil jurusan seni rupa sehingga memang mempelajari banyak hal, misalnya pembuatan patung, keramik, sungging dan sebagainya. “Diajarkan semuanya, jadi saya juga pernah mencoba dari semua bahan, dari kayu juga pernah tapi saat ini fokus ke patung berbahan semen,” ungkapnya.

Menjadi seniman, menurut Abah akan ada kepuasaan dan kebanggan tersendiri ketika memiliki sebuah karya. “Kalau ditanya anak bisa bilang, itu lo karyanya abah,” ujarnya bangga. Meskipun ia juga mengaku sebagai pegiat seni tentu tidak hanya suka yang didapatkanya, ada juga duka yang harus dilaluinya, namun karena menggeluti dunia seni adalah bagian dari kesukaanya sehingga hal tersebut bisa dikesampingkan.

Puluhan tahun berkecimpung sebagai seniman patung, tentunya akan ada kejenuhan karena hal tersebut memang wajar bagi setiap orang. “Dulu saya dapat pesanan 40 naga di Ciamis selama enam bulan, jadi bosannya ya ada karena kan bentuknya hampir sama semua ya,” ungkapnya. [din/sas]