Kue Rambutan, Produk Khas Desa Tasikmadu Tuban

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com - Setiap desa biasanya memiliki suatu produk unggulan yang menjadikan ciri khas tersendiri. Seperti halnya di Desa Tasikmadu, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. Selain terkenal dengan belimbing madunya yang unggul, ternyata di desa tersebut juga memiliki produk khas desa lain, yakni kue rambutan.

Kue yang berbahan dasar dari tepung beras tersebut diberi nama kue rambutan karena hasilnya menyerupai rambut. Meskipun bahan yang digunakan untuk membuat adonan tidak banyak, yakni hanya tepung beras, gula, dan sedikit garam, cara pembuatan kue yang membutuhkan ketelatenan dan kesabaran menyebabkan hanya sedikit orang yang mampu memproduksinya. Salah satunya adalah Dwi (50).

Dwi megatakan di Desa Tasikmadu yang memproduksi kue rambutan hanya dua orang, termasuk dirinya. Dwi mengaku usaha kue rambutan miliknya tersebut sudah turun temurun sampai empat generasi yakni dari buyutnya, neneknya, ibunya, dan saat ini dilanjutkan olehnya.

“Udah puluhan tahun, soalnya dari dulu buyut bikinnya,” jelasnya ketika dijumpai reporter blokTuban.com, Senin (8/11/2021).

Alat yang digunakan untuk mencetak adonan dibuat sendiri dari batok kelapa yang dilubangi kecil-kecil dan ditambah gagang kayu. Untuk pembuatan kue rambutan sendiri, api yang digunakan tidak boleh terlalu panas agar adonan tidak cepat gosong, dan tidak pula terlalu kecil karena akan lama matang.

“Kalau kepanasan ditambahin minyak dingin, minyak buat menggoreng ini juga harus banyak, setidaknya menutupi adonan biar hasilnya kriuk,” terangnya.

Dwi juga mengungkapkan bahwa jika tidak terbiasa membuat kue rambutan akan sedikit kesulitan karena adonan tersebut digetok-getok dan dibentuk bundar di atas minyak panas satu persatu, sehingga membutuhkan waktu lama. Sebelumnya, Dwi juga butuh belajar karena teknik untuk menggoreng adonan memang memerlukan latihan.

“Soalnya muter antara tangan kanan dan kirinya itu susah, dulu waktu mak e bikin dan adonan tinggal sedikit baru ikut mencoba sedikit-sedikit,” terangnya.

Ia menambahkan, karena proses pembuatan kue rambutan yang cenderung sulit, saat ini ia belum memiliki penerus untuk membuat kue rambutan. Dwi juga mengungkapkan bahwa adonan kue yang terlalu manis dapat menyebabkan cepat gosong.

Jenis gula yang digunakan juga ternyata memiliki pengaruh terhadap kecepatan matangnya adonan. Menurutnya, meskipun takaran gula merah dan gula pasir sama, adonan dengan gula merah lebih cepat gosong.

“Gula putih aja kadang beda-beda, ada yang bentuk pasirnya besar-besar ada yang kecil, pokoknya ketahuan kalau gampang gosong berarti kemanisan,” jelasnya.

Kue rambutan ini tidak menggunakan bahan pemanis buatan karena menurut Dwi adonannya tidak akan bisa jadi. Sehingga ia selalu menggunakan bahan-bahan yang asli. “Kalau pakai bahan pemanis buatan itu dia adonanya kaku dan keras, nggak bisa ditekuk gini,” jelasnya.

Wanita asli Tasikmadu tersebut mengaku bahwa kue rambutan biasanya akan selalu ada di acara hajatan ataupun acara tahlilan di desa tersebut. Biasanya kue rambutan juga seringkali digunakan sebagai hantaran lamaran, sehingga ketika musimnya resepsi pernikahan ia akan banjir orderan. Dwi mengatakan ia hanya membuat kue rambutan ketika ada pesanan saja.

“Kalau sudah musim nikahan banyak pesanan, kemarin itu pernah satu minggu dapat 800 pesanan. Lembur bikinnya, soalnya bikin sendiri,” jelasnya.

Dalam setiap 1,5 kg adonan kue rambutan bisa menjadi 50 kue, sehingga ketika ada yang memesan lebih dari 50 maka adonan dibuat berkali-kali. Harga satu biji kue rambutan adalah Rp 2.000 namun jika membeli dalam bentuk parsel seharga Rp 125.000, biasanya dalam satu parsel tersebut berisi 50 biji kue rambutan. “Banyak yang buat acara lamaran jadi minta dibungkus parsel, minimal pesan kue rambutan 50 biji,” ujarnya.

Selain membuat kue rambutan, Dwi juga biasa menerima pesanan lain seperti wingko, gemblong, ketan salak, dan lain-lain. [din/sas]