Peran Penting HIPPA Dalam Produksi Tanaman Padi di Desa Klotok

 

Reporter : Savira Wahda Sofyana

 

blokTuban.com – Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) di Desa Klotok, Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban memiliki peranan yang cukup penting bagi keberlangsungan produktivitas tanaman padi. Pasalnya irigasi perairan di persawahan menjadi tolak ukur kehidupan padi.

 

Masyarakat yang hidup di desa ini, rata-rata sebagian penduduknya berprofesi sebagai petani. Di desa tersebut keberadaan atau pembentukan HIPPA sendiri sudah ada sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu.

 

“HIPPA mulai tahun 1996 pokonya di bawah tahun 2000 an,” terang Kusyanto, Sekretaris Desa Klotok saat ditemui blokTuban.com pada Jumat (5/11/2021) di Kantor Desa setempat.

 

Hingga saat ini HIPPA Desa Klotok ini sudah memiliki 15 orang pengurus yang bertugas di masing-masing bidang. Biasanya HIPPA tersebut mengadakan pertemuan dengan para anggotanya minimal dua kali setiap tahunnya.

 

“15 orang itu ada pengurus inti, ada juga pengurus bidang lapangan. Perkumpulannya minimal untuk yang dengan anggota itu setahun dua kali, terus kalau rapat internal pengurus rata-rata dua bulan sekali, terus koordinasi dengan pemerintahan desa minimal setahun dua kali,” jelasnya.

 

Air pengairan yang digunakan untuk mengairi sawah petani diambil langsung dari sungai Bengawan Solo yang kemudian dikelola oleh pengurus HIPPA dengan sedemikian rupa.

 

“Airnya kan diambilkan dari Bengawan Solo, dikelola pengurus itu ada diesel induk itu dialirkan di petak-petak sawah, sehingga butuh pengurus inti, pengurus lapangan, kelompok-kelompok kerja, jadi setiap petak ada yang mengurusi pengairan,” tuturnya.

 

Setiap harinya para pengurus HIPPA memantau keadaan pengairan sawah, karena keadaan air yang ada diseluruh sawah adalah tanggung jawab HIPPA, jadi apabila terjadi sesuatu dengan air maka HIPPA yang akan menyelesaikannya.

 

Saat musim panen tiba, biasanya para petani menyetorkan hasil panennya sebanyak 14 persen saat musim kemarau dan saat musim penghujan sebanyak 12 persen dan uang dari petani tersebut masuk ke pengelola HIPPA.

 

“Jadi petani panen ditimbang di pinggir jalan, dibawa ke jalan pinggir ada hasil untuk pengurus HIPPA sebagai iuran,” ungkapnya.

 

Kendala yang sering dialami oleh HIPPA yaitu ada pada pemerataan air, karena air lebih cenderung memilih tempat yang rendah.

 

“Nah anggota itu mintanya kan pemerataan, kalau air ya nggak bisa tapi pengurus berusaha semaksimal mungkin untuk diratakan," pungkasnya.

 

Hasil iuran yang dikelola oleh HIPPA sendiri digunakan untuk biaya operasional perairan seperti biaya listrik, biaya solar, hingga biaya perbaikan kali.

 

“20 persen untuk pengurus, 10 persen untuk administrasi, 2.5 persen untuk zakat mal jadi untuk orang yang berhak menerima zakat yang dapat 2.5 persen dari SHO,” tutupnya. [sav/lis]