Indeks Toleransi di Tuban Tertinggi Nasional, Moderasi Beragama Harus Terus Dikembangkan

Reporter : Sri Wiyono

blokTuban.com – Ketua Forum Kerukunan Umat Bergama (FKUB) Kabupaten Tuban KH Masduqi Nur Syamsi mengatakan, tingkat toleransi warga Tuban sudah sangat tinggi. Laporan akhir analisis indeks toleransi umat beragama Kabupaten Tuban tahun 2020 menyimpulkan bahwa secara keseluruhan indeks toleransi beragama di Tuban 4,40 atau setara dengan 88 persen nilai indeks kesalehan sosial yang digunakan kementerian agama.

‘’Nilai indeks toleransi beragama di Kabupaten tuban ini menempati nilai tertinggi secara nasional,’’ ujarnya Sabtu (9/10/2021) dalam seminar nasional Moderasi Beragama yang digelar FKUB Tuban.

Seminar digelar di auditorium Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban. Hadir sebagai narasumber A.Hamid Syarif Ketua FKUB Jawa Timur dan Zainul Hamdi, dosen UINSA Surabaya sekaligus kelompok kerja moderasi beragama Kementrian Agama (Kemenag).

Toleransi dan kerukunan di tengah perbedaan di Tuban, lanjut Kiai Masduqi, telah mendarah daging di dalam diri warga Tuban. Tidak hanya saat ini, namun sejak dulu kehidupan rukun dan damai dalam bingkai kemajemukan agama telah terwujud di Kabupaten Tuban. 

‘’Hal ini bisa dibuktikan dengan peninggalan kayu ukir Kalpataru, yang diperkirakan telah ada sejak zaman Sunan Bonang. Kayu tersebut diukir menggambarkan simbol-simbol agama yang bisa berdiri beriringan. Dan memang secara riil kehidupan rukun, damai, dan tenteram di tengah kemajemukan telah berlangsung di Kabupaten Tuban,’’ urainya. 

Salah satu potret kehidupan umat beragama yang moderat bisa dilihat di Kelurahan Kingking, Kecamatan Tuban. Data yang kami ambil tahun 2019 menunjukkan bahwa warga Islam di kelurahan 4.360 jiwa, Kristen Protestan 285 jiwa, Kristen Katholik 168 jiwa, Konghuchu sejumlah 37 jiwa dan Budha sejumlah 103 jiwa. 

‘’Namun, mereka bisa hidup rukun berdampingan. Ada masjid dan gereja berdiri berdampingan, masing-masing pemeluk agama bebas beribadah sesuai dengan ajaran masing-masing. Bahkan sebagian tanah gereja dihibahkan kepada pengurus masjid untuk perluasan pembangunan masjid ini luar biasa dan contoh toleransi yang bagus,’’ ungkapnya.

Sementara, Hamid Syarif menjelaskan dibutuhkan pemahaman moderasi beragama yang dalam. Bahkan, di sekolah-sekolah perlu diajarkan moderasi beragama untuk para siswa.

‘’Berharap moderasi beragama ini masuk kurikulum sekolah atau madrasah. Karena sangat penting,’’ ucapnya.

Hamid menyebut, FKUB Jawa Timur sudah menerbitkan buku tentang moderasi beragama. Saat ini, lanjutnya, gerakan moderasi beragama gencar dilakukan dan diselenggarakan secara massif secara nasional. Karena menurut dia, semakin berkembang virus ideologi yang menyebar secara cepat.

‘’Obatnya ya moderasi beragama ini,’’ tandasnya.

Kepada FKUB dia berharap terus mengamati gejala-gejala yang muncul di masyarakat. Salah satu gejala yang muncul, atau kasus yang muncul di permukaan adalah penolakan terhadap salah satu ideologi, penolakan pembangunan rumah ibadah dan lain sebagainya.

‘’Tapi yang paling banyak adalah soal penolakan terhadap pembangunan rumah ibadah. Ini FKUB harus terus mengamati agar tidak muncul konflik,’’ katanya.

Sementara Zainul Hamdi menerangkan, soal moderasi beragama, Kemenag sangat serius. Bahkan saat ini sedang merumuskan modul atau materi untuk pelatihan mengenai moderasi beragama. Salah satu anggota tim penyusun modul adalah dia.

‘’Nanti seluruh ASN Kemenag harus lulus pelatihan moderasi beragama ini,’’ terangnya.

Terkait ekslusivisme dan kekerasan dengan berlatarbelakang agama tidak hanya terjadi di Indonesia. Seluruh negara di dunia mengalama hal tersebut. Hamdi memperlihatkan  data-data dan gambar-gambar aksi proses berlatarbelakang agama dari berbagai negara melalui slide.

‘’Ini data, jadi tidak usah baper. Mayoritas memaksakan pada minoritas banyak terjadi. Kalau di Indonesia karena mayoritas muslim maka yang melakukan muslim. Kalau di eropa yang melalukan Kristen karena di sana mayoritas. Kalau di India yang melakukan Hindu sebagai mayoritas,’’ ungkapnya.

Karena itu, moderasi beragama mutlak harus terus dikembangkan untuk mengikis faham-faham yang merusak toleransi dan keberagaman. Karena narasi-narasi yang membenturkan agama dengan pemerintah, atau kelompok satu dengan kelompok lainnya terus bertebaran.

‘’Ekslusivisme dan kekerasan beragama bukan hanya di Indonesia, tapi seluruh dunia. Di eropa ada gerakan stop islamisasi dan sebagainya. Di belahan dunia lain ada ada pembunuhan orang-orang dari kelompok agama lain,’’ ungkapnya.[ono]