Oleh : Sri Wiyono
blokTuban.com – ‘’Kirim WA sejak pagi tadi sampai siang ini belum dibalas Mas,’’ ujar seorang kawan yang Selasa siang (22/6/2021) itu makan bareng Wakil Bupati Riyadi.
Makan satu meja dengan wabup. Nampak jelas dalam foto yang dikirim itu ada Pak Wabup yang pakai seragam dinas. Juga ada beberapa orang lain mengelilingi meja. Menunya apa, saya tidak tahu. Apalagi rasanya, wong saya hanya dikirimi fotonya kok hehehe....
Kawan saya ini bercerita, pada Selasa itu, ada undangan dari DPRD yang menggelar rapat paripurna. Pak Wabup kirim WA ke Bupati Lindra, isinya koordinasi kalau memang Mas Bupati tidak bisa hadi hadir, apakah boleh Pak Wabup yang menghadiri. Tapi, ya itu tadi, tidak ada jawaban, bahkan sampai sore.
Dan, ternyata kedua pimpinan Tuban yang baru dua hari menjabat itu tak ada yang hadir ke gedung wakil rakyat. Maka agenda rapat paripurna itu pun gagal digelar, batal dan diundur. Karena salah satu agendanya adalah penandatanganan persetujuan atas pemberlakuan perda yang baru selesai dibahas. Drama.
Sebelumnya, kawan saya satunya juga bercerita bahwa sehari sebelum dilantik, Pak Wabup pernah ngudoroso kalau dia sempat ‘ditegur’ Mas Bupati. Tentu cerita ini sahih, perawinya jelas karena langsung dengar dari Pak Wabup. Soal matannya apa, gak enaklah kalau disampaikan di sini hehehe....Drama.
Dan ternyata drama-drama itu masih terus berlanjut. Sejak kemunculannya, Aditya Halindra Faridzky atau yang akrab disapa Lindra memang sudah menarik perhatian. Parasnya yang rupawan dan karir politiknya yang melesat bak meteor membuat decak kagum.
Meski moncer di jalur politik ini, kemudian orang-orang maklum karena Lindra adalah putra Haeny Relawati Rini Widyastuti, tokoh politik perempuan di Tuban yang capaiannya sulit ditandingi oleh kaum hawa lainnya. Kaum adam di Tuban pun belum ada yang menandingi capaian politik Bu Haeny begitu anggota DPR RI ini biasa disapa.
Karir politiknya mulai dari menjadi anggota DPRD Tuban dari Golkar, lalu naik menjadi ketua DPRD dan lantas menjadi Bupati Tuban dua periode. Tentu penuh drama dalam perjalanan mulai menjadi wakil rakyat biasa sampai memimpin DPRD itu. Terlebih saat merebut kursi bupati.
Tapi itulah politik, yang realitasnya kadang sulit dinalar. Sebagai gambaran saat periode pertama memimpin Tuban sebagai bupati, Bu Haeny sudah mempecundangi partai-partai politik besar penguasa kursi DPRD Tuban kala itu.
Hanya dengan 8 kursi di DPRD, Bu Haeny saat itu mampu menang pemilihan bupati yang kala itu masih dipilih anggota DPRD. Dengan modal 8 suara, Bu Haeny mampu meraup 29 dari 44 suara yang diperebutkan kala itu.
Menjungkirbalikkan prediksi dan hitungan di atas kertas atas pasangan koalisi PDIP dan PKB yang saat itu sudah 25 suara jika utuh. Artinya 21 anggota DPRD bisa ditarik untuk memilih dia.
Ya begitulah drama politik. Maka kala itu, pecahlah kerusuhan akibat pilkada kali pertama di Tuban. Massa yang di luar gedung DPRD marah dengan hasil tersebut. Marah atas pengkhianatan anggota DPRD dalam koalisi PDIP-PKB, karena terbukti bocor dan gembos.
Dan kerusuhan tahun 2001 itu kembali pecah dengan lebih dahsyat pada 2006, saat Bu Haeny terpilih kali kedua menjadi bupati. Hanya, pada 2006 pemilihan sudah dilakukan secara langsung. Kerusuhan itu menjadi kerusuhan imbas pilkada langsung terbesar dan pertama di Indonesia. Luar biasa !!. Drama
Mas Bupati Lindra tak kalah drama. Dengan parasnya yang rupawan mulai dikenal saat menjadi ketua DPD Golkar Tuban menggantikan Sang Ibu. Namun, dia hanya terkenal di kalangan politisi saja.
Gambar gantengnya mulai bertebaran saat Lindra mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Jawa Timur. Kali ini warga mulai kesengsem, utamanya kaum hawa, tak peduli mereka milenial atau sudah emak-emak. Semua membincang kegantengan sang caleg.
Puncaknya saat dia mencalonkan diri menjadi bupati. Pesonanya tak kalah dengan aktor drama Korea yang banyak digandrungi kaum perempuan. Maka pesona itulah salah satu yang menarik untuk memilih dia, di samping faktor-faktor yang lain.
Hebohnya kampanye atau momen yang didatangi Lindra menghiasi kabar dan beranda media sosial selama perjalanan pilkada.
Lalu ada drama besar saat debat kandidat pertama di sebuah stasiun tv swasta di Surabaya. Kala itu Lindra sempat pingsan dan ambruk dari tempat duduknya di tengah-tengah acara debat kandidat.
Kontan kabar itu menjadi drama besar saat itu. Menjadi rasan-rasan mulai kelas warung kopi sampai politisi. Heboh.Drama.
Seiring perjalanan waktu, drama itu terlupakan, hingga akhirnya pada hari pemilihan dia membuat drama lagi dengan memenagi pilkada persentase 60 persen lebih. Sungguh sebuah drama yang membuat orang geleng-geleng kepala. Tapi sekali lagi itulah drama politik.
Lalu, setelah semua masa terlewati dan mulai titik awal pengabdian sebagai bupati dimulai, masih ada drama. Saat di hari pelantikan Sang Wakil Bupati tak bisa dilantik di gedung negara Grahadi, Surabaya, sebagaimana dilakukan Bupati Lindra.
Usut punya Sang Wakil Bupati Riyadi dinyatakan positif Covid-19 versi hasil test Puskesmas Rengel meski sang Wabup mengaku belum pernah menerima hasil tes itu secara tertulis atau hitam di atas putih.
Sedang dia sudah melakukan dua kali tes dari dua lembaga kesehatan ternama, dua-duanya hasilnya negatif. Mana yang benar ? ah..Drama.
Kami merindukan drama-drama, tapi drama yang baik Mas Bupati. Kami rindu masyarakat ini sejahtera. Kami rindu Tuban keluar dari lingkaran setan selalu masuk 10 besar kabupaten paling miskin di Jawa Timur.
Kami sudah bosan dengan drama macam sinetron yang hanya menjual mimpi. Penuh keindahan, penuh kemewahan dan semua serba harmoni, namun realitanya ngenes. Kami yakin Anda bisa Mas Bupati jika ada komitmen dan bersungguh-sungguh ingin mengabdi para rakyat. Wallahu a’lam.[*]