Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Pemimpin Redaksi Tempo.co, Setri Yasra berharap kasus kekerasan terhadap jurnalis Nurhadi di Surabaya menjadi momentum untuk mendorong konsolidasi dari berbagai pihak untuk mewujudkan kemerdekaan pers di Indonesia.
Pernyataan itu dia sampaikan seusai dimintai keterangan di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jatim, Rabu (14/4/2021) malam.
Dalam penyelidikan kasus kekerasan terhadap jurnalis Nurhadi ini, Setri Yasra banyak diminta informasi seputar penugasan Nurhadi oleh redaksi Tempo ke resepsi pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dengan anak Kombes Pol Ahmad Yani di Surabaya.
Pemeriksaan itu berlangsung sekitar 7 jam, mulai pukul 12.30 WIB hingga sekitar pukul 19.30 WIB. Selama itu, Setri Yasra dicecar 29 pertanyaan oleh penyelidik. Setri Yasra kemungkinan juga merupakan saksi terakhir yang dimintai keterangan oleh penyelidik sebelum mereka mulai melakukan gelar perkara.
Sejauh ini, polisi telah memeriksa dan meminta keterangan dari berbagai pihak, antara lain Nurhadi, saksi mata, redaktur Tempo, Dewan Pers, dan Ketua AJI Surabaya.
“Saya sampaikan ke penyelidik bahwa kedatangan Nurhadi ke lokasi tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada Angin Prayitno Aji memberikan hak jawabnya seputar kasusnya yang kini sedang ditangani KPK. Bagi kami, itu adalah upaya untuk menegakkan kode etik jurnalistik. Sebab dalam kode etik disebutkan bahwa wartawan harus membuat berita secara berimbang, cover both side,” ujar Setri Yasra yang didampingi tim pengacara dari Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis.
Dalam hal ini, justru yang dilakukan oleh Nurhadi dengan mendatangi lokasi resepsi adalah hal yang memang harus dilakukan untuk memberikan kesempatan berbicara kepada tersangka.
Kepada wartawan, Setri juga menyampaikan harapannya agar kasus kekerasan yang terjadi terhadap jurnalis Nurhadi ini menjadi momentum untuk konsolidasi nasional.
“Ini waktunya konsolidasi. Semua pihak bersama-sama mendorong penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. Meskipun Nurhadi wartawan Tempo dan anggota AJI, tetapi jangan diartikan ini hanya masalah untuk Tempo dan AJI saja. Semua pihak yang peduli pada kemerdekaan pers, ini saatnya berkonsolidasi untuk mendorong terwujudnya pers yang independen,” tegasnya.
Pernyataan tersebut diamini Eben Haezer, ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya. Menurutnya, kekerasan yang dialami oleh Nurhadi adalah representasi dari situasi pers di Indonesia yang masih berada di bawah bayang-bayang kekerasan.
“Apa yang dialami Nurhadi, bisa terjadi pada wartawan di mana saja, apapun medianya dan apapun organisasi profesinya. Jadi benar kalau memang ini seharusnya dijadikan momentum untuk mewujudkan konsolidasi untuk mendorong penegakan kemerdekaan pers di Indonesia,” kata Eben.
Dalam waktu dekat, Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis akan menggelar pertemuan dengan banyak elemen untuk berkonsolidasi merumuskan tawaran-tawaran kebijakan yang dapat diadopsi oleh pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memastikan agar kemerdekaan pers terjamin.
Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis sendiri saat ini beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Federasi KontraS, LBH Lentera, LBH Pers, dan LBH Surabaya.
“Kami akan mengajak berbagai elemen, baik organisasi profesi jurnalis maupun organisasi-organisasi pro demokrasi untuk berkonsolidasi dan merumuskan tawaran kebijakan. Setidaknya kami berharap bisa mendorong Kapolri untuk membuat Perkap yang isinya bertujuan untuk mendorong perlindungan terhadap kerja-kerja Jurnalistik dan penguatan implementasi Undang-undang Pers nomor 40 tahun 1999,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Nurhadi menjadi korban penganiayaan saat melakukan reportase di Gedung Samudra Bumimoro, Sabtu (27/3/2021) malam.
Di sana, Nurhadi berencana meminta keterangan terkait kasus dugaan suap yang dilakukan oleh bekas Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu, Angin Prayitno Aji yang sedang ditangani KPK. Saat itu di lokasi sedang berlangsung pernikahan antara anak Angin Prayitno Aji dengan putri Kombes Pol Achmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim.
Dalam peristiwa tersebut, Nurhadi tak hanya dianiaya oleh para pelaku yang berjumlah sekitar 10 sampai 15 orang. Pelaku juga merusak sim card di ponsel milik Nurhadi serta menghapus seluruh data dan dokumen yang tersimpan di ponsel tersebut.
Setelah peristiwa itu, Nurhadi melaporkan kasus tersebut ke Polda Jatim dengan didampingi Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis yang beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, KontraS, LBH Lentera, LBH Pers, dan LBH Surabaya.
Sampai saat ini, polisi masih melakukan penyelidikan dan belum menetapkan tersangka meskipun Nurhadi dan sejumlah saksi serta terduga pelaku telah diperiksa. [ali/ono]