Reporter: -
blokTuban.com - Istilah " ghosting" menjadi salah satu topik yang paling banyak dicari di Indonesia sepanjang 2020 melalui pencarian Google.
Hal itu terungkap dari Year in Search 2020 yang diungkapkan Google, Rabu (9/12/2020).
Lalu, apa itu ghosting?
Menurut Healthline, ghosting adalah ketika satu individu tiba-tiba menghilang dari kehidupan seseorang tanpa melakukan kontak sama sekali, baik melalui telepon, pesan singkat, email, atau media lainnya.
Ghosting telah menjadi fenomena umum di dunia kencan modern dan juga di lingkungan sosial dan profesional lainnya.
Munculnya sarana komunikasi elektronik dan aplikasi kencan populer seperti Grindr, Tinder, Bumble dan lainnya tampaknya membuatnya seseorang lebih mudah membangun relasi dengan orang yang baru ditemui sekaligus memutuskannya hanya dengan sekali sentuhan jari.
Meski ghosting cukup populer, namun fenomena ini mungkin lebih kompleks dari yang kita kira.
Alasan seseorang melakukan ghosting
Alasan seseorang melakukan ghosting bisa sangat kompleks, namun beberapa dari banyak alasannya adalah sebagai berikut:
1. Takut
Seseorang mungkin memutuskan untuk memutuskan relasi karena adanya rasa takut untuk mengenal seseorang yang baru atau takut dengan reaksi yang didapatkannya ketika memutuskan relasi.
2. Menghindari konflik
Manusia secara naluriah bersosialisasi, dan mengganggu hubungan sosial apa pun, baik atau buruk, dapat memengaruhi kualitas hidup.
Akibatnya, seseorang yang melakukan ghosting mungkin merasa lebih nyaman jika tidak pernah bertemu dengan orang tertentu daripada menghadapi potensi konflik atau penolakan yang bisa terjadi saat memutuskan relasi.
3. Kurangnya konsekuensi
Jika baru saja bertemu seseorang, kamu mungkin merasa tidak ada yang dipertaruhkan karena kita mungkin tidak memiliki kesamaan teman atau hal lainnya.
Oleh karena itu, mungkin tidak akan menjadi masalah besar jika kamu keluar begitu saja dari kehidupan orang tersebut.
4. Demi diri sendiri
Jika suatu hubungan berdampak negatif pada kualitas hidupmu, memutus kontak dengan orang yang bersangkutan terkadang seperti satu-satunya cara untuk mencari kesejahteraan hidup diri sendiri tanpa harus berpisah.
Ghosting sendiri bisa terjadi dalam beberapa skenario atau kondisi berikut:
- Pasangan kencan kasual
Jika kamu pernah berkencan dan pasangan kencan itu tiba-tiba menghilang, mungkin itu karena mereka tidak merasakan percikan romantis, terlalu sibuk untuk berkomitmen atau tidak siap untuk langkah selanjutnya.
- Teman
Tidak hanya pada hubungan asmara, ghosting juga bisa terjadi di lingkungan pertemanan, ketika seorang teman yang sering kamu temui atau ajak ngobrol tiba-tiba berhenti meresponsmu, baik melalui pesan singkat atau telepon.
Jika seorang teman memutuskan untuk melakukannya, mungkin ada sesuatu dalam hidupnya yang membuat dia sibuk.
Mungkin juga itu dilakukannya karena ada penjelasan yang terlalu rumit atau menyakitkan untuk disampaikan padamu tentang mengapa dia tidak ingin lagi berteman denganmu.
- Rekan kerja
Ghosting juga bisa terjadi di lingkungan kerja, terutama lebih sering terlihat ketika seseorang keluar dari perusahaan.
Jika kamu terbiasa berbincang dengan orang tersebut di kantor atau sepulang kerja, bagi sebagian orang mungkin terlalu sulit untuk mempertahankan persahabatannya dengan mantan rekan kerja sambil mencoba menyesuaikan diri dengan yang baru.
Ini juga bisa saja terjadi ketika rekan kerja berganti posisi atau menerima promosi.
Dampak psikologis ghosting
Menurut Psychology Today, dalam budaya kencan saat ini, sekitar 50 persen pria dan wanita menjadi korban ghosting, dan angkanya hampir sama untuk orang yang melakukan ghosting.
Meski fenomena ini umum terjadi, namun ghosting bisa memberi dampak emosional yang menghancurkan, terutama bagi orang-orang yang memiliki harga diri yang rapuh.
Mengapa menjadi korban ghosting terasa begitu tidak nyaman?
Sebuah penolakan sosial dapat mengaktifkan jalur rasa sakit yang sama di otak, seperti bagaimana otak memunculkan rasa sakit fisik.
Faktanya, kita dapat mengurangi rasa sakit emosional karena penolakan dengan obat penghilang rasa sakit seperti Tylenol.
Namun, selain hubungan biologis antara penolakan dan rasa sakit, ada beberapa dampak lainnya yang berkontribusi terhadap tekanan psikologis.
Banyak orang merasa tidak mendapatkan petunjuk tentang bagaimana harus bereaksi ketika mengalaminya dan menimbulkan skenario akhir yang ambigu.
"Apakah kita harus khawatir? Apakah ada hal buruk yang menimpanya? Haruskah kita marah? Apakah mereka sangat sibuk saat ini dan akan menghubungi di waktu lain?"
Itu hanyalah segelintir pertanyaan yang mungkin muncul di pikiran kita ketika seseorang melakukan ghosting terhadap kita.
Kita cenderung tidak tahu bagaimana harus bereaksi karena kita tidak benar-benar tahu apa yang terjadi.
Tetap terhubung dengan orang lain sangat penting untuk kelangsungan hidup kita.
Oleh karena itu, otak kita berevolusi memiliki sistem pemantauan sosial yang memindai lingkungan untuk mencari isyarat sehingga kita tahu bagaimana menanggapi sebuah situasi sosial.
Isyarat sosial memungkinkan kita untuk mengatur perilaku kita sendiri agar sesuai, tetapi ghosting menghalangi kita dari isyarat-isyarat biasa ini dan dapat menciptakan perasaan disregulasi emosional yang membuat kita merasa tidak terkendali.
Salah satu aspek ghosting yang paling berbahaya adalah bahwa hal itu tidak hanya menyebabkan kita mempertanyakan validitas hubungan yang kita miliki, tetapi juga menyebabkan kita mempertanyakan diri sendiri.
"Mengapa aku tidak bisa memperkirakan hal ini datang? Bagaimana bisa aku sangat buruk dalam menilai karakter orang? Apa yang aku lakukan sehingga ini terjadi? Bagaimana cara melindungi diri sehingga ini tidak akan terjadi lagi?"
Mempertanyakan diri sendiri adalah sistem psikologis dasar yang ada dalam diri seseorang untuk memantau status sosialnya dan menyampaikan kembali informasi itu melalui harga diri dan kepercayaan diri.
Ketika penolakan terjadi, kita bisa merasa harga diri kita turun, yang menurut para psikolog sosial dapat menjadi sinyal bahwa rasa memiliki kita rendah.
Jika terlalu sering di-ghosting atau jika harga diri kita sudah rendah, kita akan cenderung lebih sakit ketika mengalami penolakan dan mungkin kita perlu waktu lebih lama untuk meredakan rasa sakitnya.
Sebab, seseorang dengan harga diri rendah memiliki lebih sedikit opioid (penghilang rasa sakit) alami yang dilepaskan ke otak setelah mengalami penolakan dibandingkan dengan orang-orang yang harga dirinya lebih tinggi.
Ghosting adalah langkah akhir dari sebuah silent treatment, taktik yang sering dipandang oleh para profesional kesehatan mental sebagai bentuk kekejaman emosional.
Pada dasarnya, perlakuan tersebut akan membuat seseorang merasa dirinya tidak berdaya dan tidak memiliki kesempatan untuk bertanya atau mendapatkan informasi yang dapat membantunya memproses pengalaman tersrbut secara emosional.
Kondisi itu dapat menghalangi kita untuk mengekspresikan emosi dan merasa didengarkan, dua hal penting untuk menjaga harga diri.
Terlepas dari apapun maksud seseorang melakukan ghosting terhadap kita, itu adalah taktik interpersonal pasif-agresif yang dapat meninggalkan luka psikologis.
Cara move on setelah mengalami ghosting
Cara agar bisa move on setelah menjadi korban ghosting bisa berbeda-beda bagi setiap orang, dan bagaimana seseorang move on jika berbeda, misalnya apakah itu dilakukan oleh pasangan, teman atau rekan kerja.
Namun, ada beberap cara yang bisa kamu coba lakukan jika menjadi korban ghosting:
1. Mengatur batasan terlebih dahulu
Apakah kamu hanya ingin membina hubungan kasual dengan orang tersebut? Tertarik untuk sesuatu yang lebih? Ingin agar dia mengecek keadaanmu setiap hari? Setiap minggu? Setiap bulan?
Kejujuran dan transparansi bisa membantumu dan orang lain untuk memastikan tidak ada batasan yang dilewati tanpa disadari.
2. Berikan batasan
Apakah tidak mendengar kabarnya selama beberapa pekan atau bulan membuatmu lelah menunggu? Karena itu buatlah ultimatum.
Misalnya, kamu bisa mengiriminya pesan untuk meminta dia mengirim pesan atau menelepon pekan depan, atau kamu bisa berasumsi hubungan tersebut berakhir.
Cara ini mungkin terdengar kasar, namun bisa membuatmu menutup diri dan memulihkan perasaan kehilangan atau kekuasaan.
3. Jangan menyalahkan diri
Kamu tidak punya bukti atau konteks untuk menyimpulkan mengapa orang lain meninggalkan hubungan yang dijalaninya bersamamu.
Jadi, jangan merendahkan diri sendiri dan membuat dirimu semakin terluka secara emosional.
4. Hindari pelarian dengan penyalahgunaan zat
Jangan mematikan rasa sakit yang kamu rasakan dengan obat-obatan, alkohol, atau minuman keras lainnya.
"Pemulihan" yang kamu rasakan itu bersifat sementara. Kamu juga mungkin akan mengalami perasaan yang lebih sulit di kemudian hari dan merasa lebih tidak nyaman, misalnya ketika membina hubungan lain.
5. Menghabiskan waktu dengan orang-orang tercinta
Cobalah mencari penghiburan dengan beraama orang-orang yang kamu cintai, percaya, misalnya teman atau keluarga.
Memiliki hubungan yang positif dan sehat dapat menempatkan situasi ghosting ke dalam perspektif yang tidak merusak emosional.
6. Cari bantuan profesional
Tak perlu ragu atau takut mencari bantuan profesional untuk membantu mengatasi perasaan kompleks yang kamu alami akibat menjadi korban ghosting.
Mereka juga bisa memberimu strategi lebih jauh untuk memastikan kamu menjadi seseorang yang lebih kuat daripada sebelumnya.
*Sumber: kompas.com