Reporter: M. Anang Febri
blokTuban.com - Sebagai salah satu warisan budaya tak benda, Sandur Tuban memiliki nilai tradisi kental yang bersinggungan antara masyarakat tempo dulu, kesenian serta budaya.
Sejak trennya muncul dan naik daun sekitar tahun 1960-an, tak dipungkiri juga Sandur telah tersebar merata di wilayah Jawa Timur. Mulai dari Madura, Banyuwangi, Gresik, Jombang, Bojonegoro, maupun Tuban, setiap wilayah memiliki cirinya masing-masing.
Begitu pun juga di Bumi Wali, sebutan lain Kabupaten Tuban. Dari kisah penuturan masyarakat dan orang tua terdahulu, Sandur merupakan hiburan rakyat yang digali lewat masyarakat tani tempo dulu. Pementasannya, hanya sebatas undangan hiburan acara tertentu maupun tanggapan.
Akan tetapi, sejak satu dekade lalu, para pelaku dan seniman Sandur kian menghilang popularitasnya dari khalayak umum. Komunitas seni ataupun pegiat Sandur dari waktu ke waktu kian menghilang seiring pesatnya waktu yang terus berjalan di era modernisasi.
"Sepanjang daerah pegunungan Kapur ataupun pegunungan Kendeng pasti punya Sandur. Yang terbanyak Tuban," kata Sumardi selaku Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Tuban.
Ditambahkannya, Sandur paling banyak bertitik di tanah Tuban. Bahkan, pertama kali Sandur dikenal dan muncul di kancah Nasional pertama kali adalah Sandur Tuban.
"Sempat juara umum Provinsi tahun 2014, tingkat Nasional dapat 3 nominasi. Itu adalah perjalanan mengungkap kesenian tradisional yang hampir hilang," kenang Mardi yang telah menggeluti Sandur sejak tahun 1989 sampai sekarang.
Dibalik capaian yang telah diraih, kini Sandur Tuban hanya hidup dalam satu dua komunitas saja yang masih aktif dan sedikit muncul, salah satunya di Kecamatan Semanding. Dan tak menutup kemungkinkan juga masih ada pelaku Sandur dengan gerakannya hanya jadi bayangan di antara kesenian lokal.
"Sebenarnya masih ada, hanya saja generasi peminatnya yang minim," pungkasnya. [feb/rom]
*Foto dokumentasi pribadi Sandur Bojonegoro