Oleh: Mochamad Nur Rofiq
blokTuban.com - Setelah membahas sifat ikhlas di bab ke empat dari kitab Idhotun Nasyi'in, siang ini kita akan mengkaji sifat 'Putus Asa'. Tentu dua sifat ini sangat bertolak belakang, dan semoga generasi muda saat ini tidak terjangkit yang namanya putus asa. Aamiin.
Syekh Musthafa Al-Ghalayani (pengarang kitab Idhotun Nasyi'in) mengatakan, tidaklah keputusasaan melanda suatu bangsa, melainkan melumpuhkannya. Tidak pula sifat putus asa itu menghinggapi hati suatu bangsa kecuali akan melemahkannya.
Betapa sangat melumpuhkan kelemahan hati itu. Sesungguhnya kelemahan hati itu merupakan penyakit yang lebih menyakitkan daripada penyakit jasmani, dan lebih jelek bekasnya daripada hantaman pedang yang tajam.
Adapun kelemahan yang merupakan akibat pengaruh dari sekian banyak pengaruh sifat putus asa itu, dapat membuat seseorang hidup seperti binatang. Dia tidak memahami arti kehidupan ini, kecuali seperti apa yang dipahami oleh binatang dengan instingnya. Berupa makan makanan dan minum minuman yang enak serta menikmati kesenangan lainnya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menggandengkan sifat putus asa dengan kefakiran. Seperti dalam FirmanNya:
"Janganlah kamu semua berputus asa dari rahmat Allah, sebab sesungguhnya tidak ada yang suka berputus asa dari rahmat Allah itu melainkan golongan orang-orang kafir"
Perlu diperhatikan, betapa besar dosa yang berputus asa itu.
Dosa tersebut bukan hanya menyengsarakan pelakunya di akhirat nanti, tetapi dosa tersebut menghambatnya juga dalam kehidupan di dunia ini. Sebab, apabila orang yang telah kena penyakit putus asa, diberi beberapa urusan yang harus dikerjakan merasa keberatan, dan hasilnya tidak segera tampak.
Maka sudah dipastikan masyarakat melihatnya akan berpaling atau mundur. Seperti mundurnya orang yang penakut menghadapi orang-orang pemberani.
Padahal kalau bangsa ini mau tekun melakukannya, rajin mengusir perasaan yang menghalanginya dalam menyelesaikan pekerjaan itu, dan mau teguh dalam menghadapi berbagai kesulitan yang ada. Serta berusaha menundukkan rintangan tersebut dengan keseriusan yang sungguh, dengan semangat yang menyala, dan pikiran yang tajam, tentu persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan sempurna. Sebuah keniscayaan, tentu akan memperoleh hasil yang diinginkan.
Tetapi jika dia putus asa. Kembali ditegaskan, putus asa adalah sifat yang menghancurkan cita-cita dan merobohkan sendi-sendi perjuangan.
Kalau engkau mencoba menghadap pada sebagian besar orang-orang (putus asa) di lingkungan kita, yang menurut pandangan kita bahwa mereka itu mampu melaksanakan pekerjaan besar, yang manfaatnya kembali kepada bangsa dan negara untuk mengurus suatu persoalan yang bermanfaat, maka dia menolaknya dengan alasan yang tidak jelas dan tidak masuk akal.
Apa alasan orang yang ujiannya putus asa, terhadap keberhasilan pekerjaan dan sulitnya mencapai keberhasilan? Semua itu sungguh bukan alasan. Sama sekali tidak benar alasan yang mereka ucapkan itu.
Rasa dari dada kita semua. Semoga Allah memaafkan orang yang biasa putus asa dan mengangkat mereka dengan cita-cita yang luhur. Serta menuntun mereka pada perbuatan yang baik.
Sesungguhnya putus asa, telah menjangkiti seluruh hati manusia, kecuali sebagian kecil saja. Putus asa telah melingkar pada jiwa semua manusia, kecuali jiwa orang yang telah dijaga oleh Allah dengan cahaya harapan. Sehingga mereka dapat memahami akibat lalu berusaha memperbaiki keadaan agar dapat memetik hasil perjuangan di masa mendatang.
Syekh Musthafa Al-Ghalayani juga berpesan, sebagai generasi muda jangan sampai kita menjadi orang-orang yang berputus asa, pemalas, dan keterbelakangan. Putus asa hanyalah suatu kematian atau ketidakberdayaan dalam hidup.
Parahnya lagi, putus asa adalah suatu bencana yang menyengsarakan setelah mati. Maka, mari kita singkirkan keputusasaan dan tegakkan kegairahan dan kesemangatan. Pasti kita nanti menjadi orang yang jaya dan bahagia. [rof/ono]