Ini Makanan Milik Umat

Penulis: Edy Purnomo
 
blokTuban.com - Namanya pesantren. Tempat anak-anak menimba ilmu. Pesantren juga bisa dibilang sebagai kawah candramuka santri untuk menempa mental di samping spiritual. Tidak jarang ditemukan anak-anak yang bandel ketika di pondok, tetapi menjadi orang sukses dan dibutuhkan banyak orang setelah lulus. Kata sebagian orang, itulah salah satu berkah belajar di pondok pesantren.
 
Pesantren tidak hanya menangani pendidikan anak yang pandai dan penurut. Tapi juga berusaha membuat anak-anak yang awalnya berkarakter badung berubah menjadi lebih baik. Pendidikan karakter inilah yang terkadang menyimpan segudang cerita. Tidak hanya santri, tapi juga guru pengajarnya.
 
Di bawah ini kisah tentang seorang santri yang dipercaya Kiainya untuk ikut menjadi guru pengajar di pesantren.
 
Rozaq, nama yang kita hadirkan lagi di cerita ini. Dia merupakan seorang santri yang baru lulus dari pesantren. Tapi diminta kiaii pengasuhnya untuk ikut mengajar santri-santri baru. Permintaan yang tidak mungkin dia tolak, karena datang dari orang yang sangat dia hormati.
 
Selama nyantri, Rozaq juga belajar di salah satu kampus swasta di luar pondok. Karena tergolong mahasiswa yang cerdas, ternyata dia juga diminta mengajar di salah satu Madrasah Aliyah Negeri yang cukup ternama di kotanya.
 
Jadilah saat menjelang kelulusannya dia mendapat dua kesempatan mengajar: di pondok pesantren dan MA di luar pondok.
 
Rozaq, karena sudah menjadi guru punya panggilan baru: Pak Rozaq. Sementara ini dia masih nyaman tinggal berbaur bersama para santri di asrama pesantren. Ya...darah nyantri masih panas di diri pak Rozaq. Dia masih enggan meninggalkan kamar dan asramanya meski sudah menjadi guru.
 
Setiap pagi dia berangkat ke sekolah untuk mengajar, dan siang sampai malam harinya dia pulang ke pesantren mengambil jam buat mengajar santri.
 
Suatu kali Pak Rozaq mendapat tugas dari sekolah. Dia diminta sebagai koordinator acara merangkap seksi konsumsi. Kajian digelar setiap hari Sabtu, sehingga setiap Jumat siang selepas mengajar dia harus berbelanja makanan ringan dan air mineral.
 
Barang belanja sementara dia simpan di sudut kamar pondok pesantren yang dia tempati. Selepas itu, dia bergegas ganti pakaian untuk memulai aktivitas mengajar di pondok pesantren.
 
"Besok Sabtu tinggal angkut ke sekolah," begitu pikir guru muda ini.
 
Namun, betapa kagetnya Pak Rozaq usai salat Subuh keesokan harinya. Snack yang dia siapkan ternyata berkurang separuh, begitu juga dengan air mineral yang ada di dalam dus.
 
"Duh, siapa ya yang ambil?" tanyanya dalam hati.

Sambil ke sekolah dia mampir ke pasar untuk menutupi kekurangan konsumsi. Satu minggu setelahnya, dia berbelanja lagi untuk keperluan konsumsi di hari yang sama dengan pekan sebelumnya. Tidak ingin kejadian kemarin terulang, dia  memberitahu santri-santri yang ada di dekat kamarnya untuk tidak mengambil makanan dan minuman itu.
 
"Bisa jadi kemarin para santri tidak tahu itu punya saya, jadi diambil begitu saja. Ya sudah sekarang saya umumkan saja," fikir pak Rozaq yang selalu berbaik sangka.

Dia kemudian mengajar malam seperti biasa. Lagi-lagi dia dibikin kaget. Ketika kembali ke kamar, konsumsi untuk sekolah yang dia beli berkurang lagi. Jumlahnya memang tidak sebanyak kemarin.
 
"Lha...kok bisa berkurang lagi." Pak Rozaq jadi semakin bingung.
 
Di kamar pondok, dengan sabarnya Pak Rozaq menegur santri-santri dan mengingatkan kalau makanan dan minuman itu bukan haknya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa setelah mengetahui yang mengambil makanan itu adalah santri kamar sebelah, yang menyangka makanan itu kiriman dari seseorang untuk para santri seperti biasanya.
 
"Mboten ngertos itu punya pak Rozaq buat di sekolahan," kata si santri polos.

Pak Rozaq hanya menghela napas. Dia tidak mungkin bisa memarahi santri yang tidak tahu kalau barang itu adalah miliknya.
 
"Kali ini ya sudahlah," pikirnya gemas.
 
Besok dia akan memasang tulisan di makanan itu agar para semua tahu. Dengan begitu, dia bisa punya alasan buat marah dengan santri kalau makanan itu masih diambil. Gemas rasanya beberapa kali merasa “dikerjaian”.
 
Hari yang dinanti tiba. Jum'at ketiga, dia datang dengan membawa makanan dan air mineral hasil berbelanja. Dua benda juga dipersiapkan kali ini: secarik kertas dan spidol besar.
 
"Jangan Diambil MILIK UMAT," tulis Pak Rozaq besar-besar di kardus makanan.
 
Dia berpikir, dengan menuliskan kata umat para santri akan berpikir seribu kali buat mengambilnya. Karena sudah tahu itu bukan haknya.
 
Harapan tinggal harapan. Rencana tinggal rencana. Snack dan air minum mineral itu justru ludes tak bersisa. Beberapa santri tampak dengan enaknya, tanpa rasa takut makan di pinggir kardus dan plastik besar sisa pembungkus makanan. 
 
"Woi kalian. Benar-benar kurang ajar. Makan bukan haknya tanpa rasa malu. Apa kalian sudah tidak menghormati saya?" kali ini Pak Rozaq marah sejadi-jadinya melihat tingkah santri yang menurutnya sudah di luar batas.
   
Santri yang ada di ruangan itu terdiam. Kali ini, Tolibin, seorang santri senior memberanikan diri maju ketika ditanya Pak Rozaq. 
 
"Ngapunten tadz, katanya ini milik umat. Tadi ada yang ngasih tahu sehingga para santri yang tidak mengaji langsung ke sini untuk makan," katanya setengah ketakutan sambil membawa tulisan yang dibuat Pak Rozaq 
 
Dengkul Pak Rozaq langsung lemas. Jangankan marah, dia justru tertawa terpingkali-pingkal menyadari kalah cerdik dia dengan para santrinya.(*)
 
*Cerita diolah berdasarkan kisah nyata
Selama bulan puasa redaksi blokTuban.com mengangkat kisah, cerita, dongeng, nasehat dan tradisi yang didapat dari pondok pesantren. Kisah bisa didapat dari penuturan santri, kyai, ataupun sumber-sumber lain.