Oleh: Andriana Wahyu Hartanti, S.Pd
blokTuban.com - Anak berkebutuhan khusus (ABK) yang masih memiliki kemampuan kognitif yang baik, masih dapat mengenyam pendidikan di sekolah umum atau sekolah reguler yang menerapkan atau menyelenggarakan pendidikan inklusif.
Artinya, sekolah reguler yang di samping menerima siswa-siswi reguler/umum juga menerima siswa-siswi yang menyandang kebutuhan/karakteristik khusus yang secara spesifik membutuhkan penanganan dan pelayanan khusus pada pendidikannya.
Jika anak berkebutuhan khusus masih mampu untuk belajar di sekolah umum dengan pendidikan inklusif, alangkah lebih baiknya jika mereka tidak perlu belajar di sekolah luar biasa/SLB.
Karena pada prinsipnya anak berkebutuhan khusus juga mempunyai hak yang sama untuk belajar dimana saja/sekolah yang mereka inginkan.Tidak harus di sekolah luar biasa (SLB) atau SDLB dengan tanpa adanya diskriminasi antara siswa reguler dengan siswa yang berkebutuhan khusus (education for all).
Namun sekolah yang menyelenggarakan dan menerapkan pendidikan inklusif, dalam hal kedisiplinan harus lebih fleksibel. Karena memang anak berkebutuhan khusus memiliki karakteristik yang tidak sama dengan anak reguler.
Para guru di sekolah inklusif harus lebih memahami anak didik yang berkekhususan. Sehingga semua anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah inklusif mendapat hak dan kewajiban yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Dan sekolah pun dapat memberikan semua kebutuhan yang dijanjikan sesuai dengan kemampuan sekolah.
Walaupun sudah ada PERMENDIKNAS No. 70 tahun 2009 yang mengatur tentang pendidikan inklusif, tetapi hingga saat ini sekolah yang mau dan mampu menerima anak berkebutuhan khusus masih tebatas.
Padahal melalui PERMENDIKNAS ini diatur pendidikan yang menerima semua anak dalam satu layanan pendidikan, termasuk di dalamnya anak dengan kebutuhan khusus.
Kabupaten Tuban adalah salah satu kabupaten di wilayah propinsi Jawa Timur yang dijadikan contoh model pengembangan sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, sejak adanya HKI (Hellen Keller Indonesia) masuk ke Jawa Timur.
Ada lima sekolah model yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tuban yang masing-masing tersebar di lima wilayah kecamatan. Yaitu di Kecamatan Tuban kota adalah SDN Sidorejo II, Kecamatan Semanding SDN Sambongrejo, dan Kecamatan Senori SDN Medalem II. Juga di Kecamatan Merakurak ada SDN Mandirejo serta di Kecamatan Jenu SDN Purworejo.
Kelima sekolah model ini mendapatkan bimbingan dan pendampingan dari HKI dan Dinas pendidikan untuk dapatnya menjadi sekolah yang LIRP (Lingkungan Inklusif Ramah Pembelajaran), melalui workshop dan pelatihan guna meningkatkan kompetensi guru di sekolah tersebut agar dapat menjadi GPK (Guru Pembimbing Khusus) yang mendapat tugas tambahan untuk melayani pembelajaran ABK selain sebagai guru kelas.
Dengan ditunjuknya lima sekolah model di kabupaten Tuban ini, diharapkan dapat menjadi program percontohan sekolah inklusif. Nantinya juga dapat diterapkan di sekolah-sekolah reguler lainnya secara meluas.
Khususnya di seluruh wilayah kabupaten Tuban sehingga dapat mempercepat gerakan pemberian akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Dan diharapkan pula dalam waktu mendatang semua anak berkebutuhan khusus sudah mendapat akses pendidikan sehingga target pemerintah untuk menjadikan semua sekolah reguler menjadi sekolah yang inklusif dapat segera tercapai.
Sementara itu, untuk peningkatan kompetensi guru dalam menangani anak berkebutuhan khusus, Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tuban bekerja sama dengan Helen Keller Internasional/HKI. Telah melakukan pelatihan-pelatihan di lima sekolah model tersebut. Karena kompetensi para guru merupakan salah satu syarat mendasar yang perlu ditingkatkan.
Pelatihan-pelatihan yang telah dilakukan antara lain; pelatihan pendidikan inklusif manajemen berbasis sekolah fase I, yang telah terlaksana pada bulan Mei dan Juni 2012. Sedangkan fase II dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2012.
Juga telah dilaksanakan pula pelatihan bagi guru pembimbing khusus/GPK di lima sekolah model pada tanggal 2-6 Juli 2012. Hingga saat ini di setiap tahunnya khususnya di wilayah Kabupaten Tuban, Dinas Pendidikan kabupaten Tuban masih terus berupaya meningkatkan mutu/kompetensi para guru di seluruh kabupaten Tuban melalui workshop pendidikan inklusi.
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Timur beserta Helen Keller Internasiona/HKI akan terus mendampingi dan mengevaluasi pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah model yang ditunjuk hingga pada akhirnya dapat terwujud sekolah model inklusif yang betul-betul inklusif.
Khusus untuk SD Katolik Santo Petrus yang sudah menjadi salah satu sekolah swasta yang menyelenggarakan pendidikan inklusif sejak tahun 2012 secara mandiri, kemudian didukung dengan adanya penunjukkan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Tuban dengan Nomor SK Inklusi : 421.1/2529/414.050/2016.
SD Katolik Santo Petrus juga sudah mendapatkan fasilitas dari pemerintah berupa bantuan pelatihan/workshop bagi beberapa orang guru kelas untuk dapat menjadi guru pembimbing inklusi.
Hingga saat ini, SD Katolik Santo Petrus Tuban masih kompeten dan akan terus berkomitmen tinggi untuk melaksanakan pendidikan inklusif. Melalui validasi data tahun pelajaran 2017-2018 di SD Katolik Santo Petrus Tuban.
Saat ini memiliki jumlah siswa berkebutuhan khusus sebanyak siswa yang terdiri dari 3 siswa ABK kelas I, 4 siswa ABK kelas II, 3 siswa ABK kelas III, 5 siswa ABK kelas IV, 4 siswa ABK kelas V dan 2 siswa ABK kelas VI.
Adapun hambatan/jenis kebutuhan yang disandang siswa ABK di SD Katolik Santo Petrus Tuban juga beragam yaitu ASD (Autisme Spektrum Disorder), ADHD (Attention Divity Hyperaktif Disorder), Slow Leaner, Low vision dan SpLD (Specifik Learning Dificult).
Dengan adanya perbedaan karakteristik ini, menjadikan sekolah melalui para guru untuk mengembangkan strategi pendekatan pembelajaran MIR (mutiple intelegences research). Yaitu model pembelajaran yang berfokus pada kelebihan anak bukan pada kekurangan anak.
Sehingga semua anak tak terkecuali anak yang berkebutuhan khusus dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya minimal untuk activity daily living/ADL dan life skill yang mandiri berkarya dan dapat berguna bagi lingkungannya.
Untuk membantu pelaksanaan proses pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus yang ada di SD Katolik Santo Petrus Tuban telah ada 1 orang guru pembimbing khusus. Guru ini telah terlatih yang berbasic Pendidikan Luar Biasa (PLB) untuk mendampingi guru kelas. Dalam kegiatan belajar mengajar utamanya dalam pemberian program pembelajaran individual/PPI dan program khusus/Speech terapy dan okupasi terapy.
Sedangkan untuk mengidentifikasi dan melakukan assesment terhadap siswa berkebutuhan khusus SD Katolik Santo Petrus Tuban juga menjalin kerjasama/MOU dengan profesional. Yaitu dengan lembaga Psikologi Renaning Siwi Univ.Katolik Soegiyopranoto Semarang.
Juga lembaga Psikologi Bina Insani Blora (sr. Elfrida, S.Psi), Pusat Layanan Low Vision Pertuni Jogjakarta, Pusat layanan Psikologi Unika Widya Mandala Surabaya dan beberapa lembaga therapy ABK yang ada di Surabaya.
Misalnya Hope Special Kids Learning Center, Matahari Learning Center dan Klinik Tumbuh Kembang Anakku Surabaya. Secara berkala lembaga mengirimkan laporan perkembangan dari masing-masing anak berkebutuhan khusus yang secara rutin menjalani terapi di sana.
Dengan demikian telah tercipta hubungan timbal balik antara sekolah dengan stake holder untuk bersama-sama satu misi satu visi satu tujuan demi pengembangan pendidikan inklusif.
“ Education should train the child to use his brain, to make for him self a place in the world and main tain his rights even when it seems that society would shove him in to the scrap heap “ (Helen Adam Keller, 1934)
“ Pendidikan seharusnya melatih anak agar mampu berpikir, menciptakan ruang bagi keberadaan dirinya di dunia, dan mempertahankan hak-haknya, bahkan ketika masyarakat mengganggapnya tak berarti’’.(*)
*Penulis adalah Guru Pembimbing Khusus/GPK inklusif SD Katolik Santo Petrus Tuban