Oleh: Sri Wiyono*
Manusia wajib berusaha. Tuhan yang menentukan dari segala usaha yang dilakukan manusia. Mengabulkan atau tidak usaha itu, adalah hak prerogatif Tuhan. Namun kebaikan niat dan kesungguhan berusaha bakal mendekatkan pada keberhasilan. Selama mau berusaha, selalu ada jalan. Tidak ada yang tak mungkin.
Keterbatasan dari satu sisi, melahirkan kelebihan di sisi yang lain. Sehingga niat dan tak berputus asa berusaha harus terus dipegang. keterbatasan-keterbasan terkadang menjadi sebab kemuliaan datang.
Dalam sebuah hadist diceritakan; suatu saat salah satu sabahat Rasulullah bernama Abdullah bin Ummi Maktum berniat meminta keringanan untuk tidak ikut salat berjamaah di masjid. Padahal Rasulullah mewajibkan untuk salat jamaah di masjid.
Permohonan itu disampaikan sahabat Abdullah bin Ummi Maktum setelah keduanya terlibat dalam diskusi yang panjang. Kala itu, sahabat Abdullah menjadikan keterbatasan fisiknya sebagai alasan untuk menerima keringanan tidak salat jamaah di masjid. Memang, sahabat Abdullah bin Ummi Maktum ini tuna netra alias buta.
Abdullah bin Ummi Maktum mengatakan, dia akan kesulitan mencapai masjid untuk salat berjamaah karena tidak punya penuntun. Tidak ada orang yang menuntunnya ke masjid saat waktu salat tiba. Sehingga, dia merasa kesulitan mencapai masjid. Alasan itu, semula bisa diterima Rasulullah, sehingga dia diberi keringanan untuk tidak salat jamaah di masjid.
Lalu Abdullah bin Ummi Maktum pamit dari hadapan Rasulullah. Namun, baru berjalan beberapa langkah, Rasulullah memanggilnya, seraya bertanya. Apakah Abdullah mendengar azan saat masuk waktu salat? Abdullah menjawab mendengar.
Atas jawaban itu, Rasulullah berubah sikap. Abdullah bin Ummi Maktum tetap diwajibkan salat jamaah di masjid. Karena masih mendengar azan, artinya rumahnya dekat dengan masjid, sehingga wajib salat jamaah di masjid.
Hari-hari selanjutnya, Abdullah bin Ummi Maktum menjadi sahabat yang cerdas dan pandai. Dia banyak menyerap ilmu dari Rasulullah dan menghafal Alquran. Sehingga dia menjadi sahabat yang alim dan disegani karena ilmunya.
Rasulullah pun lantas sangat percaya dan yakin akan keilmuan Abdullah bin Ummi Maktum ini. Bahkan, saat Rasulullah keluar kota, jabatan pemimpin Madinah dipercayakan pada Abdullah bin Ummi Maktum. Sebuah kepercayaan yang tidak main-main.
Meski keterbatasan di penglihatan, Abdullah bin Ummi Maktum sangat bersemangat menyebarkan Islam. Saat hijrah dari Makkah ke Madinah misalnya, dialah salah satu sahabat yang datang paling awal ke Madinah. Dia meninggalkan segala harta bendanya di Makkah demi untuk menyebarkan Islam di Madinah, mengikuti perintah Rasulullah.
Saat ada panggilan perang pun, Abdullah bin Ummi Maktum tak ketinggalan. Dia menjadi bagian dari pasukan kaum muslimin. Meski sebenarnya Abdullah bin Ummi Maktum masuk dalam pengecualian tidak ikut perang, karena dinilai tidak mampu karena keterbatasannya.
Namun Abdullah bin Ummi Maktum tetap maju ke medan laga dengan gagah berani. Dia bertugas memegang bendera kaum muslimin dalam perang. Pada masa Khalifah Umar, Abdullah bin Ummi Maktum meninggal menjadi salah satu syuhada dalam sebuah perang besar.
Pelajarannya adalah jangan mudah menyerah. Tetap bersemangat dan membaikkan niat. Karena selalu ada jalan yang menjadi jawaban setiap persoalan. Kabupaten Tuban saat ini sedang menghadapi masalah cukup pelik. Dua proyek besar yang direncanakan menemui jalan buntu ketika lahan yang dibutuhkan belum bisa dicukupi.
Proyek jalan lingkar hingga saat ini belum dimulai, ketika persoalan pembebasan lahan belum tuntas. Masih ada beberapa pemilik lahan yang kurang terima dengan harga yang ditawarkan pemerintah. Langkah hukum sudah digelar dan belum tuntas juga.
Proyek jalan lingkar yang diniatkan untuk mengurangi kepadatan kendaraan yang melintas di dalam kota ini entah kapan dimulai. Yang jelas, semakin hari lalu lintas dalam kota semakin padat. Tengoklah ketika pagi dan sore hari, betapa kroditnya lalu lintas di jalan-jalan utama Bumi Wali.
Yang terbaru, adalah penolakan warga pemilik lahan yang akan dibebaskan sebagai bagian dari proyek besar pembangunan kilang minyak. Sosialisasi sudah dilakukan, namun hingga detik ini masih belum ditemui jalan. Warga masih kukuh menolak menjual lahan milik mereka. Entah sampai kapan.
Penolakan itu, juga tak lantas membuat proyek akan terhenti. Proyek nasional itu tetap akan berjalan. Pemerintah bisa menggunakan perangkat aturan untuk 'memaksa' pemilik tanah menyerah.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum bisa digunakan. Jika sampai batas waktu yang ditentukan habis, namun lahan yang bakal dijadikan lokasi proyek belum berhasil dibebaskan, pemerintah bisa menganggap warga pemilik lahan setuju.
Apakah langkah itu akan ditempuh dan benar-benar dilaksanakan? Apakah tidak ada jalan lain yang bisa mengurai kejumudan tersebut? Akan selalu ada jalan untuk membuka ruang buntu itu. Selama ada kebaikan niat, keterbukaan hati dan kelapangan dada untuk mencari jalan terbaik titik terang bakal didapat. Semoga muncul solusi terbaik, agar warga maupun pemerintah sama-sama menjadi pemenang. Wallahu a'lam.(*)