Oleh: Muhammad A. Qohhar
blokTuban.com - Tidak biasanya Kang Sabar keluar rumah sambil berjaket tebal, memakai sarung dan peci putih. Selain itu masih ada syal Persibo Bojonegoro warna oranye terlilit di lehernya. Sambil berjalan menyusuri tanggul desa, karena berbatasan langsung dengan Bengawa Solo, ia meyilangkan tangan di dada. Bersedekap. Tubuhnya menggigil dan dari mulutnya saat membuang nafas seperti mengeluarkan asap putih.
"Berrrr. Dingin banget pagi ini." Kang Sabar menggumam, sambil terus melangkahkan kaki menuju ke tempat yang biasa dipakai mangkal para penambang pasir di sungai.
Beberapa kali ia berpapasan dengan ibu-ibu yang tengah membawa kambing untuk digembalakan. Maklum, saat puasa biasanya mereka lebih pagi memberi makan hewan ternak, karena tidak sempat untuk mencarikan rumput. Setiap pagi, kambing sudah dibawa ke tanggul atau lahan kosong di tepi bengawan, dan setelah matahari mulai terik, maka mereka bergegas untuk mecarikan pepohonan teduh agar tidak kepanasan sambil diberikan menum.
"Kamu sakit Sabar?" tanya Kang Samin dari balik dinding surau (langgar atau musala).
Kaget ada yang memanggil, Kang Sabar segera menoleh ke sumber suara. Ternyata Kang Sami sudah keluar dengan senyum mengembang. Ia memakai sarung dan kaos singklet warna putih. Sementara baju koko abu-abu kusam tersampir di pundak sebelah kiri.
"Nggak tau Kang, dingin banget udaranya. Sejak semalam menggigil tubuhku," jawab Kang Sabar.
Setelah menjawab pertanyaan, Kang Sabar terus melangkah ke tepi bengawan. Kang Samin mengikuti dari belakang dan sahabat karib sejak kecil itu kembali melanjutkan bincang-bincang pagi sambil terus melangkah. Jalan bekas roda truk pengangkut pasir begitu licin, karena rumput lusuh warna hijau pudar itu ujungnya dipenuhi embun.
"Ini musim apa to Kang, kok masih hujan saja. Beberapa tahun belakangan ini kok tidak masanya?" tanya Kang Sabar sambil menoleh ke belakangan.
"Lha itu, aku juga tidak tau. Apa ini dinamakan kemarau basah ya? Aku mendengar kemarin dari berita radio yang membacakan berita internet blokBojonegoro.com," jawab Kang Samin sekenanya.
"Cie... ciee... Kang Samin tau internet to? Lagaknya kok seperti anak-anak zaman sekarang saja." Kang Sabar tertawa sambil seperti meledek.
Kang Samin terdiam. Cuma menggaruk kepala saja, walau tidak gatal. Sebenarnya memang ia juga tidak mengetahui internet itu seperti apa, karena tidak pernah membuka. Setahu dirinya cuma radio dan televisi ketika mengikuti berita terkini. Setiap pagi ia tidak pernah absen di pinggir radio untuk medengar berita seputar Bojonegoro dan sekitarnya.
"Lha ya, saya orang tua dan hidupnya di desa. Jadi maklum jika tidak tau internet. Jangan ngeledek kamu ah," seloroh Kang Samin.
"Tapi saya terus mengikuti perkembangan berita, jadi tau ada kejadian apa di Bojonegoro dan sekitarnya. Ya lewat radio itu, katanya dapat berita bB. Mbuh opo bB kuwi yo (Nggak tau bB itu apa ya)."
Melihat lawan bicaranya kebingungan, Kang Sabar semakin tertawa lepas. Baru kali ini ia seperti menang. Sebab, ia sering diberi nasihat Kang Samin, terutama soal-soal agama dan sekarang ini gilirannya menjelaskan ke Kang Samin. "Bener nggak tau ta Kang kamu," tanya Kang Sabar mengulangi.
"Benar Sabar. Kalau tau, ya saya ngak akan bingung. Coba jelaskan, biar ngak dianggap gaptek. Lha bisa bilang gaptek, tapi ya aku tidak tau artinya. Itu kata cucuku, yang menuding kakek gaptek," tambah Kang Samin sambil meringis tersenyum.
Karena sering berhenti, dua orang desa itu tidak sampai-sampai di lokasi tempat mereka terbiasa bersantai. Yakni gubuk di lahan milik Solo Valley yang tegah digarap Kang Samin. Di sekitar gubuk banyak ditumbuhi jagung yang telah mulai subur. Apalagi hujan beberapa hari belakangan ini, tepatnya sejak puasa pertama telah memberi kehidupan lebih.
"Kang, berita internet itu yang ditulis wartawan media online. bB kepanjangan dari blokBojonegoro.com, salah satu media online terkemuka di Bojonegoro. Kalau di Tuban ada blokTuban.com. Jadi, penyiar radio itu kalau baca berita dari internet dan menyebut nama bB, berarti berita yang diambil dari blokBojonegoro.com," terang Kang Sabar.
"Wuiihhhh, kamu kok paham betul Sabar. Ternyata kamu lumayan cerdas sekarang, tidak seperti saat sekolah selalu nomor dua dari belakang." Giliran Kang Samin meledek.
"Tapi kamu benar pernah membuka blokBojonegoro.com?" Kang Samin bertanya dengan mimik muka bersugguh-sungguh.
Suasana hening sejenak. Kang Sabar tidak segera menjawab. Kini giliran dirinya yang menggaruk-garuk kepala. Sambil sesekali tertawa, tetapi tidak terdengar suara meledaknya. "Nggak pernah Kang."
"Oalah, damen (batang padi kering sisa bulirnya yang sudah dirontokkan) kamu itu. Aku mbok apusi yo (saya kamu bohogi ya)," bentak Kang Samin dengan gigi beradu seperti menggigit.
"Informasi itu benar kok Kang. Saya mendengar saat ada teman ojek yang masih muda menunjukkan berita online bB. Makanya saya bisa cerita. Bagus bener kang, ada tulisan kedap-kedipnya juga," jawab Kang Sabar.
"Mana mungkin saya bisa buka internet, HP saja masih model tempo dulu yang suaranya tulit-tulalit."
"Sudah-sudah Sabar, tambah emosi dan puasaku bisa batal nanti. Eh, kamu sudah enakan badannya, kok syal sama jaketnya dilepas?" Kang Samin kembali bertanya.
"Sudah Kang, Alhamdulillah. Berkah turun hujan dan disembuhkan dengan tertawa lepas melihat Kang Samin gaptek. Seperti kata cucunya," jawab Kang Sabar sambil kembili meledek teman di sebelahnya.
"Owalahhh, tak bualang pacul tenan kok (Ealahh, tak lempar cangkul entar)," teriak Kang Samin.
"Sabar ya Kang, sabar. Seperti aku gini lho, selalu sabar. Makanya ibuku memberi nama Sabar."
Mereka berdua akhirnya sama-sama tertawa lepas sambil menikmati aliran air sungai terpanjang di Pulau Jawa tersebut. [mad]
*Penulis: reporter blokMedia Group (blokBojonegoro.com dan blokTuban)