Reporter: Dwi Rahayu
blokTuban.com - Angka 13, terlebih bagi usia sebuah organisasi atau lembaga tidaklah kecil. Pada 14 Februari 2004 silam, sekelompok aktivis perempuan mendeklarasikan diri sebagai bagian dari Koalisi Perempuan Ronggolawe.
Hari ini, 13 tahun yang lalu merupakan tonggak perjuangan persamaan gender, utamanya hak perempuan di tengah masyarakat. Cukup unik, pada tanggal yang sama sebagaimana dunia merayakan yang namanya hari Valentine atau hari kasih sayang.
"Sengaja dipilih tanggal 14 karena pada waktu itu masih boomingnya peringatan Valentin. Supaya bisa memecah konsentrasi pemuda, dibuat seminar dan deklarasi," kata Direktur KPR, Nunuk Fauziyah.
Dalam perjalanan, rupanya pengalaman-pengalaman turut mengiringi eksistensi KPR singkatan Koalisi Perempuan Ronggolawe. Beberapa berkah dan ancaman hingga teror pernah dialami kelompok ini.
Tepatnya 2015, saat itu KPR tengah menjalankan salah satu programnya yaitu melakukan pendampingan atau advokasi korban kekerasan perempuan dan anak. Seorang anak ditengarai telah dituduh melakukan pencurian kendaraan bermotor dan mendapat perlakuan kekerasan. Malangnya bocah tersebut diketahui tidak dapat mengendarai sepeda motor dan tindakan tersebut dilakukan oleh seorang oknum aparat dengan jabatan seorang Kepala Unit (Kanit).
Nunuk menceritakan, ia sempat menerima teror dan mendapati tengah disadap. Berbagai ancaman yang mengancam jiwa berkali-kali ditujukkan pada KPR. Kemudian waktu itu, di tengah malam, ia mengendarai mobil seorang diri. Panggilan masuk melalui telepon seluler miliknya, sebuah nomor yang tidak diketahui.
"Suara itu bilang, Bu Nunuk mengemudi sendirian, hati-hati ya," ujar perempuan lulusan magister tersebut menirukan suara asing.
Sebelumnya, juga beredar kabar kalau kantor KPR dimata-matai intel, hal cukup menganggu tentunya. Kemudian masih soal kasus tersebut, KPR diundang dalam dialog di salah satu televisi swasta yang dibekali dengan program 'Mata Najwa'.
"Kita duduk satu meja waktu itu dan hukuman yang diterima oknum aparat (pelaku tindak kekerasan) berupa administrasi, dipindah tugaskan dengan penurunan jabatan dan tidak dapat naik jabatan," tuturnya.
Selain itu, KPR yang juga menjalankan program life skill atau keterampilan yang mengembangkan bakat masyarakat, akhir-akhir ini hasil pendampingan tersebut diklaim sebagai upaya kembali ke alam, dengan melaunching batik menggunakan pewarna alami.
Pendampingan-pendampingan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat tersebut dikatakan tidak dipungut biaya sepeser pun. Sumbangsih ilmu dan keterampilan tersebut agaknya kian memupuk rasa solidaritas dan berbagi. Buktinya, tiap kali musim panen, apapun jenisnya, kantor KPR yang saat ini beralamatkan di Jalan Latsari 1 nomor 1926 Kelurahan Latsari mendapat hasil panen. Bisa dibilang apa yang dipanen dan dimakan masyarakat yang pernah bersinggungan dengan KPR, pula dirasakan oleh organisasi.
"Sering kita dapat pisang, srikaya dan hasil panen lainnya bahkan sampai berkardus-kardus. Atau, tidak jarang mereka memberi barang berupa tas mahal dan terkadang baju," katanya menambahkan.
Kini tepat 14 Februari 2017, genap 13 tahun KPR eksis di bidang advokasi, penyuluhan dan pendidikan non formal, yang fokus pada anak dan perempuan. Hampir 3.000 relawan menjadi bagian KPR, merekalah ibaratnya pioner yang memberikan simpati dan empati terhadap korban praktik patriarki yang masih berjalan di sudut-sudut ruang dan lingkup kehidupan masyarakat. [dwi/rom]
*Foto doc. KPR tahun 2012 silam saat kegiatan pendampingan di masyarakat.