Reporter: Dwi Rahayu
blokTuban.com - Tidak ada yang diharapkan pasca banjir ini. Terutama warga Desa Karangtinoto, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban. Dari 432 hektare, sekitar 326 hektare tanaman padi dipastikan puso atau gagal panen akibat terjangan banjir.
Pada sejumlah area persawahan, tepatnya di Dusun Tromerto desa setempat dari jarak jauh dapat dilihat beberapa petak padi masih berdiri. Namun saat mendekat, warna batang padi hijau kehitaman. Akibat banjir merendam kurang lebih sepuluh hari, praktis tanaman tak dapat seperti semula.
"Padi saya yang biasanya dapat 8 kwintal hilang tinggal lumpur. Ada yang tersisa juga tidak bisa dipanen," kata warga setempat Kartining.
Setelah dua kali menebar pupuk, perempuan tersebut tidak dapat berharap lebih. Tanaman padi miliknya yang berusia sekitar dua bulan tersebut tidak tersisa kecuali batang padi yang mulai membusuk.
"Rata-rata usia padai sudah 60 hari, sudah mulai semburat kekuningan (berisi, red)," terang Kepada Desa Karangtinoto, Gunawan kepada blokTuban.com, Minggu (18/12/2016).
Batang padi yang seharusnya sudah mulai berisi, kini tidak dapat diharapkan kembali. Dari satu petak sawah, sudah mulai nampak bulir padi mulai tumbuh. Namun, percuma tidak ada isi.
Saat ditanya soal asuransi tani yang beberapa waktu lalu digemborkan Pemerintah Kabupaten Tuban, ia tidak mengetahui detail informasi tersebut. Hingga saat ini, kerugian di bidang pertanian mau tidak mau ditanggung warga bersangkutan.
"Di sini (Desa Karangtinoto, red) kebetulan ada empat kelompok tani (poktan). Tiga dari empat poktan tersebut bekerjasama dengan perusahaan pupuk mendapatkan ganti rugi melalui CSR," kata Gunawan menambahkan.
Diketahui, asuransi pertanian berlaku bagi petani kecil yang memiliki lahan di bawah 2 hektar. Asuransi pertanian dapat dimanfaatkan ketika petani sedang merugi. Semisal tanaman yang terserang hama atau penyakit, puso, terkena dampak bencana maupun kerusakan yang terjadi akibat alam.
Dengan ikut asuransi tersebut, semestinya petani akan mendapat ganti rugi Rp 6 juta per hektarnya saat mengalami bencana atau hal di luar kendali. Setiap bulan petani dikenakan angsuran sekitar Rp 36 ribu per hektar setelah disubsidi dari total keseluruhan sebesar Rp 180 ribu. [dwi/ito]