Oleh: Moch Sudarsono
Partai Komunis Indonesia (PKI), sebuah sejarah kelam yang kini sudah menjadi bangkai di Bumi Pertiwi. Bukan tanpa sebab saya menyebut PKI sudah menjadi bangkai, tetapi berdasar dengan ditetapkannya TAP MPRS XXV/1966 tentang Larangan Paham Komunisme di Indonesia. Praktis ibarat nyawa manusia, partai tersebut sudah dicabut nyawanya oleh Tuhan Yang Maha Esa di bumi Nusantara.
Dengan tarik ulur sejarah yang selalu diperdebatkan. Selalu dibesar-besarkan. Hanya untuk sebuah kepentingan besar dibelakangnya, yakni kepentingan International. Maka isu PKI pun selalu laku untuk mengoyak perpolitikan luar negeri Bangsa Indonesia.
Sebenarnya, benih PKI yang mulai nampak pada permukaan dimulai dari tahun 1920 an, telah menjadi atmosfir perpolitikan di Jaman Hindia Belanda. Sangat membuat pemerintah kolonial risau dengan pembangkangan dan pemberontakan yang terus dilakukan.
Dari masa itu, PKI mulai meredup saat Indonesia menuju masa Kemerdekaan. Dengan banyak ditangkapnya anggota dan kader yang melakukan pembangkangan kolonial dan diasingkan di Boven digoel.Ada yang lari keluar negeri dan bahkan hingga harus dibunuh. PKI kembali bangkit begitu Indonesia merdeka usai dibacakannya teks proklamasi oleh Soekarno Hatta.
Namun sudahlah, sebuah pengantar terkait awal sejarah PKI Pra-Indonesia Merdeka. Yang perlu kita kaji kembangkan bersama, adalah perkembangan PKI Pasca Indonesia merdeka.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Founding Fathers, Soekarno-Hatta. Maka secara De facto De Yure, keberadaan Indonesia di kanca International mulai diakui.
Negara yang mulai bergeliat untuk membangun negara yang benar-benar mewujudkan sosialisme Indonesia itu, harus melakukan hubungan bilateral dengan negara-negara lain. Itu sudah pasti harus dilakukan karena menyangkut dengan aktivitas perpolitikan luar negeri. Dipengaruhi oleh gaya perpolitikan Soekarno, yang sejak dini sudah kerap melahap buku-buku pemikiran barat hingga bergaul dengan kalangan Sosialis atau Sosialis Demokrat (Sosdem), maka gaya dalam memimpin Indonesia pun lebih kepada gaya ke timur-timuran atau non barat.
Pemikiran Soekarno yang anti barat tersebut sama dengan pemikiran komunis yang juga anti barat anti Amerika, Inggris dan sekutu lainnya. Kesamaan pikiran itulah yang membuat hubungan Presiden Pertama RI dengan PKI semakin harmonis. PKI seperti mendapat angin segar dengan power yang dimilki Soekarno saat menjadi Presiden.
Kutipan Soekarno yang populer salah satunya “Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian, bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.” Soekarno.
Kata tersebut amatlah dalam maknanya, seperti yang disampaikan diawal, bahwa Isu PKI adalah isu international. Isu tersebut digunakan Negara power untuk mengoyak perpolitikan di Indonesia. Dalam hal ini, Amerika tidak senang melihat kedekatan Indonesia dengan Komunis, tidak senang melihat Indonesia yang dipimpin Soekarno mesra dengan China, Rusia, dan beberapa negara Amerika latin yang berfaham sosialis.
Memuncak, di tahun 1965 perpolitikan dalam negeri mulai goyah. Segala harga kebutuhan melambung. Isu rasis mulai dimainkan hingga benar-benar negara dianggap gawat dan perlu tindakan cepat karena dalam keadaan genting. Bahkan, tak masuk diakal, beberapa Jenderal pun dibunuh ditahun 1965, atau yang kita kenal dengan peristiwa G-30S PKI. Lagi-lagi PKI yang menjadi subjek, saya tidak sedang membela PKI, namun saya hanya mencermati bahwa memang PKI layak untuk dikaji.
Tetapi aneh, dari pembantaian ketujuh Jenderal hanya satu yang lolos dan setelah itu dijadikan sebagai Ketua MPRS. Bahkan berani menolak pertanggung jawaban Soekarno dihadapan sidang dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden, dialah AH Nasution, atau yang dikenal kala itu dengan sebutan Pak Nas. Perisitiwa inilah yang disebut dengan Kudeta Militer, yang harus membuat Soekarno harus mengakhiri singgahnya di istana Kepresidenan.
PKI digunakan sebagai alat untuk menurunkan dan menaikan seseorang dengan segala kepentingan. Isu PKI yang digelontorkan saat itu terbilang sukses dengan mengakhiri karir Bung Karno sebagai Presiden.
Akhir-akhir ini tahun 2016, isu PKI kembali dihembuskan begitu kencangnya di-era pemerintahan Presiden Jokowi. Dengan panasnya isu PKI membuat telinga saya memanas hingga menjalar ke otak dan membuatnya justru encer kembali, bisa mem flash back memori lama yang masih menggumpal di kepala.
Dalam kaca mata perekonomian dan perpolitikan, isu PKI di Pemerintahan Jokowi ini bisa dikaitkan dengan Isu PKI di jaman Orde Lama, tepat ditahun 1964 Bung Karno mendeklarasikan Poros Jakarta Peking, Pyongyang dan Moskow. Poros inilah yang bikin gemetar AS dan negara barat lainnya. Situasinya sama seperti sekarang, saat Indonesia harmonis dengan China dan Rusia, maka AS dan sekutu akan berulah.
Isu ini menarik untuk kita kupas, ada yang perlu diketahui mengapa Isu PKI kembali berhembus kencang? Ada perisitiwa apa yang akan digapai Indonesia? Pertama saya akan menjawab, isu PKI sengaja diciptakan karena hubungan Indonesia dengan negara komunis mulai terjalin harmonis. Investasi Indonesia dengan China. Indonesia dengan Rusia mulai tertata, dari pinjaman uang, project pembangunan, dan kerja sama yang masih hangat diperbincangkan adalah investasi Rusia untuk kilang minyak di Tuban. Kedua, Indonesia sedang memperjuangkan momen atau peristiwa monumental yang tidak terpisahkan dari sejarah bangsa yakni Hari lahir Pancasila 1 Juni 1945.
Keduanya jika dikaji sangat berkaitan, ada yang bilang isu PKI hubunganya dengan sumber daya. Namun bagi saya isu PKI ada kaitannya untuk menghambat penetapan Hari lahir Pancasila yang monumental. Disadari atau tidak ideologi bisa merubah haluan bangsa.
Bisa bayangkan, jika semua orang fokus pada isu PKI termasuk saya, maka bukan tidak mungkin 1 Juni 2016 kemarin tidak akan terjadi sejarah besar yaitu penetapan hari lahir Pancasila. Sejarah monumental inilah yang akan menjadikan Indonesia semakin dewasa dalam menentukan arah kebijakan perpolitikan, seperti salah satu isi Tri Sakti Bung Karno, Berdaulat dalam bidang politik.
Sekarang begitu ditetapkannya 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila, maka Jenderal yang kerap kali berkoar-koar menghembuskan isu PKI sudah tidak lagi seksi untuk saya dengar, dan semoga hal itu juga berlaku bagi orang lain.
Bagi saya, isu yang PKI yang dihembuskan Jenderal itu sudah tidak bisa bergairah. Nyatanya Pancasila yang membuat orang semakin bergairah sekarang, dan Pancasila yang membuat bangsa Indonesia menemukan jati diri. Sesumbar sang Jenderal sekarang tak ubahnya sebuah ajakan yang provokatif, ditengah sukacita bangsa Indonesia menyambut hari bahagia setelah ditetapkannya hari lahir Pancasila. Bahkan, pernyataan isu yang disampaikan kerap kali membuat saya tertawa dengan kekonyolannya yang tidak masuk akal.
Maka dengan kata lain, isu PKI rontok usai ditetapkannya 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila. Semoga Pancasila bisa tertanam di setiap jiwa rakyat Indonesia. Dengan berpancasila, maka sudahlah kiranya kita mengabaikan isu-isu yang sudah pernah menjadi sejarah kelam dari sebuah bangsa besar. Isu yang hanya membuang energi dan menghambat langkah bangsa untuk lebih progres ke depan.
Semoga tulisan ini bisa menjadi referensi bagi kita semua, dalam menyikapi segala isu yang sedang berkembang yang berpotensi untuk menghancurkan bangsa Indonesia.
*Penulis
Mochamad Sudarsono
(Ketua DPC GMNI Tuban, 2014-2016)
Ilustrasi:: www.sultrakini.com