Reporter: --
blokTuban.com - Aksi terror yang terjadi di sekitar pusat perbelanjaan Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis lalu (14/1/2016) masih menjadi sorotan pemberitaan di seluruh media masa. Bahkan, sosial media pun masih ramai membahas tragedi tersebut dari berbagai sisi, mulai dari foto-foto peristiwa hingga berbagai hashtag yang beberapa diantaranya sempat menjadi trending topic di Twitter.
Teknologi saat ini memang sangat memudahkan untuk mengakses berbagai berita dan informasi terbaru. Dalam hitungan jam, bahkan dalam hitungan menit, akan muncul berita terbaru. Apalagi, setiap orang bebas untuk posting foto, video, atau informasi apapun di sosial media.
Paparan informasi yang bertubi-tubi, tak jarang membuat kita sulit untuk “menyaring” mana informasi yang benar dan mana informasi yang palsu. Lalu, bagaimana dengan anak-anak kita yang juga bisa dengan mudahnya terpapar berita tentang terorisme, baik melalui media massa maupun sosial media?
Menurut Sani Budiantini Hermawan, S.Psi., M.Si., Direktur & Psikolog Lembaga Konsultasi Daya Insani, dalam kondisi seperti ini orangtua harus mengantisipasi munculnya trauma pada anak, yang disebabkan oleh pemberitaan yang simpang siur.
“Trauma pada anak bisa terjadi ketika berita yang muncul menimbulkan ketakutan atau kecemasan berlebih. Misalnya, melihat gambar korban tanpa sensor. Ini bisa “menghantui” anak hingga sulit tidur atau bahkan mengganggu konsentrasinya. Di sinilah peran orangtua sangat penting untuk menenangkan anak dengan memberikan penjelasan yang benar,” jelas Sani.
Sani menambahkan, orangtua perlu berinisiatif untuk mengajak anak berdiskusi mengenai berita atau informasi yang didapatnya. Ini juga untuk mengantisipasi pengaruh teman atau lingkungan yang menyebarkan berita tidak benar untuk menakut-nakuti.
Ada baiknya, luangkan lebih banyak waktu untuk menonton berita bersama anak dan menanyakan pendapat anak. Sehingga, orangtua mengetahui bagaimana perasaan anak.
“Jika anak terlihat takut, orangtua bisa memberi penjelasan hal-hal yang positif pada anak. Misalnya meyakinkan anak bahwa sistem keamanan di Indonesia cukup baik untuk menangani serangan teroris, seperti aksi polisi yang cepat menghadapi para teroris kemarin.”
Berkaitan dengan hal ini, untuk menekan efek negatif pada anak terkait pemberitaan serangan terror, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan juga mengeluarkan panduan bagi orang tua bagaimana bicara pada anak tentang kejahatan terorisme:
- Cari tahu apa yang mereka pahami. Bahas secara singkat apa yang terjadi, meliputi fakta-fakta yang sudah terkonfirmasi. Ajak anak untuk menghindari isu dan spekulasi.
- Hindari paparan terhadap televisi dan media sosial yang sering menampilkkan gambar dan adegan mengerikan bagi kebanyakan anak, terutama anak di bawah usia 12 tahun.
- Identifikasi rasa takut anak yang mungkin berlebihan. Pahami bahwa tiap anak memiliki karakter unik. Jelaskan bahwa kejahatan terorisme sangat jarang, namun kewaspadaan bersama tetap perlu.
- Bantu anak mengungkapan perasaannya terhadap tragedi yang terjadi. Bilas ada rasa marah, arahkan pada sasaran yang tepat, yaitu pelaku kejahatan. Hindari prasangka pada identitas golongan yang didasarkan pada prasangka.
- Jalani kegiatan keluarga bersama secara normal untuk memberikan rasa nyaman, serta tidak tunduk pada tujuan teroris mengganggu kehidupan kita. Kebersamaan dan komunikasi rutin penting untuk mendukung anak.
- Ajak anak berdiskusi dan mengapresiasi kerja para polisi, TNI dan petugas kesehatan yang melindungi, melayani dan membantu kita di masa tragedi. Diskusikan lebih banyak tentang sisi kesigapan dan keberanian mereka daripada sisi kejahatan pelaku teror. [col]
Sumber: http://health.kompas.com/read/2016/01/18/091500823/Antisipasi.Trauma.pada.Anak.Akibat.Pemberitaan.Terrorisme.
Antisipasi Trauma pada Anak Akibat Pemberitaan Terrorisme
5 Comments
1.230x view