Berkurban Tapi Hewan yang Disembelih Ternyata Hamil? Ini Hukumnya!

Oleh: Dwi Rahayu

blokTuban.com - Berkurban pada Hari Raya Idul Adha merupakan salah satu ibadah sunnah sangat dianjurkan dalam Islam (sunnah muakkad). 

Anjuran berkurban dalam Islam merupakan bentuk syukur kepada Allah swt atas segala nikmat yang telah diberikan. 

Itulah sebabnya, daging hasil kurban harus dibagikan kepada orang lain sebagai bentuk saling berbagi dan membantu antara satu dengan yang lainnya. 

Namun bagaimana jika saat disembelih, hewan kurban ternyata dalam kondisi hamil?

Berdasarkan mayoritas ulama Mazhab Syafi’iyah tentuuya hal tersebut tidak diperbolehkan atau tidak sah.

Karena hamil pada dasarnya bisa memberikan pengaruh yang sangat signifikan pada hewan, yaitu sangat kurus ketika sudah melahirkan, bahkan daging janin yang ada dalam kandungan tidak bisa menjadi penambal kekurangan daging hewan yang hamil. 

Hewan kurban yang hamil sama halnya dengan hewan pincang yang gemuk, sekalipun memiliki daging yang sangat banyak, namun tidak bisa menutup kekurangan pincang yang diderita hewan. 

Pendapat ini sebagaimana dikutip dari NU ONline, menurut Sayyid Sa’id Muhammad Ba’asyin al-Hadrami dalam salah satu karyanya, yaitu: 

وَلَا يَجُوْزُ التُّضْحِيَّةُ بِحَامِلٍ عَلىَ الْمُعْتَمَدِ؛ لِأَنَّ الْحَمْلَ يُنْقِصُ لَحْمَهَا، وَزِيَادَةُ اللَّحْمِ بِالْجَنِيْنِ لَا يَجْبُرُ عَيْباً كَعَرْجَاءَ سَمِيْنَةٍ 
Artinya, “Tidak boleh berkurban dengan hewan yang hamil menurut pendapat yang mu’tamad, karena kehamilan hewan bisa mengurangi dagingnya, sedangkan bertambahnya daging disebabkan janin tidak dapat menutup kekurangan, seperti binatang pincang yang gemuk.” (Sayyid Sa’id, Syarh Muqaddimah al-Hadramiyah al-Musamma Busyral Karim bi Syarhi Masailit Ta’lim, [Darul Minhaj: 2004], halaman 698).

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Sykeh Sulaiman al-Bujairami dalam salah satu karyanya, ia mengatakan bahwa hewan yang hamil tidak sah untuk dijadikan kurban, karena dengan kehamilan bisa mengurangi dagingnya, 

وَالْحَامِلُ فَلَا تُجْزِئُ وَهُوَ الْمُعْتَمَدُ لِأَنَّ الْحَمْلَ يُنْقِصُ لَحْمَهَا وَإِنَّمَا عَدُّوهَا كَامِلَةً فِي الزَّكَاةِ ، لِأَنَّ الْقَصْدَ فِيهَا النَّسْلُ دُونَ طِيبِ اللَّحْمِ 

Artinya, “Hewan hamil tidak cukup (tidak sah dijadikan kurban), dan ini menurut pendapat yang mu’tamad, karena hamil bisa mengurangi dagingnya. Dan sesungguhnya para ulama menilai sempurna (hewan hamil) dalam bab zakat, karena tujuan di dalamnya adalah keturunan bukan daging yang enak.” (Syekh al-Bujairami, Hasiyah al-Bujairami ‘alal Khatib, [Beirut, Darul Minhaj: tt], juz XIII, halaman 232).

Sementara itu terdapat pendapat bahwa hewan hamil yang dijadikan kurban hukumnya tetap sah, sebagaimana disahihkan oleh Imam Ibnu Rif’ah, sebagaimana yang dikutip oleh Syekh Zakaria al-Anshari dalam salah satu karyanya, ia mengatakan: 

وَفِي الْمَجْمُوْعِ عَنِ الْاَصْحَابِ مِنْعُ التُّضْحِيَّةِ بِالْحَامِلِ، وَصَحَّحَ اِبْنُ الرِّفْعَةِ الْاِجْزَاءَ 

Artinya, “Dan dalam kitab Majmu’ Syarhil Muhadzab dari pengikut mazhab Syafi’iyah, melarang kurban dari hewan yang hamil, dan Imam Ibnu Rif’ah mensahihkan bahwa kurban hewan hamil dianggap cukup (sah).” (Syekh Zakaria, Fathul Wahab bi Syarhi Minhajit Thullab, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 1418], juz II, halaman 328). 

Syarat-syarat Hewan Kurban 

Terdapat kriteria dan syarat-syarat khusus yang harus terpenuhi hewan yang layak dijadikan kurban. Artinya, hewan yang sah untuk dijadikan kurban memiliki beberapa ketentuan tersendiri.

Diantara syaratnya adalah kurban harus berupa hewan ternak, seperti unta, sapi, dan kambing. 

Syarat lain di antaranya adalah usianya sudah mencapai umur yang telah ditentukan dalam syariat, yaitu: 
1) Unta minimal berumur 5 tahun dan telah masuk 6 tahun; 
2) Sapi minimal berumur 2 tahun dan telah masuk tahun ke-3; dan 
3) kambing harus berumur 1 tahun dan telah memasuki tahun ke-2.

Selain itu, syarat yang lain juga tidak boleh berupa hewan yang cacat seperti hewan yang matanya jelas-jelas buta, fisiknya dalam keadaan sakit, kakinya pincang, serta badannya kurus dan tidak berlemak. (Syekh Taqiyuddin ad-Dimisyqi, Kifayatul Akhyar fi Hilli Ghayatil Ikhtishar, [Darul Khair: 1994], juz 1, halaman 528).

 

Temukan konten blokTuban.com menarik lainnya di GOOGLE NEWS