Kisah Gunung Galang Tuban Bentuknya Mirip Kapal Terbalik

Reporter : Leonita Ferdyana Harris

blokTuban.com –  Gunung Galang merupakan deretan pegunungan karst yang berada di wilayah Sumberejo, Kecamatan Widang. Memiliki ketinggian mencapai 75 mdpl. Gunung ini merupakan bagian dari kendeng Utara. Berada di timur laut Kabupaten Tuban berjajar terdiri dari empat (4) bukit kapur, Gunung Galang, Ngimbang, Singget dan Pucangan.

Dulunya, gunung ini merupakan tempat tinggal berbagai jenis hewan seperti kijang, babi hutan, rusa, dan sebagainya. Namun, seiring dengan ramainya penduduk dan perkembangan masa maka populasi hewan tersebut akhirnya teralihkan ke lokasi lain menjauhi penduduk. 

Hutan yang terletak di pegunungan ini, lebat ditumbuhi pohon jati dan beberapa vegetasi berbatang keras serta dikelilingi oleh lahan pertanian kering maupun pertanian lahan basah.

Berdasarkan data yang dikutip dari website Indonesian Speleological Society, Gunung Galang di Kecamatan Widang ini membujur dari timur ke barat sekitar 3 km dan lebar 1000 m tersusun oleh batu gamping berumur Pliosen batu gamping muda dan terus berkembang positif (ke atas) dengan sekelilingnya dikepung lapisan bawah oleh formasi lempung (Hanang Samodra 2001).

Dalam lingkungan hidup masyarakat Indonesia, terutama jawa timur adanya mitos maupun legenda tentunya sudah bukan hal asing untuk dibicarakan. 

Setiap lokasi maupun tempat tentu memiliki sejarah sekaligus legenda yang mengiringi kemunculannya. Hal tersebut terjadi pula pada Gunung Galang. Berikut merupakan kisah legenda tentang kemunculan gunung galang.

Kisah tentang legenda gunung galang ini diceritakan secara turun temurun oleh penduduk desa sehingga tetap lestari. Diceritakan, pada zaman dahulu ada seorang saudagar yang berasal dari jauh datang ke Sumberejo menggunakan perahu dari jalur laut. 

Kedatangan saudagar tersebut tidak lain dan tidak bukan ialah bermaksut untuk membeli hasil pertanian dan perkebunan warga pada area sekitar pemukiman penduduk desa Sumberejo yang kala itu belum memiliki nama. Saudagar tersebut bernama Dampu Awang.

Pada saat perahu sang saudagar nyaris sandar, Dampo Awang malah di hadang serta di halang-halangi oleh para penduduk yang pada saat itu kekurangan pangan. Aksi penghadangan tersebut dipimpin oleh seorang petani sekaligus tokoh masyarakat yang dituakan pada saat itu, bernama Dikat Bayu.

Aksi penghadangan ini dilakukan oleh Dikat Bayu bersama para penduduk karena mereka kompak menolak keras kedatangan Dampo Awang. Penolakan itu terjadi disebabkan oleh penduduk yang merasa wilayah mereka akan dikuasai oleh saudagar luar sedangkan saat ini mereka sendiri juga sedang dilanda bencana kekurangan pangan. 

Akibat aksi penghalau an tersebut, sempat terjadi perkelahian antara penduduk desa yang di pimpin oleh Dikat Bayu dengan para saudagar kaya yang dipimpin oleh Dampo Awang.

Perkelahian tersebut terjadi di perairan dengan mengendarai kapal masing-masing. Sampai akhirnya kapal sang saudagar berhasil di balikan oleh penduduk berkat rumpunan tumbuhan pandan yang menghalau laju kapal sang saudagar.

Peristiwa terbaliknya kapal milik sang saudagar tersebut yang akhirnya membentuk dataran tinggi berupa Gunung Galang. Kisah ini pula yang dipercayai oleh masyarakat setempat hingga saat ini mengakibatkan bentuk Gunung Galang seperti berbentuk kapal yang terbalik dilihat dari sudut manapun.

Kisah tentang Gunung Galang ini juga berkaitan langsung dengan kemunculan atau penamaan nama Desa Sumberejo. Sebagai bentuk penghormatan yang diberikan warga terhadap jasa Dikat Bayu, saat ini makam beliau ini masih rutin setiap tahunnya diadakan kegiatan haul sekaligus sedekah bumi.

“Kisah ini selalu kita (generasi tua) ceritakan untuk anak-anak kecil. Kita biasanya rutin mengunjungi sekolah-sekolah yang ada di desa seperti RA, Paud, Tk, untuk certain kisah ini. Meskipun validitasnya belum bisa dipertanggung jawabkan ya sampai sekarang tapi kita berharap bahwa dengan upaya ini anak-anak gak akan merasa asing dengan sejarah desa. Supaya gak lupa dengan leluhur dan supaya budaya kita tetap terus dilertarikan sampai berpuluh-puluh generasi selanjutnya,” Ujar Teguh (45) Kepala Desa Sumberejo menambahkan. [Leo/Ali]