Bantai Penjajah di Mondokan dan Merakurak

Pasukan Belanda mulai menduduki Tuban dan berusaha melumat pusat pemerintahan. Tepat pukul 19 Desember 1948 pukul 05.20 WIB, Bupati Tuban saat itu, KH Mustain, Patih Tuban R. Witono, Sekretaris R Widigdo dan dua orang stafnya, dikawal Danres Kepolisian Negara (sekarang Kapolres) AKP R Soesito bersama anggota, memindahkan pusat pemerintahan di Dusun Tlogonongko, Desa Prunggahan Kulon, Kecamatan Semanding. Karena tercium Belanda, pusat pemerintahan kemudian dipindahkan ke Montong.

Reporter: Edy Purnomo

blokTuban.com - Belanda terus berusaha mengejar pusat pemerintahan Tuban. Karena kondisi semakin genting, tepat pada tanggal 22 Desember 1948 pukul 08.00, pemerintahan diserahkan dari sipil Bupati KH Mustain, dan dipegang militer yakni Komando Distrik Militer (KDM/sekarang Kodim), yakni Kapten R.E.Soeharto. Karena pusat pemerintahan di Tlogonongko sudah tercium Belanda dengan adanya serangan pada tanggal 10 Januari 1949, maka pusat pemerintahan dipindahkan oleh pasukan ke Montong.

Intensitas perlawanan pejuang Tuban semakin meningkat. Beberapa elemen masyarakat bahkan membentuk laskar anti penjajahan Belanda, seperti Hisbullah, Sambernyowo, TRIP, dan lain-lain. Semua berkoordinasi dibawah TNI dan Polisi Negara. Mengadakan perlawanan baik secara terbuka ataupun gerilya.

Letda Soetjipto, mencatat perlawanan gemilang di wilayah Kelurahan Mondokan, Kecamatan/Kabupaten Tuban. Tanggal 9 Januari 1949, Letda Soetjipto mendengar kabar adanya pasukan Belanda yang berpatroli melintasi desa setempat. Dia bersama anggotanya langsung melakukan penghadangan, dan terjadilah perang terbuka. Letda Soetjipto berhasil memenangkan pertempuran. Semua anggota regu dia selamat, dan dipihak pasukan Belanda justru banyak sekali korban.

Baca juga [Agresi Militer Belanda dan Perlawanan Heroik Letda Soetjipto]

Usai memukul mundur Belanda, Letda Soetjipto bersama pasukannya kembali ke Pos Merakurak. Bersama Komandan ODM Merakurak, Letnan Muda Koewat, mereka menuju ke Dusun Koro, Desa Pongpongan, Kecamatan Merakurak, dan membentuk pos pertahanan di sana. Sadar jumlah pasukan yang dia pimpin tidak terlalu banyak, sementara pusat pemerintahan yang ada di Montong rawan diserang Belanda. Para pejuang berpikir harus menyiapkan jebakan. Minimal jebakan tersebut bisa menghambat langkah pasukan penjajah apabila ingin menyerang kawasan Montong. Merekapun memasang banyak jebakan di jalan menuju Merakurak dan Montong. Dari Dusun Becok, Desa Tegalrejo sampai Dusun Koro, Desa Pongpongan, mereka penuhi dengan ranjau-ranjau yang mematikan.

Perkiraan para pejuang terbukti, setelah ranjau terpasang, beberapa truk dilengkapi kendaraan panser milik Belanda melintas di jalan Becok menuju Koro. Akibatnya, kendaraan beserta pasukan Belanda hancur lebur dan beberapa pasukan yang tersisa langsung lari tunggang langgang.

Aksi-aksi heroik Letda Soetjipto di wilayah Kecamatan Merakurak terhenti. Setelah datang kurir dari pasukan pengawal pemerintah, kalau Belanda akan menuju wilayah Montong melalui Cepu (Jawa Tengah). Pasukan Letda Soetjipto pun langsung bergerak melakukan penghadangan di wilayah Kecamatan Senori. Sementara pos pertahanan Koro diserahkan ke ODM Merakurak Letnan Muda Koewat. Bersambung. [pur/rom]

*Data di tulisan ini berasal dari dokumen milik Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Kabupaten Tuban
*Foto bundaran patung letda soetjipto yang sering dijadikan organisasi mahasiswa menyampaikan aspirasi.