Puasa yang Menyehatkan Mental
 
Oleh: Errix, KJ.
 
Saat puasa tiba, umat Muslim mulai beramai-ramai menata hidup dan pola berkehidupan mereka. Terutama dari cara keberagamaannya. Banyak hal yang dilakukan, namun pendekatan paling dulu dikedepankan dalam memahami puasa seperti menurut Djamaluddin Ancok (1995:20) adalah dengan menggunakan keimanan. Melalui pendekatan ini, perilaku puasa lebih didasarkan kepada keimanan kepada Allah SWT dan bukan karena alasan lain.
 
Dari berbagai literasi, puasa merupakan ibadah yang telah lama berkembang dalam masyarakat manusia, tepatnya sejak manusia pertama Nabi Adam dan sampai rosul terakhir, Nabi Muhammad SAW (Moede, 1990:14). Dari awal, puasa erat hubungannya dengan riyadlah (exercise), yaitu latihan kerohanian, sehingga semakin berat, semakin baik, dan utama, maka semakin kuat membekas pada jiwa dan raga seseorang yang melakukannya.
 
Ibadah puasa sifatnya sangat khas, yakni pribadi atau personal, bahkan merupakan rahasia antara manusia dengan Tuhan. Puasa adalah latihan dan ujian kesadaran akan adanya Tuhan Yang Maha Hadir (ompripresent) dan yang mutlak tidak pernah lengah sedikitpun dalam pengawasan-Nya terhadap tingkah laku hamba-hamba-Nya. Kesadaran seseorang akan beradaan Tuhan itu akan menjadikan dirinya senantiasa mengontrol emosi serta perilakunya, sehinga muncul keseimbangan lahir dan batin.
 
Jika ditelaah lebih jauh dan direnungkan akan banyak sekali ditemukan hikmah dan manfaat dari sisi psikologisnya. Misalnya, bagi mereka yang senang berpikir mendalam dan merenungkan kehidupan, maka puasa mengandung falsafah hidup yang luhur dan berkelanjutan, dan bagi mereka yang senang mawas diri dan berusaha turut mengahayati perasaan orang lain, maka mereka akan menemukan  prinsip-prinsip hidup yang sangat berguna. Disadari atau tidak, puasa berpengaruh positif kepada rasa (emosi), cipta (rasio), karsa (will), karya (performance), bahkan kepada ruh, jika syarat dan rukunnya dipenuhi dengan sabar dan ikhlas (Bastaman, 1995:181).
 
Sehatnya Mental
 
Dewasa ini, banyak individu secara lahir tampak sehat dan terpenuhi segala macam kebutuhan material. Tetapi apabila ditelusuri lebih jauh, fakta menunjukan, bahwa sebagian besar individu yang hidup di tengah-tengah masyarakat tersebut menderita penyakit mental yang cukup parah, sehingga pada stadium berikutnya akan mengerogoti ketahanan fisik. Tidak jarang, individu yang awalnya baik-baik langsung tampak terdapat gangguan mental dan sakit parah.
 
Ganguan mental dapat berakar dari tidak terpenuhinya kebutuhan psikis dasar yang berasal dari kekhasan eksistensi manusia yang harus dipuaskan, tetapi cara memuaskan psikologi itu bermacam-macam, dan perbedaan cara pemuasan kebutuhan tersebut serupa dengan perbedaan tingkat gangguan mental. Sebuah fakta menunjukkan, lebih dari separuh tempat tidur di semua rumah sakit di Amerika Serikat terisi oleh pasien-pasien gangguan mental, dan untuk mereka dikeluarkan dana jutaan dolar pertahunnya (Fromm, 1995:5).
 
Fromm menyatakan, konsep kesehatan mental mengikuti kondisi dasar eksistensi manusia di segala zaman dan kebudayaan. Kesehatan mental dicirikan oleh kemampuan mencintai dan menciptakan dengan lepas dari ikatan-ikatan inses terhadap klan dan tanah air, dengan rasa identitas yang berdasarkan pengalaman akan diri sebagai subjek dan pelaku dorongan-dorongan dirinya dengan menangkap realitas di dalam dan di luar dirinya, yaitu dengan mengembangkan obyektivitas dan akal budi (Fromm, 1995:74).
 
Seiring perkembangan pemikiran dan peradaban manusia, perhatian manusia terhadap kesehatan mental semakin meningkat, sebab manusia semakin sadar bahwa kehidupan yang layak adalah manakala seseorang dapat menikmati hidup ini bersama-sama, berdampingan dengan orang lain. Kehidupan seseorang yang mengalami gangguan mental, tidak kurang pedihnya dari penyakit jasmani. 
 
Dalam Islam, pengembangan kesehatan mental terintegrasi dalam pengembangan pribadi pada umumnya, dalam artian kondisi kejiwaan yang sehat merupakan hasil sampingan (by-product) dari kondisi yang matang secara emosional, intelektual, dan sosial, serta matang keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa (YME). Dengan demikian, jelas dalam Islam betapa pentingnya pengembangan pribadi untuk meraih kualitas insan paripurna. Sebab, di otaknya sarat dengan ilmu-ilmu bermanfaat, bersemayam dalam kalbunya iman dan taqwa kepada Tuhan, sikap dan perilakunya meralisasikan nilai-nilai kiislaman yang teguh, wataknya terpuji, dan bimbingannya kepada masyarakat membuahkan keimanan. Insan demikian pastilah jiwanya sehat.  
 
Ditinjau secara ilmiah, puasa dapat memberikan kesehatan jasmani maupun rohani. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan para pakar. Penelitian Nicolayev, seorang guru besar yang bekerja pada lembaga psikiatri Mosow (the Moskow Psychiatric Institute), mencoba menyembuhkan gangguan kejiwaan dengan berpuasa. Dalam usahanya itu, ia menterapi pasien sakit jiwa dengan menggunakan puasa selama 30 hari. Nicolayev mengadakan penelitian eksperimen dengan membagi subjek menjadi dua kelompok sama besar, baik usia maupun berat ringannya penyakit yang diderita. Kelompok pertama diberi pengobatan dengan ramuan obat-obatan. Sedangkan kelompok kedua diperintahkan untuk berpuasa selama 30 hari. Dua kelompok tadi dipantau perkembangan  fisik dan mentalnya dengan tes-tes psikologis. Dari eksperimen tersebut diperoleh hasil yang sangat bagus, yaitu banyak pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi medik, ternyata bisa disembuhkan dengan puasa. Selain itu kemungkinan pasien tidak kambuh lagi selama 6 tahun kemudian ternyata tinggi. Lebih dari setengah pasien tetap sehat.
 
Jika melihat fenomena seperti itu, puasa merupakan momentum berharga untuk menghadirkan mental yang sehat, sebab dalam puasa terkandung latihan-latihan kejiwaan yang harus dilalui, misalnya berlaku jujur dengan menahan lapar dan dahaga, baik dikala bersama orang lain mapupun saat sendirian. Tidak hanya, dari pola makan juga terlihat, bagaimana orang berpuasa membiasakan diri makan saat sahur dan berbuka ketika senja. [mad]
 
*Pengirim: Dosen S1 Keperawatan Kampus Ungu, STIKes ICSADA Bojonegoro
 
Ilustrasi foto: net