Di Tengah Sorotan KPK Proyek Gedung IPIT Senilai Rp58,4 Miliar Diresmikan

Reporter : Sri Wiyono

blokTuban.com - Gedung Instalasi Perawatan Intensif Terpadu (IPIT) RSUD dr. R. Koesma Tuban, Jawa Timur, senilai Rp58,4 miliar diresmikan, dan resmi beroperasi sejak Selasa terhitung (2/12/2025).

Bangunan lima lantai dengan kapasitas 30 tempat tidur dan unit perawatan intensif lengkap ini diharapkan memperkuat pelayanan kesehatan rujukan di Kabupaten Tuban.

Peresmian dilakukan Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky, S.E yang didamping Wakil Bupati Tuban Drs. Joko Sarwono, Forkopimda, serta Sekretaris Daerah bersama jajaran kepala OPD. Kehadiran para pimpinan daerah menegaskan komitmen pemerintah dalam meningkatkan layanan kesehatan masyarakat.

Pada kesempatan itu Aditya Halindra Faridzky menyampaikan apresiasi kepada seluruh jajaran RSUD dr. R. Koesma. Ia menilai peresmian Gedung IPIT menjadi momentum bersejarah bagi Kabupaten Tuban yang saat ini memperingati usianya ke-732.

“Gedung IPIT yang kita resmikan ini merupakan wujud nyata dari janji Pemerintah Kabupaten Tuban untuk terus meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Tuban secara merata dan berkeadilan,” ujarnya

Mas Lindra—sapaan Bupati Tuban—menambahkan bahwa peresmian gedung ini bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional ke-61 yang mengangkat tema Transformasi Kesehatan untuk Indonesia Maju. Ia menyampaikan bahwa fasilitas baru ini menunjukkan transformasi nyata yang dilakukan Kabupaten Tuban dalam meningkatkan keselamatan pasien.

Bupati yang masih betah melajang itu juga memberikan selamat ulang tahun ke-41 bagi RSUD dr. R. Koesma. Ia mengapresiasi perjalanan rumah sakit dari tipe C pada 1984 hingga menjadi rumah sakit tipe B berakreditasi paripurna dan pusat rujukan regional Jawa Timur bagian utara. Menurutnya, capaian tersebut merupakan hasil kerja keras seluruh tenaga kesehatan dan pegawai rumah sakit.

“Ini semua berkat kerja keras, dedikasi, dan loyalitas seluruh tenaga kesehatan dan pegawai rumah sakit,” katanya.

Sedang Plt. Direktur RSUD dr. R. Koesma Tuban, drg. Heni Purnomo Wati, menyampaikan bahwa gedung baru tersebut dilengkapi ICU, ICCU, HCU berstandar internasional, ruang isolasi tekanan negatif, NICU, ruang bedah, serta teknologi monitoring terkini.

Ia menyebut kehadiran IPIT menjadi bagian penting dari transformasi layanan rumah sakit yang kini berstatus tipe B berakreditasi paripurna dan teaching hospital.

Menurut Heni, pembangunan gedung lima lantai itu dapat diselesaikan tepat waktu berkat dukungan penuh Bupati Tuban dan seluruh pihak terkait. Ia berharap fasilitas baru tersebut meningkatkan kapasitas penanganan kasus kritis serta memperluas manfaat layanan bagi masyarakat Tuban dan wilayah sekitarnya.

Hanya, proyek gedung megah masih meninggalkan ganjalan. Sebab, proyek pembangunanya yang didanai APBD 2024 senilai Rp58,4 miliar menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sosotan dari lembaga antirasuah itu datang lantaran bukan hanya keterlambatan penyelesaian proyek hingga berbulan-bulan, tetapi juga adanya tiga kali addendum kontrak serta proses tender yang diduga dinilai kurang kompetitif.

Sekadar dikeyahui, berdasarkan kontrak awal, proyek yang dikerjakan PT Anggaza Widya Ridhamulia seharusnya rampung pada 30 Desember 2024. Namun, hingga batas waktu habis, progres bangunan lima lantai tersebut masih jauh dari selesai.

Dalam laman resmi KPK tertanggal 5 Agustus 2025, pembangunan ini masuk radar pengawasan proyek strategis 2024–2025 yang rawan risiko penyimpangan. KPK secara khusus menyoroti dua hal: addendum berulang dan minimnya persaingan dalam proses lelang.

Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Erwin Era Prasetya, mengakui adanya tiga kali addendum proyek tersebut. Addendum pertama dilakukan setelah mutual check 20 menemukan pekerjaan tambahan pada struktur bangunan sesuai masukan manajemen konstruksi.

Addendum kedua dan ketiga dilakukan untuk mencegah proyek mangkrak, masing-masing memberikan perpanjangan waktu dengan konsekuensi denda keterlambatan. Karena kesempatan 50 hari pertama belum selesai, sehingga diberi perpanjangan kedua.

Kontraktor harus membayar denda keterlambatan tersebut. Sebab, berdasarkan Perpres No. 46 Tahun 2025 yang mengubah Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, denda keterlambatan dihitung 1/1000 dari nilai kontrak per hari.

Keterlambatan proyek dan addendum berulang disebut mengindikasikan adanya pelanggaran Pasal 3 dan Pasal 4 Perpres 16/2018 jo. Perpres 46/2025, yang mengatur prinsip efektif, efisien, dan kompetitif dalam pengadaan barang/jasa.

KPK melalui mekanisme pencegahan (corruption prevention) mendorong agar Inspektorat Daerah melakukan evaluasi menyeluruh, bukan sekadar pemeriksaan dokumen administratif.

Dikonfirmasi media ini, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyampaikan terkait proyek tersebut dia belum mengetahui secara rinci, sebab dimungkinkan masih diproses di divisi yang menangani.

‘’Saya cek dulu Mas, nanti saya kabari,’’ janjinya.[ono]