Kemacetan di Tuban Berkurang, Pendapatan Tukang Becak dan PKL Merosot

Reporter : Moch. Nur Rofiq 

blokTuban.com - Kebijakan Dinas Lingkungan Hidup dan Perhubungan (DLHP) Kabupaten Tuban yang menetapkan pemberlakuan jalan satu arah secara permanen di Jalan Lukman Hakim dan Jalan Pemuda, Kota Tuban, menuai berbagai keluhan. 

Salah satu pihak yang terdampak adalah para tukang becak yang beroperasi di kawasan tersebut.

Salah seorang tukang becak di parkiran Wisata Sunan Bonang Kebonsari mengaku keberatan atas kebijakan tersebut. 

Ia menilai rute baru yang harus dilalui menjadi terlalu jauh, terutama bagi pengayuh becak yang sudah lanjut usia.

“Jarak yang ditempuh kejauhan loh, iya enak bagi yang muda. Kalau yang tua?” ungkapnya.  

Ia juga menyebut bahwa DLHP Kabupaten Tuban tidak melakukan komunikasi sebelumnya terkait kebijakan ini. 

“Sama sekali belum berkomunikasi sebelumnya, cuma sosialisasi-sosialisasi saat kebijakan mulai dijalankan,” tambahnya.

Sebelumnya, jarak tempuh hanya sekitar 1 kilometer, namun kini menjadi lebih jauh hingga kurang lebih 2 kilometer. Dampaknya, tarif jasa becak meningkat, yang dirasa memberatkan bagi penumpang.

Sementara itu, Kepala DLHP Kabupaten Tuban, Bambang Irawan, menjelaskan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk mengatasi kemacetan di kawasan sekitar lampu merah Karangwaru, yang sering terjadi terutama pada jam-jam sibuk.

“Ini dalam rangka mengatasi kemacetan di sekitar traffic light (lampu merah) Karangwaru itu, sering macet di situ, terutama jam-jam kritis,” ujar Bambang.

Tak hanya tukang becak, kebijakan relokasi pedagang kaki lima (PKL) di Alun-alun Tuban ke kawasan Pantai Boom juga memicu keluhan. 

Udin, salah satu PKL, mengaku bahwa relokasi ini menyebabkan penurunan drastis jumlah pembeli.

“Kalau di Alun-alun selalu ramai, karena letaknya di pinggir jalan raya, sehingga sudah otomatis banyak pembeli,” katanya.

Keluhan serupa diungkapkan oleh Heri, pedagang lain yang merasakan sepinya pelanggan sejak dipindahkan. 

“Sejak direlokasi ke sekitar Pantai Boom, jualannya sangat sepi. Bahkan, dari pagi hingga siang tidak ada pembeli,” keluhnya.

Kebijakan ini menimbulkan polemik di tengah masyarakat, terutama bagi mereka yang bergantung pada area lama sebagai sumber penghidupan. 

[Rof/Ali]