Oleh: Nurul Mu’affah
blokTuban.com - Siapa yang tidak mengenal Desa Tuwiri Wetan? Desa yang terkenal akan penyebaran agama Islam tersebut secara administratif terletak di Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban. Desa Tuwiri Wetan memiliki wilayah seluas 769 Hektare dengan jumlah penduduk sebanyak 5.173 jiwa dengan mayoritas penduduk bermatapencaharian sebagai petani.
Desa Tuwiri Wetan sendiri secara langsung berbatasan dengan Desa Siwalan di sebelah Utara, Desa Mandirejo di sebelah Timur, Desa Tuwiri Kulon di sebelah Barat dan Desa Pudangan di sebelah selatan.
Pada zaman dahulu, desa ini menjadi salah satu daerah penyebaran agama Islam. Yang mana, desa ini terdapat satu goa bernama Goa Srunggo, yang dikenal memiliki sejarah yang sudah dikenal luas oleh masyarakat setempat.
Konon katanya, goa yang dihuni oleh ribuan kelelawar tersebut menjadi tempat bersejarah bagi salah seorang ulama bernama Syekh Rifa’i, yang merupakan salah satu tokoh ulama kelahiran Jazirah Arab yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Menurut Wiji Santoso, Kepala Desa Tuwiri Wetan menjelaskan bahwa Goa Srunggo ini menjadi tempat bertapa Syekh Rifa’I atau biasa dikenal masyarakat dengan sebutan Syekh Gentaru. “Ini cerita orang-orang tua itu, Syekh Rifa’i itu bertapa di Goa Srunggo,” Jelas Wiji Santoso, Kepala Desa Tuwiri Wetan.
Syekh Rifa’i seringkali berpindah-pindah tempat semasa hidupnya. Setelah memiliki pengikut cukup banyak, beliau memutuskan untuk bertapa di Goa Srunggo. Meskipun bertahun-tahun bertapa di goa, namun ajaran serta syariatnya tetap disebarkan oleh para pengikut-pengikutnya.
Kantor Desa Tuwiri Wetan, Merakurak-Tuban.(Foto: Nurul Mu’affah/bloktuban)
Menurut cerita yang beredar, kala itu Tuban dipimpin oleh seorang Bupati bernama Wilwatikta. Wilwatikta sering berburu binatang buas di hutan dekat goa tersebut. Tak jarang pula beliau mengajak istrinya dalam perburuan tadi. Suatu hari istri Wilwatikta sempat menengok ke dalam Goa dan melihat penampakan seorang laki-laki rupawan yang tak lain adalah Syekh Rifa’i.
Istri Wilwatikta terpesona dengan Syekh Rifa’I, akhirnya Wilwatikta cemburu dan mengutus untuk menyeret Syekh Rifa’i keluar goa dan menghukum pancung karena menuding Syekh Rifa’I memikat istrinya.
“Akhirnya pada waktu itu istrinya terpesona dengan Syekh Rifa’i, dan bupatinya cemburu, akhirnya Syekh Rifa’i itu dia siap dibunuh. Kalua beliau terbukti menyukai istrinya darahnya berwarna merah tetapi kalua beliau tidak salah darahnya berwarna putih.” Ucap Wiji Santoso, Kepala Desa Tuwiri Wetan.
Akhirnya Syekh Rifa’i mengajukan syarat untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Jika setelah dipancung darah yg keluar dari tubuhnya berwarna merah, berarti beliau memang bersalah. Namun apabila yang keluar darah berwarna putih berarti dirinya tidak bersalah. Syarat tersebut disetujui oleh Wilwatikta, hukuman pancungpun dilakukan.
Namun setelah kepala Syekh Rifa’I terpenggal yang keluar adalah darah berwarna putih dan beraroma wangi seperti bunga. Wilwatiktapun menyesali keputusannya dan mengutus untuk memakamkan Syekh Rifa’i di dekat Goa Srunggo.(Fah/Dwi)
*Penulis merupakan mahasiswa aktif Universitas Trunojoyo Madura (UTM) yang magang di blokTuban.com.
Temukan konten blokTuban.com menarik lainnya di GOOGLE NEWS