Reporter : Savira Wafda Sofyana
blokTuban.com – Sesuai aturan pemerintah, pada 2024 nanti produk makanan dan minuman yang dijual di pasaran harus mengantongi sertifikat halal dari Kementrian Agama (Kemenag).
Aturan itu menyebut, setelah 17 Oktober 2024 nanti, bagi pelaku usaha makanan dan minuman, hasil sembelihan, serta jasa penyembelihan, harus bersertifikat halal. Jika belum, maka akan terkena sanksi.
Karena itu, pemerintah juga menggalakkan sertifikasi produk halal bagi para pelaku usaha. Juga dibentuk pendamping produk halal yang mendampingi para pelaku usaha yang akan mengajukan sertifikasi produk halal.
Salah satu pendamping di Kabupaten Tuban adalah Desi Astutik, SE_ merupakan pendamping produk halal dari Lembaga Solusi Halal (LSH) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Jatim. Perempuan yang tinggal di Desa Sidomukti Kecamatan Kenduruan ini getol mendampingi para pelaku usaha dan mendorong agar para pelaku usaha untuk mengajukan sertifikasi produk halal.
"Untuk sementara ini masih gratis pengajuan sertifikasinya,’’ ujar perempuan kelahiran 16 Desember 1986 ini.
Dia menjadi pendamping produk halal sejak 2022 lalu. Sebagai pendamping, tugas keseharian adalah mendampingi para pelaku usaha yang mengajukan sertifikasi. Sejak menjadi pendamping produk halal, khususnya makanan olahan yang sasaranya pelaku usaha mirko kecil dan menengah (UMKM) dia berharap para pelaku UMKM bisa memperoleh sertifikat halal secara gratis dari Kementerian Agama untuk produk yang dimiliki.
"Ini berdasarkan PP. No.39 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal,’’ terangnya.
Tugas ini dia rasa tidak mudah. Sebab, ketika terjun ke lapangan banyak maslaha yang dihadapi. Latar belakang dari para pelaku usaha yang berbeda membuat tanggapan atas aturan ini juga berbeda. Maka dia harus penuh kesabaran dalam memberikan edukasi mengenai pentingnya sertifikat halal dan kebermanfaatanya.
Ada beberapa faktor atau kendala ketika dia di lapangan dalam melaksanakan pendampingan. Di antaranya adalah masih banyak pelaku usaha yang belum mengerti dan faham aturan tersebut. Selain itu, kesadaran para pelaku usaha mengenai pentingnya sertifikat halal juga rendah. Sebagian besar pelaku usaha juga belum memiliki data pendukung seperti nomor induk berusaha (NIB) dan lainnya.
"Beberapa kendala tersebut merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi saya. Karena kendala itu, selain edukasi proses halal, saya juga memberikan pelayanan pembuatan NIB bagi pelaku usaha yang belum memiliki. Boleh dibilang kerja boronganlah,’’ kelakarnya.
Dengan kerja kerasnya itu, sampai saat ini sudah ratusan sertifikat halal yang sudah terbit dari pengajuan yang dia dampingi dalam kurun waktu 5 bulan belakangan. Para pelaku usaha itu mulai Kecamatan Jatirogo sampai Widang. Kerja keras itu dilakukan bersama-sama melalui insiasi pembentukan tim beranggota 4 orang pendamping halal lain LSH ISNU.
‘’Selain aktif sebagai pendamping halal, di sela keseharian saya juga ikut andil menjadi pekerja sosial masyarakat di Kecamatan Kenduruan, dalam hal pendampingan problem-problem kesejahteraan sosial,’’ tandas mantan aktivis PMII di Bojonegoro ini. [sav/ono]