4 Fakta Pembebasan Lahan Proyek Gas Sumber Tuban: Harga Tanah Tinggi Hingga Peran Desa Membantu Petani

Reporter : Mochamad Nur Rofiq 

blokTuban.com - Proyek gas Sumur Sumber di Desa Sambonggede, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban mulai berjalan. Proyek tersebut dikelola perusahaan swasta PT. Sumber Aneka Gas atau SAG. 

Sumur gas di Jalan Raya Merakurak - Jenu tersebut masuk dalam wilayah kerja (WK) PT. Pertamina Hulu Energi - Tuban East Java (PHE-TEJ) menggantikan operator Minyak dan Gas Bumi (Migas) sebelumnya Joint Operating Body Pertamina-Petrochina East Java (JOB-PEJ).

Belakangan ini berhembus kabar, jika pembebasan lahan proyek tersebut belum tuntas. Di media sosial pun beredar luas isu yang tidak sedap terkait pembelian sawah petani untuk keperluan proyek tersebut.

Berdasarkan penelusuran blokTuban.com di lapangan pada Jum'at (8/7/2022), ternyata faktanya tidak demikian. Bahkan petani merasa beruntung jika tanahnya laku dengan harga cukup tinggi. Setidaknya ada 4 fakta soal pembebasan lahan gas Sumber di Tuban:

1. Pembebasan Tanah Selesai di Bulan Desember 2021

Ali Mansyur (52) salah satu petani Sambonggede yang menjual tanahnya untuk proyek tersebut mengaku, tanahnya terbayar setelah 3 kali sosialisasi sekitar bulan Oktober - Nopember 2021. 

Ia bersama 26 petani lain melepas tanahnya karena tanah mereka kurang produktif. Menurutnya, sawah di Dusun Krajan tersebut hanya bisa ditanami padi setahun sekali. Sebab, ketika masa tanam musim hujan berubah menjadi rawa.

"Kita bisa panen sekali aja sudah untung. Tanah itu sudah ingin saya jual sejak lama karena kurang produktif," kata bapak satu anak tersebut saat ditemui di rumahnya, Jum'at (8/7/2021).

Hal senada juga diungkapkan perangkat Desa Sambonggede, Munahir. Menurutnya, pembebasan lahan untuk proyek tersebut dimulai akhir tahun 2021. Sosialisasi yang dilakukan hingga pelunasan sebanyak empat kali.

"Pada bulan Oktober sosialisasi pertama di salah satu rumah makan di Tuban," jelas Munahir.

Kedua, Sosialisasi di balai Desa Sambonggede. Diikuti petani pemilik lahan dari desanya dan tiga desa tetangga.

 "Yang dari luar desa juga ada. Pemilik tanah ada yang dari Desa Sumber, Mandirejo, dan Tuwiriwetan," bebernya.

Sosialisasi yang ketiga, sekitar Nopember. Pada saat itu, petani sekaligus membuka rekening pribadi untuk transaksi jual beli tanah dengan pihak perusahaan. 

"Pasca sosialisasi ketiga, sekitar Desember 2021 mereka langsung dibayar oleh perusahaan ke rekening pribadi yang dibuat sebelumnya," tegas pria yang juga menjabat sebagai Kepala Dusun (Kadus) Domas tersebut.

2. Pemilik Lahan Setuju Tanpa Paksaan Desa

Narasi kontra jika petani diintervensi pemerintah desa ditepis oleh pemilik sawah. Bahkan mereka mengaku difasilitasi total oleh desa untuk menyelesaikan proses jual beli.

"Tidak ada itu, yang namanya paksaan dari desa. Kita semua justru berterimakasih dengan desa, karena administrasinya tidak rumit," jawab Ali Mansyur saat ditanya awak media terkait isu intervensi desa soal pembahasan lahan petani.

Menurut keterangan pihak desa, justru Kades dan pamongnya mengawal hingga tuntas. Pemdes tidak ingin ada pihak ketiga yang mencampuri urusan jual beli tanah petani.

"Tugas kita mengawal dan mengawasi, jangan sampai ada calo tanah masuk. Alhamdulillah semua berjalan sesuai harapan desa dan petani tanpa ada yang bermain di dalam proses jual beli tanah," tandas Munahir.

3. Harga Tanah Tinggi Dibanding Harga Pada Umumnya 

Proyek persiapan eksploitasi gas di Merakurak tersebut membutuhkan lahan sekitar 7,2 hektar. Harga per meternya Rp330 ribu. Berdasarkan keterangan petani, umumnya tanah di wilayah tersebut harganya kisaran Rp100 ribu hingga Rp250 ribu per meter persegi. Namun, oleh perusahaan dibeli Rp330 ribu per meter persegi.

"Kalau kita jual ke sesama petani paling ditawar dibawahnya jauh. Seperti tanah yang baru saya beli di Dusun Domas, hanya Rp250 ribu per meternya," ungkap Ali Mansyur.

Warga yang tinggal di selatan Kantor Kecamatan Merakurak tersebut, tanahnya yang dipakai perusahaan seluas 2.500 meter persegi. Dari hasil penjualanya akhirnya ia bisa beli sawah yang lebih produktif.

"Tanah saya yang kurang produktif itu akhirnya laku Rp800 juta. Dari situ saya bisa beli sawah lagi seharga Rp415 juta. Sisanya dibuat beli mobil, ditabungan, dan buat biaya pendidikan anak saya," kisahnya.

4. Dana pembebasan lahan cair dengan mulus ke tangan petani langsung

Pencairan dana hasil jual beli tanah dilakukan secara langsung ke rekening petani. Tidak ada yang melalui desa.

 "Transaksinya langsung antara perusahaan dengan petani tidak ada calo sama sekali," terang Kadus, Munahir.

Proses jual beli melalui akta notaris. Uang ditransfer ke rekening bank masing-masing petani. Munahir dengan tegas menyatakan, desa sifatnya mengawasi dan memastikan hak warganya, tidak lebih.

"Sekali lagi, Pemdes Sambonggede hanya sebagai pengawas proses jual beli tanah dan membantu kelengkapan administrasinya. Jika di luar isunya desa ikut campur itu salah besar," pungkas Munahir.

Diketahui, proyek Sumur Sumber yang digawangi PT SAG ini dimulai pertengahan 2022. Gas yang nantinya dikelola oleh SAG nantinya berasal dari Sumur Gas Sumber yang dioperati PHE TEJ dan uji coba eksploitasi pada akhir tahun 2013 silam.[Rof/Ali]

Temukan konten Berita Tuban menarik lainnya di GOOGLE NEWS