Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Dewan Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) sesalkan Pemerintah Kabupaten Tuban buru-buru dalam merencanakan pembangunan Jembatan Glendeng. Hal tersebut disampaikan dalam audiensi dengan Dinas PUPR, PRKP Kabupaten Tuban di aula dinas setempat, Rabu (25/5).
Sutrisno Puji besera pengurus KNPI Tuban datang menanyakan perihal kondisi Jembatan Glendeng yang menghabiskan APBD Tuban Rp6 milyar lebih, tapi umur jembatan tak sampai 6 bulan sudah tidak bisa di lewati.
Ketua KNPI itu menanyakan tanggung jawab PUPR sebagai leading sektor pembangunan jembatan tersebut ini bagaimana?. Terkesan perencanaannya amburadul dan tidak benar-benar mengedepankan kualitas.
Sementara itu, di tempat yang sama Wawan Purwadi sekretaris Umum DPD KNPI Tuban menambahkan penutupan jembatan tersebut benar-benar sangat merugikan masyarakat umum khususnya pengguna jalan masyarakat soko dan sekitarnya yang setiap hari bekerja di Bojonegoro.
"Kita minta untuk dinas PUPR tidak hanya mengedepankan alasan faktor alam ataupun alasan teknis yang kami rasa kurang masuk akal," imbuhnya.
Disambung, Wakil Ketua Bidang Politik DPD KNPI Tuban, Chanif muayyad juga menyayangkan hal ini, Pemerintah Kabupaten Tuban dirasa sangat buru-buru dalam hal perencanaan.
Harusnya pemerintah kabupaten mengkaji dengan matang kontruksi rencana pembangunan agar kualitasnya bisa dirasakan masyarakat banyak. Jangan hanya memperbanyak proyek bangunan tapi perencanaan akan kualitas tidak dipikirkan.
"KNPI Tuban akan terus mengawal perkara ini hingga ada titik temu tanggung jawab oleh Pemkab Tuban, karena kami rasa anggaran 6 milyar rupiah itu tidak sedikit," tegasnya.
Agung Supriyadi, Kepala Dinas PUPR, PRKP Tuban menyampaikan kronologi awal jembatan Glendeng yang sampai saat ini belum jelas siapa kepemilikannya antara Pemkab Tuban atau Pemkab Bojonegoro yang sudah dibangun sejak tahun 90-an tersebut.
“Infonya memang tidak ada, yang pasti yang sudah terbangun sejak 90-an. Dulu itu dibagi dua, jadi pondasi bawah itu tengah ke arah Bojonegoro itu yang bangun Pemkab Bojonegoro, tengah ke arah Tuban yang bangun Pemkab Tuban. Terus setelah pondasi naik itu yang bagian atasnya itu bantuan dari pusat, kemudian aspalnya atau lantainya itu dari provinsi,” katanya.
Agung menambahkan kalau dulu tidak ada koordinasi dari tingkat pusat sampai ke daerah sehingga membingunkan banyak pihak terkait kepemilikan aset Jembatan Glendeng itu, yang lebih parahnya lagi saat di cek berkasnya tidak ada di dua kabupaten tersebut.
“Zaman dulu memang belum sedetail sekarang, mestinya dulu begitu selesai itu ada koordinasi antara pusat, provnsi dan kabupaten terkait kepemilikan asetnya. Ternyata sampai 32 tahun ini dengan adanya kejadian di akhir tahun 2020, setelah kami cek di pemda Tuban, Bojonegoro maupun provinsi tidak tercatat semua kepemilikannya, sampai sekarang jembatan glendeng itu,” tuturnya lagi.
Lebih lanjut, Agung Supriyadi yang telah menjadi Kepala PUPR Tuban sejak tahun 2020 membeberkan bahwa banyak masukan dari masyarakat terkait dengan pelindung tiang sudah banyak yang rusak dan sudah terjadi sejak tahun 2018, namun pada dasarnya belum kelihatan secara sepenuhnya.
“Tahun 2020 kita turun ke lapangan dan mengecek kondisi, karena temen-temen UPTD merasa bukan aset kita jadi kita nggak pernah menganggarkan untuk memperbaiki pelengsengannya pada saat itu,” lanjutnya.
Setelah itu bertepatan pada tahun 2020 ada pekerjaan jalan di area Jembatan Glendeng, melihat beberapa beberapa bagian pelengsengan yang sudah runtuh dan semakin parah. Terlihat jelas dari pantauan visual dari arah kanan kiri sudah agak miring untuk pilar yang terakhir, hingga akhirnya dialokasikan sebagian untuk membenahi pelengesengan bagian bawah. Itu pun tidak berlangsung lama karena memang tertarik oleh arus air, sehingga terjadilah kejadian di akhir tahun 2020.
“Tahun 2020 akhir rame akhirnya saling menyalahakan, kita juga gimana, kita memang tidak punya aset di situ, akhirnya kita dikumpulkan bersama Bakorwil, Bojonegoro Tuban karena itu tidak ada kepemilikan aset yang jelas. Kan gak bisa menangani jembatan, akhirnya diambil kebijakan karena kebutuhan masyarakat yang rusak itu arah Tuban, akhinya yang membenahi Kabupaten Tuban, hingga akhir 2021 itu kita anggarkan menggunakan APBD, akhirnya kita bangun, itupun dengan pantauan kami koordinasi dengan PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur terus,” terangnya lagi.
Berdasarkan data dari Provinsi Jawa Timur terkait perbaikan jembatan, terhitung sejak Januari hingga Maret, pilar yang ambles sudah diangkat, kemudian pada bulan Februari jalan dibuka kembali. Namun dari pantauan PU Bina Marga pada Januari hingga akhir Maret ada penurunan 30 sentimeter.
Agung menyebut salah satu faktornya karena dilalui kendaraan yang melebihi muatan. Pada dasarnya jembatan itu dibangun dengan kelas 8ton/kelas 3.
Seiring dengan berjalannya waktu, karena sudah ada gejala tersebut, maka disarankanlah oleh Provinsi Jawa Timur untuk sementara waktu membatasi sesuai dengan kelasnya. Akhirnya yang boleh melewati Jembatan Glendeng hanya kendaraan roda dua dan roda empat.
“Setelah ditutup dipantau lagi oleh tim Provinsi, satu bulan ke depan ada penururunan 4 sentimeter, satu bulan lagi sampai kemarin tanggal 19 Mei ada penurunan lagi 5 sentimeter. Akhirnya kami diajak rundingan sama komisi A DPRD Jatim di Bojonegoro dengan PU Bina Marga, kita disarankan itu segera ditangani menyeluruh, karena selama 32 tahun jembatan tidak pernah disentuh sama sekali baik pemeliharaannya maupun perawatannya,” tegas Agung.
Dari hasil rapat bersama Komisi DPRD Jawa Timur di Bojonegoro tersebut disepakatilah perjanjian kerjasama antara Tuban dan Bojonegoro. Sedangkan ketika ingin menyerahkan perbaikan Jembatan Glendeng secara sepenuhnya, perlu dilakukan pengakuan asetnya dari salah satu kabupaten, baik Tuban maupun Bojonegoro. Namun sampai saat ini belum menemukan titik temu.
“Harapan saya nanti bersedia untuk mengakui aset dari Jembatan Glendeng, kalau nggak Bojonegoro ya Tuban, salah satu, karena syaratnya. Setelah itu, diakui nanti baru bisa diserahkan ke provinsi. Sama komisi A kemarin sudah dispakati, secepatnya Dinas PU Provinsi Jatim untuk melakukan kajian teknis di lapangan, hasilnya segera dilaporkan nanti akan dikawal oleh Komisi A ke Gubernur untuk segera diadakan pengadaan,” harapnya.
Diketahui, bahwa tekait Jembatan Glendeng tersebut ada dua versi, kemarin versi dari tim Provinsi Jatim yang bekerjasama dengan UGM. Menurut informasinya, jembatan itu tiang pancang sudah 30 meter, dengan sepanjang itu tidak mungkin terjadi kemiringan, akan tetapi beberapa waktu itu disinyalir ada beberapa teori, yang pertama mungkin faktor alam. Kedua pilar pancangnya di dalamnya ada yang patah, terlihat dari penurunannya yang terjadi secara terus-menerus.
“Ini kita tutup satu bulan, dengan keadaan ditutup non beban kendaraan itu masih terjadi penurunan atau tidak di pilar terakhir, kalau satu bulan selanjutnya tejadi penurunan lagi berarti harus memindahkan tiang pancang ke titik awal,” pungkasnya. (Ali)