Reporter : Savira Wahda Sofyana
bloktuban.com – Masyarakat Jawa memang selalu memiliki beberapa adat yang masih tetap lestari hingga saat ini. Seperti halnya lebaran ketupat yang selalu diperingati setiap tahun pasca Hari Raya Idul Fitri.
Biasanya, lebaran ketupat akan diperingati sepekan setelah Hari Raya Idul Fitri. Sama halnya seperti tradisi kupatan yang diperingati menjelang datangnya bulan suci Ramadan, makna ketupat dalam tradisi ini yaitu ngaku lepat (pengakuan kesalahan).
Menurut, Muzayanah salah seorang masyarakat di Desa Patihan, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban yang ikut melestarikan tradisi tersebut hingga saat ini, mengatakan jika lebaran ketupat diharapkan bisa mendapatkan ampunan dari Tuhan Yang Maha Esa.
“Kupat (Ketupat) itu sebagai simbol pengakuan salah kita kepada Allah SWT. Biasanya nggak hanya kupat saya yang dibuat tapi ada lepet juga sebagai sandingannya,” katanya kepada blokTuban.com, Minggu (8/5/2022).
Selain itu, tradisi perayaan lebaran ketupat ini, lanjutnya juga sebagai bentuk silaturahmi antar tetangga. Sebab, setelah ketupat dimasak beberapa waktu maka pada malam harinya dibawa di musala ataupun masjid terdekat untuk melakukan doa secara bersama-sama serta saling berbagi ketupat dan lepet satu sama lainnya.
“Jadi kalau misal ada tetangga yang kemarin lebaran belum sempat ketemu, bisa sekalian halal bihalal di musala, bisa dibilang sebagai silaturahim antar tetangga juga,” jelasnya.
Sekedar diketahui, ketupat sendiri merupakan makanan yang dibunggkus menggunakan daun lontar yang berbentuk jajar genjang, dengan bahan baku berupa beras yang direbus lebih dari 3 jam hingga matang.
Biasanya dalam penyajian ketupat ini, disandingkan dengan sayur lodeh dicampur dengan beberapa lauk sesuai dengan selera seperti tahu, tempe, ikan pindang, ikan tongkol, ataupun ayam.
“Penyajiannya pakai lodeh biasanya, kalau saya dalamnya dikasih pepaya, tempe, tahu sama pindang,” imbuhnya. [Sav/Ali]