Reporter : Savira Wahda Sofyana
blokTuban.com – Ketupat atau kupat dalam istilah Jawa nya, selalu menjadi salah satu makanan yang wajib ada dalam tradisi malam nisfu sya’ban yaitu hari ke 15 pada bulan sya’ban.
Tradisi kupatan (ketupatan) sendiri merupakan tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu dan masih tetap lestari sampai saat ini. Dalam hal ini, kupat yang menjadi kuliner wajib masyarakat rupanya memiliki makna sendiri.
Kata kupat berasal dari ngaku lepat, sehingga ketupat menjadi simbol pengakuan kesalahan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan maksud agar Tuhan mengampuni segala dosa-dosa sebelum datangnya bulan Ramadan.
“Kupat itu terbuat dari Janur jadi Ja’a Nur, datangnya pertolongan dari Allah. Jadi maknanya kupat mengakui bahwa manusia punya dosa dan kesalahan,” ungkap Widji Mustofa, Kiai dan sesepuh Desa Patihan, Kecamatan Widang, Kabupaten Tuban kepada reporter blokTuban.com, Kamis (17/3/2022).
Ketupat dipilih, lanjutnya karena memiliki empat atau enam sisi. Yang mana empat sisi itu sebagai lambang perjuangan empat sahabat Nabi yaitu Khulafaur Rasyidin. Sedangkan ketupat yang memiliki enam sisi melambangkan rukun iman yang ada enam.
Selain ketupat, ada juga makanan lain yang turut serta menjadi ciri khas dalam tradisi peringatan malam Nisfu Sya’ban, seperti lontong dan juga lepet. Ketiga makanan tersebut, rupanya memiliki makna yang berkesinambungan satu sama lain.
Jika Ketupat artinya pengakuan kesalahan, maka lontong bermakna kosong, sedangkan lepet memiliki arti kekuatan iman. Maksudnya, sebelum memiliki iman manusia itu kosong sehingga memiliki banyak kesalahan.
Setelah memiliki iman dan sadar, maka manusia mengakui kesahalan kepada Tuhan serta memohon pengampunan, sehingga lebih memperkuat keimanannya.
“Lontong itu kosong ibaratkan orang nggak punya iman, jadi orang itu pertama kosong lalu diisi kupat dan mengaku luput sama Allah, kemudian lepet, dikuatkan imannya karena lepet kan di tali. Jadi imannya ditali supaya kuat,” tuturnya.
Lebih lanjut, tradisi kupatan dalam memperingati malam nisfu sya'ban tidak dirayakan oleh semua orang Islam. Biasanya tradisi ini hanya diperingati oleh masyarakat yang ada di pedesaan karena adanya tradisi turun temurun. Oleh karena itu, tak banyak masyarakat perkotaan yang turut melakoninya. [Sav/Ali]