Reporter : Savira Wahda Sofyana
blokTuban.com – Beberapa tahun belakangan ini, berwirausaha memang banyak digandrungi oleh masyarakat terutama bagi ibu-ibu rumah tangga. Sebab, dengan melakoni usaha tetap bisa mengurus keluarganya. Diantara kelebihan menjadi wirausahawan, tidak mengharuskannya untuk keluar rumah.
Tak jarang pula, ibu-ibu yang merasa senang melakoni usaha di bidang kuliner berkat hobi memasaknya. Di Kabupaten Tuban sendiri, sangat banyak masyarakat yang beralih profesi menjadi wirausahawan sebagai pekerjaan sampingan.
Seperti yang dilakoni oleh Siti Badrikah. Perempuan asal Desa Cendoro, Kecamatan Palang tersebut memulai usahanya sejak tahun 2018 lalu. Meskipun bukan pekerjaan utamanya, namun omzet yang didapatkan dari usaha jamur crispy nya mencapai lima juta rupiah per bulannya.
“Kalau Omzet per bulan biasanya Rp2 sampai Rp5 juta. Lima juta itu yang paling banyak,” ungkapnya kepada reporter blokTuban.com saat ditemui di rumah produksinya, Minggu (13/3/2022).
Awalnya, Badrikah memulai usaha jamur crispy saat budidaya jamur tiram miliknya pemasarannya turun. Akhirnya, ia memutar otak dan berinisiatif untuk mengolah jamur tersebut menjadi produk yang lebih tahan lama.
Selama hampir empat tahun menjalani usahanya, guru TK di Cendoro itu biasa memasarkan produknya secara online seperti di Instagram dan juga Facebook. Saat ini titik terjauh produknya merahbah Surabaya dan Probolinggo. Selain itu, ia juga menitipkan olahannya di beberapa toko yang ada di Kabupaten Tuban.
“Pemasarannya dulu baru yang tahu saja disini dari teman-teman, kalau untuk yang sekarang sudah ada di supermarket Tuban, di pusat oleh-oleh Tuban, toko hani, toko asih, dan juga Rest Area,” terangnya.
Selain rasanya yang enak, harga yang ditawarkan Badrikah juga cukup murah yaitu Rp12 ribu per kemasan. Tidak hanya memproduksi jamur Crispy saja, ada banyak produk yang juga diproduksi oleh perempuan berhijab ini. Seperti krupuk jamur, nugget jamur, stik jamur, sempol jamur, usus crispy dan juga kripik sukun.
Perempuan 36 tahun itu mengaku selama pandemi omzetnya menurun. Diantara faktornya, kantin-kantin sekolah yang biasa menjual jamur crispy buatannya tutup karena sekolah diliburkan.
“Kendala saat covid pasti ada karena sebelumnya waktu masih aktif sekolah. Saya kemas kecil-kecil untuk anak sekolah dengan harga Rp1000 terus dititipkan di kantin sekolah,” katanya.
Untuk bisa mepertahankan jamur crispy neng izza ini di pasaran, perempuan ramah ini menjaga pengolahan produknya supaya kualitas olahan jamurnya tetap terjaga.
“Minyak juga perlu diperhatikan, kemasannya juga perlu. Kemasan seperti ini juga bisa menarik pembeli karena berpengaruh juga pada masa expixed karena kalau kemasannya beda, masa expixed nya juga berbeda,” tutupnya. [Sav/Ali]