Reporter: Dina Zahrotul Aisyi
blokTuban.com- Hari Kusta Sedunia (World Leprosy Day) setiap tahunnya diperingati setiap hari Minggu terakhir bulan Januari yang pada tahun ini bertepatan jatuh di tanggal (30/1/2022). Peringatan hari istimewa ini dimaksudkan agar masyarakat menyadari bahwa kusta masih ada dan diharapkan agar mengetahui apa itu penyakit kusta beserta gejalanya, sehingga stigma dan diskriminasi yang berhubungan dengan kusta bisa diakhiri.
Stigma merupakan ciri negatif yang menempel pada seseorang, sedangkan diskriminasi merupakan perbedaan sikap dan perilaku terhadap seseorang. Kedua hal tersebut bisa terjadi pada pasien kusta atau orang yang pernah mengidap kusta (OYPMK). Saat ini masih banyak masyarakat yang menyalah artikan penyakit kusta sebagai penyakit kutukan, penyakit akibat guna-guna, atau penyakit yang memiliki sifat buruk sehingga pengidap penyakit kusta sulit diterima kembali oleh masyarakat.
dr. Hendra Gunawan, Sp.KK (K), PhD dalam siaran Radio Kesehatan mengungkapkan bahwa masih ada pemahaman yang mungkin tidak tepat mengenai penyakit kusta sehingga stigma dan diksrimanasi tersebut masih sering terjadi. “Pada pasien kusta yang telat berobat, kemungkinan akan terjadi perubahan bentuk fisik dalam tubuhnya, istilahnya saat ini adalah disabilitas. Hal tersebut yang kemungkinan mendasari adanya stigma dan diskriminasi yang dialami pengidap kusta,” ungkapnya.
Untuk mencegah hal tersebut, maka diharapkan masyarakat untuk mengetahui dengan benar apa saja gejala dan penyebab terjadinya kusta, sehingga bisa segera diobati untuk mencegah terjadinya disabilitas.
Tahun ini peringatan Hari Kusta Sedunia mengusung tema The United for Dignity. Hal tersebut merupakan kampanye kepada seluruh masyarakat agar tetap menjunjung kehormatan dan harga diri pasien kusta atau Orang yang pernah Mengidap Kusta (OYPMK). “Pada tahun ini kita ingin melibatkan pasien-pasien kusta agar memberikan pengalam kehidupan sebagai seorang pengidap kusta jadi empowering stories about that life experience,” terangnya.
Selain itu, juga mengupayakan advokasi dan usaha-usaha untuk mendapatkan kembali hak-hak pasien kusta untuk terbebas dari stigma dan diskriminasi, serta diharapkan kesehatan mental pasien kusta tetap terjaga.
Dengan adanya stigma dan diskriminasi akan mempengaruhi pasien kusta atau seseorang yang mungkin mempunyai gejala kusta untuk berobat ke layanan kesehatan, sebab apabila mereka telah didiagnosis sebagai pengidap kusta maka akan banyak pandangan buruk orang-orang terhadap mereka. Selain itu, angka putus berobat bagi pasien kusta kemungkinan akan meningkat akibat dari stigma buruk tersebut. “Apabila banyak pasien kusta yang tidak segera mengobati penyakitnya atau mengalami putus obat, pada akhirnya penyebaran penyakit ini akan terus berlanjut sehingga angka kejadian penyakit kusta tidak akan pernah menurun,” tegasnya.
Diketahui, Indonesia menduduki peringkat ketiga di dunia setelah India, dan Brazil terkait dengan angka kasus baru kusta. Meskipun secara tren penyakit kusta memang menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun diharapkan bahwa penurunan kejadian kusta bisa terjadi secara signifikan untuk mencapai visi dunia bebas kusta (zero of leprosy). “Nah itu yang kemungkinan masih cukup jauh,” ungkapnya,
Secara global, pada tahun 2020 angka kasus baru kusta mencapai lebih dari 127 ribu di seluruh dunia, 8000 diantaranya terjadi pada anak-anak usia < 15 tahun, dan 80 persen angka kasus baru terjadi pada 3 negara, yakni India, Brazil, dan Indonesia. Berdasarkan data WHO, angka kasus baru kusta di Indonesia mencapai lebih dari 11.000 kasus. [din/col]