Sejarah Penemuan Makam dan Situs Cagar Budaya Bandungrejo

Penulis: Fina Lailatul Fadhilah

blokTuban.com - Almarhum KH. Abdurrohman Sunoko adalah orang yang pertamakali menemukan situs dan makam. Ia juga yang memunculkan serta mengenalkan ke semua orang nama Karto Wijoyo dan Wijoyo Kusumo.

Berawal saat Sunoko laku tirakat dalam waktu yang cukup lama, akhirnya pada hari Minggu Legi tanggal 20 Januari 1970 turunlah ilham serta hidayah dari Allah SWT sehingga terbuka hatinya seiring keluarnya karomah Karto Wijoyo.

Hal ini ditandai dengan pertemuan Sunoko dan Karto Wijoyo dengan bahasa Hamuningko, Habudito, Hamburito Karto Wijoyo, yang kurang lebih artinya Pusat Petilasan Pangumbaran Karto Wijoyo.

Kala itu Karto Wijoyo juga menyerukan kepada Sunoko untuk menjadi kesatria di tanah air ini, sehingga mampu membuka pesarean yang asalnya Alas Geritan, Jin Peri Prayang, Jalmomoro Jalmomati yang waktu itu tidak ada yang berani lewat tempat tersebut saat malam hari.

Dikisahkan Sunoko harus berjuang menyingkirkan berbagai gangguan makhluk halus seperti Banaspati, Genderuwo, Kuntilanak, dan sebagainya.

Makam Karto Wijoyo sendiri ditemukan pada tahun 1970. Merupakan keturunan dari atasan Sultan Cirebon yang pertama yang termasuk Wali Songo.

”Khusus mbah Karto Wijoyo turun saking nduwur-nduwurane Sultan Cirebon yang pertama yang termasuk Wali Songo,” kata Habib (40) yang merupakan pengurus pesarean Karto Wijoyo di Desa Bandungrejo, Kecamatan Plumpang, Tuban.

Di makam tersebut, lanjut Habib pada zaman dahulu dijadikan sebagai tempat untuk mencari ilmu atau kesaktian. Banyak masyarakat yang percaya bahwa di makam tersebut ada harta karun di dalamnya.

Sampai sekarang di makam Karto Wijoyo juga sering dijadikan sebagai tempat ritual untuk orang-orang tertentu. Ritual biasanya dilakukan pada bulan 1 Suro, dan untuk hari-hari biasa juga ada ritual yang dilakukan.

”Ya utamanya di bulan-bulan seperti satu Suro, untuk ritual hari biasa ya ada tapi gak sering ya jarang-jarang,” imbuhnya.

Ditambahkan jurukunci, ritual yang menggunakan dupa atau sejenisnya biasanya dilakukan oleh orang-orang spiritual dengan tujuan tertentu dan memang orang tersebut berprofesi sebagai spiritual. Jadi untuk komunikasi dengan pasien bisa dilakukan dengan baik dan butuh bantuan doa.

Sebatas diketahui, makam tersebut dibangun mulai tahun 1970, dan 10 tahun kemudian dilakukan penataan untuk perbaikan dan masih dilakukan sampai sekarang. Pembersihan makam maupun yayasan semua dilakukan oleh juru kunci selaku pengurus pesarean tersebut.

Di makam Karto Wijoyo selama satu bulan dua kali juga rutin diadakan pengajian tepatnya di hari Kamis malam Jumat Wage dan malam Senin Pon.

“Malam Senin pon jamaah saya ikut ngaji disini. Setiap sebulan dua kali pertemuan," sambung Subandiah (65) warga setempat pada Minggu (31/10/2021).

Pengajian tersebut dilakukan untuk mengirimkan doa kepada yang telah meninggal. Setiap tahun tepatnya pada bulan Sapar malam Jumat Kliwon atau pada bulan September diadakan Haul Karto Wijoyo.

Di samping itu, ada banyak penemuan benda cagar budaya yang sebagian diambil oleh pemerintah ketika ditemukan. Sebut saja Arca Manusia, Ganesa, dan sebagainya. Waktu itu Sunoko masih mempertahankan beberapa benda cagar budaya yang penting dan mengandung histori budaya pada masa Hindu Buda pada zaman Majapahit Raha Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Dua buah prasasti yang menyebut nama Tuban.

Diceritakan di awal bahwa Sunoko adalah orang yang membersihkan juga membangun banyak bangunan yang ada di makam ini. Termasuk cungkup makam Karto Wijoyo dan Wijoyo Kusumo.

Dimana dulunya tempat ini tidak bertuan masih singit atau angker dan banyak ditumbuhi pohon-pohon besar. Banyak pula saat itu digunakan sebagai tempat kemusyrikan.

Baru pada tahun 1993, Sunoko mendaftarkan ke Pemerintah pusat, dan munculah sertifikat pengesahan kepemilikan pada tahun 1998 dari Direktorat Jendral Kebudayaan Jakarta.

Dilansir dari laman disperpusip.jatimprov, secara administratif Situs Bandungrejo dan Makam Mbah Kartowijoyo terletak di Desa Bandungrejo Kecamatan Plumpang, dan secara astronomis berada pada 7°5’0″ LS dan 112°6’31” BT.

Keberadaan makam yang terletak di dalam cungkup di Astana Krebut Desa Bandungrejo Kecamatan Plumpang ini sekarang dikenal dengan nama makam Mbah Kartowijoyo. Nama beliau seperti yang tertulis di papan kayu di Astana Krebut adalah Sayyid Abdurrahman Abu Bakar Husein.

Di Astana Krebut Desa Bandungrejo terdapat dua buah batu prasasti, disebut Prasasti Bandungrejo atau Prasasti Tuban, berangka tahun 1277 Saka atau 1355 Masehi. Prasasti Tuban ini terbuat dari batu sebanyak dua buah, yang angka tahun dan isinya bersamaan, ditemukan di Desa Bandungrejo dan merupakan satu-satunya prasasti yang menyebut nama Tuban secara langsung dan jelas.

Transkripsi prasasti tersebut diterjemahkan oleh Drs. Soekarto Kartoatmojo pada tahun 1980. Prasasti ini menyebutkan bahwa pemberontakan di tepi sungai dapat dipadamkan oleh orang-orang Tuban (pati kadi dasa hakuti tuban), sehingga dapat aman dan sentosa. [fina/mu]

*Penulis adalah Mahasiswi Magang, dan sekarang masih Semester 3 Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Unirow Tuban*