Oleh: Usman Roin
Seiring dengan meluasnya penyebaran corona virus disease (Covid-19) di Indonesia, Presiden Joko Widodo, Minggu (15/3/2020), di Istana Bogor, Jawa Barat, mengimbau, seluruh wargat tidak panik dan tetap produktif. Sehingga, penyebaran virus bisa dihambat dan dihentikan. Jokowi juga menambah, dengan kondisi saat ini, saatnya kerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah di rumah.
Merespon hal tersebut, Kemendikbud yang kemudian ditindaklanjuti Gubernur, Walikota, Bupati, dan Dinas Pendidikan, juga telah memberikan edaran lebih rinci, terkait solusi pencegahan Covid-19 dengan melakukan belajar mandiri dari rumah selama dua pekan, pada satuan pendidikan mulai dari TK hingga PT. Bahkan, Bupati Bojonegoro, Anna Muawannah, di akun instagram @anna_muan32, menyampaikan pesan bijak, “Mahasiswa, mahasiswi, pelajar, belajar di rumah. Bukan libur,” tegasnya.
Anna menambahkan, “Kepala sekolah, guru bertugas seperti biasa, mengajar, member tugas pekerjaan rumah (PR), mengabsen seperti biasa. Yang berubah metodenya tidak tatap muka langsung. Bojonegoro aman sehat. Amin,” imbuhnya.
Jika demikian adanya, di sinilah keluarga menjadi bagian penting. Meminjam cuitan status Guru Besar Ilmu Pendidikan Islam UIN Walisongo Semarang, Prof. Dr. Syamsul Ma’arif, M.Ag, “Corona memperkuat hubungan keluarga.” Tujuannya, agar selama anak di rumah, melalui peran intensif orangtua, kebiasaan belajar anak tetap konsisten.
Terkait dengan bentuk kemandirian belajar selama di rumah, melalui surat edaran tersebut, juga sudah ada gambaran model yang diberlakukan. Yakni, belajar melalui online atau dalam jaringan (daring). Hanya saja, kembali kepada sekolah dan tenaga pendidik, mau atau tidak menyiapkan solusi pola operasional, dan aplikatif terkait ‘kegiatan belajar mengajar’ siswa selama di rumah. Walaupun, pelaksanaannya tidak sesempurna kala anak berada di sekolah. Menjawab hal tersebut, bagi penulis terdapat dua hal yang bisa dilakukan:
Pertama, sekolah harus membuat konsep ‘sederhana’ belajar online atau dalam jaringan (daring). Terlebih, iklim desa yang minim dengan ‘sinyal’ seluler jangan sampai menjadi hambatan agar anak tetap belajar.
Konsep ‘sederhan’ belajar melalui online menjadi alternatif, agar orang tua tidak bingung, bahkan panik, terkait panduan belajar dari masing-masing satuan pendidikan. Tujuannya, agar belajar anak tetap berjalan meski berada di rumah. Langkahnya, sekolah bisa saja mengadakan workshop singkat membuat aplikasi belajar online. Bila tidak memungkinkan, guru harus mengomunikasikan langkah-langkah pembelajaran lewat WhatsApp (WA), sebagai cara praktis agar materi mata pelajaran (Mapel) tetap ditelaah secara mandiri oleh anak selama di rumah.
Kedua, terkait peran orangtua selama anak belajar mandiri dari rumah, yang utama adalah memastikan terlebih dahulu, apakah ada petunjuk teknis dari guru mapel, walikelas, atau paguyuban orangtua terkait langkah belajar mandiri dari rumah. Jika ada, maka fungsi orangtua selain sebagai pengontrol agar kegiatan belajar yang diberikan sekolah berjalan, juga menjadi motivator. Yakni, memberikan pengertian positif bahwa selama anak di rumah, belajar harus tetap dilakukan. Tujuannya, agar anak tidak menjadi salah paham, bahwa 14 hari ‘libur’ di rumah tidak lantas ‘libur’ pula belajarnya. Karena bisa jadi, bermain, menonton televisi, game, hanya akan menjadi pemandangan yang tidak produktif selama anak di rumah bila hal itu tidak dilakukan.
Buat Pustaka Keluarga
Jika belum ada petunjuk operasional belajar dari rumah, menciptakan keakraban dengan membuat pustaka keluarga adalah pilihan yang produktif. Bisa di ruang tamu, ruang khusus belajar, hingga ruang permanen yang dialokasikan untuk perpustakaan pribadi. Caranya dengan bersama-sama menyiapkan tempat display buku-buku hasil koleksi keluarga sebagaimana yang ada di perpustakaan pada umumnya. Kemudian, aneka koleksi buku tersebut ditata sesuai dengan tema bahasan. Jika tentang pendidikan, berarti deretan subrak mengkhususkan buku tersebut. Tujuannya agar mudah dicari hingga bila kemudian anggota keluarga yang selesai membaca akan dikembalikan sebagaimana semula.
Keberhasilan literasi di keluarga, selama anak di rumah, juga akan tercipta manakala koleksi buku yang dimiliki selain ditempatkan pada tempat yang strategis. Apalagi, ditambah dengan usaha untuk memberi tempelan informasi buku pada rak. Bisa berupa tema bahasan atau genre buku fiksi (novel, puisi, cerpen) atau non fiksi, (pendidikan, motivasi, bidang keilmuan khusus) dan lainnya. Intinya, dengan adanya tempelan tersebut akan memudahkan pemanggilan, pencarian, bila anggota keluarga ingin mengaktifkan membaca sebagai upaya mencerdaskan literasi dalam keluarga.
Akan lebih baik pula, bila anggota keluarga (orangtua) di samping menyimpan koleksi karya orang lain juga memberikan rak khusus terhadap karyanya. Selain membanggakan, keberadaan rak khusus tersebut juga melatih kepercayaan diri melahirkan produk karya tulis di tengah minimnya ke-pede-an mengakui dan menampilkan karya sendiri. Apalagi, bila kemudian anggota keluarga lain meniru untuk menghasilkan karya tulis. Tentu, menciptakan literasi di keluarga bukan sebatas wacana. Melainkan pendidikan literasi juga sudah menjadi program terencana keluarga yang tidak terbatas pada membaca, melainkan diteruskan pada menulis, guna melahirkan produk karya tulis dari lingkungan dasar pendidikan yakni keluarga. Bahkan Usman Roin dalam buku 50 Status Inspiratif (2020: 44) mengatakan, buah pikiran akan abadi dan elegan bila diikat menjadi buku.
Terkait bentuknya, bisa berupa buku, majalah, buletin, kolom tulisan di koran atau media online untuk kemudian dikliping. Karena yang terpenting adalah bukti fisik karya tulis yang kemudian memiliki tempat khusus di perpustakaan keluarga. Jika demikian, mewujudkan perpustakaan pribadi dengan anak selama berada di rumah adalah pilihan bijak agar kebiasaan belajarnya tetap optimal. Hingga kemudian mengalihkan anak untuk juga mempelajari mapel demi mapel secara bergantian adalah cara bijak orang tua bahwa anak jangan sampai lupa belajar. Alhasil, buah dari belajar mandiri selama anak di rumah akan didapatkan.
*Penulis adalah Pengurus Majelis Alumni IPNU Bojonegoro dan alumnus Attanwir Talun.
Covid-19 dan Produktifitas Belajar Anak
5 Comments
1.230x view