Reporter: -
blokBojonegoro.com - Karena tidak ada tempat bermain, tidak ada yang menemani anak olahraga, dan alasan lainnya, banyak anak akhirnya kekurangan aktivitas fisik.
Selain itu masih banyak juga kesalahpahaman orangtua yang membuat anak akhirnya kurang bergerak dan beraktivitas setiap hari. Sebenarnya, berapa lama aktivitas fisik yang dibutuhkan anak setiap hari?
Sesuai rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), anak dan remaja yang berusia 5 sampai 17 tahun membutuhkan aktivitas fisik sebagai berikut.
Setidaknya 60 menit aktivitas fisik dengan intensitas sedang hingga cukup berat setiap hari
Beraktivitas fisik lebih dari 60 menit bisa memberikan manfaat tambahan bagi kesehatan
Melakukan aktivitas fisik yang melibatkan latihan penguatan tulang dan otot setidaknya 3 kali dalam seminggu.
Beberapa anggapan berikut mungkin sering membuat orangtua keliru dan meyakini bahwa anak telah memenuhi aktivitas fisik hariannya, padahal belum tentu.
1. Ikut pelajaran olahraga saja sudah cukup
Beberapa orangtua menganggap bahwa mata pelajaran Penjaskes (Pendidikan Jasmani dan Kesehatan) di sekolah sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan anak akan aktivitas fisik.
Penjaskes memang mengajarkan anak untuk berolahraga. Akan tetapi, Penjaskes saja belum cukup untuk membuat tubuh anak tetap bugar dan sehat.
Sesuai dengan Kurikulum 2013, anak usia Sekolah Dasar hanya mendapatkan pelajaran Penjaskes seminggu sekali dengan durasi sekitar 70 menit. Sedangkan anak usia Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas mengikuti pelajaran Penjaskes seminggu sekali dengan durasi 80 sampai 100 menit.
Padahal WHO merekomendasikan anak untuk beraktivitas fisik setidaknya 142 menit dalam seminggu. Ini berarti mengikuti mata pelajaran Penjaskes di sekolah saja tidak bisa mencukupi kebutuhan aktivitas fisik anak.
Anak tetap harus beraktivitas fisik setiap harinya. Misalnya naik sepeda, jalan kaki ke sekolah, berenang, main sepak bola, atau main petak umpet.
2. Kalau badan anak tidak gemuk, tidak perlu berolahraga lagi
Berat badan anak tidak bisa dijadikan standar untuk menentukan apakah anak sudah cukup bugar. Pasalnya, setiap anak membutuhkan olahraga, terlepas dari berapa berat badannya. Ingat, olahraga itu tujuannya bukan cuma menguruskan badan.
Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, olahraga berperan penting dalam melatih koordinasi, memperkuat tulang, otot, dan sendi, meningkatkan kekebalan tubuh, menjaga kesehatan mental, dan membangun kepribadian anak yang sehat.
3. Main sepulang sekolah itu hanya menghabiskan waktu
Banyak orangtua menganggap main sepulang sekolah seperti main di taman, main sepak bola, main petak umpet, dan permainan lainnya hanya akan membuat anak kelelahan dan jadi tidak bisa belajar.
Padahal, permainan-permainan seperti ini adalah cara yang sangat efektif untuk memenuhi kebutuhan anak akan aktivitas fisik.
Ya, aktivitas fisik itu bukan cuma dari olahraga. Permainan anak-anak juga tergolong sebagai aktivitas fisik. Namun, intensitasnya memang berbeda-beda, tergantung aturan dari permainan itu sendiri.
4. Aktivitas fisik rentan membuat anak cedera
Tak bisa dipungkiri, hampir setiap orangtua pasti pernah berdebar-debar dan merasa cemas kalau anaknya terluka saat bermain atau beraktivitas fisik. Akan tetapi, jangan sampai kecemasan ini menjadi alasan untuk melarang anak beraktivitas fisik.
Untuk mencegah anak terluka dan cedera saat beraktivitas fisik, kita yang harus mengajari anak untuk selalu berhati-hati. Misalnya sebelum anak main ke luar rumah, pastikan sepatunya sudah diikat dengan benar supaya ia tidak tersandung. Kita juga harus rajin memeriksa kondisi sepeda anak, apakah remnya blong dan bannya kempes?
Lagipula, semakin sering beraktivitas fisik, koordinasi anak akan semakin membaik. Karena itu, anak pun jadi tambah lincah bergerak sehingga risiko jatuh atau cedera lebih minim. Pastikan juga ada orang dewasa yang bisa memantau anak-anak ketika mereka bermain.
*Sumber: kompas.com