Reporter: Sri Wiyono
blokTuban.com – Gema takbir masih terngiang. Suasana Lebaran masih kental. Ya, 5 hari setelah Lebara. Suasana saling memaafkan itu tiba-tiba dinodai oleh digerebeknya pabrik pembuatan minuman keras (miras) jenis arak di Kecamatan Semanding. Ratusan liter arak siap edar, dan 10.000 liter lebih baceman arak diamankan, berikut perangkat dan alat pembuatannya.
Minuman keras dan narkoba adalah dua jenis bahan yang berbahaya. Dari sana bermula dosa-dosa besar, juga kasus-kasus kejahatan. Dua jenis barang itu memabukkan, dan merusak generasi. Di Tuban yang disebut Bumi Wali marak. Karena itu Polres Tuban getol memberantasnya.
Seperti kisah yang populer di kalangan santri, betapa besar akibat dari meminum miras atau hammar. Seorang ulama besar yang sangat alim dan berilmu tinggi, yang akhirnya jatuh, terpuruk dan hilang harga dirinya akibat tipu daya setan melalui miras.
Dikisahkan; dahulu kala ada seorang ulama yang terkenal di mana-mana, namanya Barseso. Muridnya sangat banyak. Dia mampu berjalan di atas air karena saking sakti dan salehnya. Suatu hari masuklah setan yang menyamar dan menyerupai seperti pemuda yang ingin belajar pada dia.
Setelah diterima, pemuda jelmaan setan itu langsung masuk ke dalam kamar tempat dia beristirahat. Sang santri itu tidak keluar kamar selama 3 hari 3 malam. Hal itu membuat heboh di kalangan penghuni pesantren. Semua membicarakan pemuda tersebut. Hingga akhirnya terdengar oleh Barseso.
Sang kiai juga penasaran dengan pemuda itu. Lalu dia mengunjungi kamar di mana tempat anak muda itu beristirahat. Kiai Barseso bertanya kenapa pemuda itu, kenapa tak keluar kamar selama 3 hari 3 malam dan terus beribadah kepada Allah, dan apa rahasianya bisa kuat dalam beribadah.
Pemuda yang jelmaan setan itu bilang, agar bisa ibadah dengan kuat dan bisa merasakan nikmatnya beribadah, maka harus melakukan dosa besar dulu. Padahal ini hanyalah tipu daya setan. Namun, Kiai Barseso tertarik.
Lalu ditawarkan tiga perbuatan yang mengandung dosa, yakni membunuh, berzina dan minum miras. Karena Barseso berfikir kalau minum miras yang paling kecil dosanya, maka dia memilih miras. Namun, dari sinilah petaka terjadi.
Akibatnya fatal ! Setelah meminum miras terlalu banyak, Barseso itu menjadi mabuk. Tanpa sadar dia kemudian berbuat zina dengan perempuan yang menemani dan menuangkan minuman. Setelah itu, Kiai Barseso baru tersadar akan perbuatannya. Karena tidak ingin orang lain mengetahui perbuatannya maka dibunuhlah perempuan itu.
Karena itu, kagetlah ketika Polres Tuban lagi-lagi membongkar pembuatan miras jenis arak. Enam hari setelah Lebaran. Polisi berhasil menggerebek pabrik pembuatan arak di Kecamatan Semanding. Barang buktinya cukup besar yakni 500 liter arak siap edar, dan 10.400 liter baceman dari 52 drum besar.
Pembuatan dan peredaran miras tradisional ini nampaknya begitu sulit dihilangkan. Meski aparat berkali-kali menggerebek dan mengamankan pemilik pabriknya. Bahkan, juga menghukum berat. Namun, tetap saja arak masih berseliweran.
Berdasarkan kasus miras yang berhasil diungkap Polres Tuban sejak Januari sampai 21 Juni itu saja, setidaknya ada 6 kasus. Namun, lihatlah barang bukti yang bisa diamankan. Dari hasil ungkap kasus itu, setidaknya ada 24 ribu liter lebih arak siap edar yang diamankan. Juga 29 ribu liter lebih arak baceman serta ratusan alat produksi. Bayangkan jika puluhan ribu liter miras itu beredar di masyarakat, barapa puluh ribu orang yang mabuk?
Kasus narkoba di Bumi Wali ini pun tak bisa dianggap enteng. Peredaran Carnophen sedemikian banyaknya. Kasus narkoba yang ditangani Polres Tuban semakin meningkat tiap tahun. Sebut saja pada 2014, sesuai data dari Polres Tuban, sebanyak 40 kasus yang ditangani. Jumlah itu bertambah pada 2015 menjadi 60 kasus. Puluhan bahkan ratusan ribu pil, bisa jadi jutaan butir Carnophen sudah diamankan dan dimusnahkan.
Dua tahun terakhir kasus narkoba juga makin banyak. Pada 2016 terjadi 102 kasus, yakni 24 kasus narkoba seperti sabu, ganja, inex dan sebagainya. Serta 78 kasus obat daftar G dan Carnophen. Dari 102 kasus itu sebanyak 113 tersangka diproses hukum. Sebanyak 101 tersangka laki-laki dan 12 tersangka perempuan. Dengan barang bukti 22,3 gram shabu dan 31.082 butir Carnophen serta yang Rp 27,7 juta.
Lalu pada 2017 jumlah kasus turun menjadi hanya 97 kasus. Sebanyak 17 kasus narkoba dan 80 kasus obat daftar G. Jumlah tersangka juga turun menjadi 106 orang. Yakni tersangka laki-laki 100 orang dan perempuan 6 orang. Hanya barang buktinya bertambah. Shabu seberat 23,25 gram dan 36.177 butir Carnophen serta uang Rp 28,6 juta.
Sedangkan sesuai data hasil ungkap Polres atas kasus narkoba sejak Januari sampai Juni 2018 ini, sebanyak 8 kasus diungkap. Sebanyak 7 kasus adalah peredaran carnophen sedangkan satu kasus shabu (SS). Sebanyak 7 tersangka diamankan dengan barang bukti yang cukup banyak.
Barang bukti carnophen tercatat 2.000 butir lebih, juga 3.393 butir pil daftar G serta SS seberat 3,98 gram. Juga uang puluhan juta rupiah diamankan dari para tersangka. Polisi mempunyai perangkat yang lebih keras sekarang untuk menangani kasus carnophen.
Dulu, kasus carnophen hanya dikenakan UU kesehatan dan pangan untuk menjerat. Hukumnnya pun ringan. Di UU pangan misalnya, penyalahgunaan bahan yang membahayakan maksimal hukumannya hanya 2 tahun, di tambah denda. Dan putusan pengadilan dinilai masih ringan, sehingga tak menimbulkan efek jera.
Sejak 9 Maret 2018 Carnophen yang selama ini masuk dalam kategori obat daftar G, pil yang oleh kalangan pemakainya dulu disebut ‘Mbah Karno’ itu masuk menjadi narkotika golongan 1. Dengan masuk jenis narkoba golongan 1, penyalahgunanya diancam hukuman berat. Karena untuk narkoba golongan 1, ancaman hukumannya berasal dari UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Pasal 111 ayat (1) UU ini menyebutkan; Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di Kabupaten Tuban membuat miris dan mengelus dada. Jumlah barang yang berhasil disita, artinya barang tersebut gagal disebarkan atau dijual begitu banyaknya.
Bagaimana dengan barang yang sudah tersebar ? Diyakini jumlahnya lebih banyak lagi. Sebab, kasus narkoba ibarat gunung es di tengah lautan. Artinya yang nampak hanya permukaannya saja, pucuknya saja. Sementara yang di bawah yang lebih besar dan bahaya masih tidak kelihatan.
Tersangka yang ditangkap diyakini hanya sebagian kecil saja yang terungkap, karena jaringan yang besar, barang yang lebih banyak juga akan terus menyebar, dan semua itu mengancam kelangsungan hidup generasi muda kita.
Apa langkah kita sebagai warga masyarakat, warga yang mengaku beragama melihat semua itu. Banyak kalangan yang prihatin, dan menyayangkan. Sehingga, mereka mendukung langkah tegas aparat.
Ada juga lembaga yang secara berani menyatakan perang dengan narkoba dan miras. Juga ada lembaga yang secara massif terus mengkampanyekan bahwa nakorba itu jahat. Narkoba itu merusak masa depan dan sebab negatif lainnya.
Namun, jika gerakan tersebut dilakukan sporadis, secara kelompok per kelompok dan tidak massif, maka narkoba dan miras itu akan sulit dibendung. Memang sudah sunatullah, bahwa di samping kebaikan pasti ada keburukan. Ibarat sebaik-baiknya rumah, sebersih-bersihnya rumah, sesuci-sucinya tempat ibadah misalnya, pasti ada toiletnya, pasti ada jambannya.
Sehingga, meminjam kata-kata kawan yang getol kampanye antinarkoba, bahwa sampai kiamat pun narkoba, miras dan kejahatan tidak akan hilang dari muka bumi. Jadi, jangan biarkan polisi sendirian memberantasnya, masyarakat harus ikut berperan.[ono]