Nyanyian Rindu

Peresensi: Shania Dewinta Hapsari*

Fredy Siswanto, atau lebih dikenal sebagai Fredy S. adalah penulis buku roman pinggiran (yang dijual di kaki lima). Ia seorang novelis “kondang” pada masanya, ratusan novel Fredy berjaya pada dekade 80 hingga 90-an di Indonesia. Kondang dalam tanda petik, karena namanya lebih populer di kalangan penggemar roman percintaan yang biasa berlalu lalang di terminal bus, stasiun kereta api maupun lapak bacaan pinggir jalan.

Namun disayangkan, pentasnya di panggung sastra Indonesia diangggap tidak pernah ada. Kebanyakan para kritikus memvonis karya-karyanya jauh dari apa yang kerap disebut karya sastra dari sisi kualitas. Gaya penulisannya pun sering berubah-ubah. Sesekali ia mengikuti gaya cerita penulis ngetop dan “berkelas” pada waktu itu. Karena itulah novel-novelnya terpinggirkan dan namanya sering dicibir sebagai penulis novel roman picisan, bahkan ada yang menyebutnya sastra kaki lima.

Tapi  Fredy tidak pernah peduli, karyanya masih menjadi buruan sebagian kalangan sampai saat ini. Entah apa mereka benar-benar menikmati setiap bait dalam paragraf novel itu, atau hanya sekadar ingin memanjakan khayalan erotis, hanya mereka yang tahu.

Fredy S termasuk penulis yang produktif, telah lebih dari 300 judul buku ditulisnya. Satu hal yang membanggakan dari novelis sastrawan jalanan ini, peredaran novelnya telah menembus negeri jiran seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Beredar kabar, bahwa salah satu penerbit di Malaysia telah meminta hak edar di negeri itu untuk 100 judul karyanya dengan hak royalti sebesar Rp1.5 juta rupiah per judulnya.

Satu novelnya yang berjudul “Senyummu Adalah Tangisku” bahkan pernah diangkat ke layar lebar dengan pemeran Rano Karno dan Anita Carolina.

Fredy kini telah tiada, 24 Januari 2015 lalu Fredy tutup usia pada umur 60 tahun. Namun karya-karyanya terus melegenda, dia tetap punya penggemar setia.

Sebenarnya, Fredy S bukan hanya penulis. Dia juga seorang pelukis, sutradara, penerbit, dan penulis skenario film. Dia sosok multitalenta.

Beberapa skenario film layar lebar yang pernah digarapnya, antara lain: Di Sana Mau Di Sini Mau (1989), Penakluk Srigala (1983), Gepeng Bayar Kontan (1983), dan Lara Jonggrang (Candi Prambanan) (1983).

Di dalam novel "Nyanyian Rindu" ini diceitakan bahwa ada seorang gadis cantik dan anggun yang bernama Rani Anggraini. Mungkin bagi Rani ini bukan kencan pertama dengan seorang pria yaitu Kaka Setia Prapanca atau biasa disapa dengan julukan Kaka. Namun entah mengapa di malam itu perasaan rani berbeda sampai-sampai dia tidak bosan untuk berias di depan cermin, hingga ibu Rani pulun menghampirinya dan berkata “Sebenarnya putri ibu ini sedang apa?  Sampai-sampai tidak punya bosan dengan cermin” (goda Ibu Rani), Rani tidak tau jika ibu telah memperhatikannya sejak lama. Rani pun meminta pendapat kepada ibuya tentang pakaian yang dia gunakan “Menurut ibu apa aku sudah cantik” (sambil berputar-putar layaknya model iklan). Ibu Ranipun menjawab “Sudah cantik sayang, sebenarnya kamu dandan secantik ini untuk siapa? Apa untuk Kaka ?” (goda ibu Rani).

Tak lama kemudian bibi pun datang dan memberi kabar bahwa Rani sudah di tunggu seorang pria di teras rumah “Non Rani, ada tamu di depan rumah” (ujar bibi). Kemudian ranipun tergesa-gesa untuk menghampirinya, tanpa dia pedulikan jika dia sedang mengenakan  high heels. Sejenak Kaka terpesona dengan keanggunan Rani Anggraini, keanggunan yang tak habis diungkapkan dengan kata-kata. Sempat terucap sapaan “hai” dari Kaka dan sapaan itupun berbas “Hai juga”, seketika suasana menjadi hening dan tiba-tiba klKaka memberi kejutan untuk Rani dengan memberikan setangkai bunga.   Setelahnya mereka pun beranjak untuk pergi makan malam.

Setibanya di sebuah cafe, Rani dan Kaka di sambut dengan nyanyian lagu cinta yang seakan-akan mewakili  kehadiran dua insan yang tengah di madu asmara. “cinta” begitu ujarnya, merekapun duduk di bawah bintang yang seakan-akan memahami isi hati dua insan yang tengah bercinta. Berhadap-hadapan namun tak ada yang memulai membicaraan, baik Rani maupun Kaka saling membisu dan hanya pandang memandang satu sama lain. Hingga akhirnya Kaka membuka pembicaraan yang intinya menolak secara halus hubungannya dengan Rani. Rani pun beranjak dan cepat-cepat pergi meninggalkan Kaka ,tanpa memperdulikan panggilan Kaka, Rani pun terus berjalan.

Sepasang mata cantik yang selalu ceria seakan akan berubah menjadi bening dan menatap jauh, kosong bahkan tiada makna apapun yang terkandung di dalamnya. Goresan hati yang tersakiti mungkin ini gambaran dari hujan yang sedang turun mengiringi langkah kepergian Kaka, Rani pun sadar bahwa cinta memang terkadang harus meninggalkan rindu, cinta juga membuat rasa sunyi itu muncul dikala sendiri. Embunpun mengingatkan Rani untuk selalu tegar dengan kesendiriannya, ranipun sempat berfikir kenapa cinta memilih pergi disaat bahagia nyaris sempurna hanya dengan alasan belum cukup tulus untuk mencintainya. Memang ketulusan hati sangat dibutuhkan dalam sebuah hubungan bukan hanya untuk memahami namun meyakinkan antara satu dengan lain,namun semuai itu tak lagi dirasakan oleh Rani.

Waktu lambat laun mulai berganti namun kegundahan hati rani masih mengharap kaka kembali, hingga suatu saat sahabat rani bertanya tentang keadaannya yang kian hari semakin berubah, Rani menjadi sosok mendiam dan sering melamun, padahal jauh sebelum kejadian ini rani merupakan sosok ceria dan selalu optimis. Ada warna yang terasa berbeda diwaktu itu mungkin sedih,gembira atau sendu sebab bayangan rindu masih terus menghantui dan membayangi isi hati seorang yang bisa dibilang gagal move on.

Hingga suatu hari keluarga Rani berusaha memberikan kejutan untuknya, kejutan berupa makan malam bersama dengan sahabat lama Ayahnya, tanpa diduga tiba-tiba sahabat Ayah Rani pun datang dan membawa istri serta anak mereka, Reno namanya. Pada awal pertemuan memang Rani dan Reno termasuk tipe pendiam bahkan di antara mereka tak ada yang memulai untuk mengawali pembicaraan, namun lambat laun keheningan Rani dan Reno terpecah akibat guyonan dan candaan dari orang tua mereka berdua.

Beberapa waktu berlalu perhatian Rano yang semakin hari semakin diacuhkan oleh Rani dan semakin tak dianggap keberadaannya membuat Reno menjadi sosok yang menyerah, padahal Reno adalah teman sewaktu kecil Rani dan mungkin saja rRni sudah lupa akan hal itu, namun Reno tak pernah melupakan hal itu bagi Reno, Rani itu ibarat bintang dan bunga anggrek jalanan yang mulai melayu, semua benda itu mengandung arti tersendiri dari Reno untuk Rani yaitu bintang melambangkan sinar yang selalu dipancarkan oleh Rani dan bunga anggrek layu itu melambangkan bahwa reno sebenarnya ingin memasangkan anggrek itu di kepala Raani, namun sayang keinginannya itu tak hanya jadi harapan sehingga bunga anggrek itupul layu dan akhirnya kering.

Sesadarnya bahwa perhatian dari Reno semakin hari semakin menjauh bahkan hilang, Ranipun mulai gelisah dan galau serta mulai mencari titik prtmasalahan mengapa Reno menjauhinya. Tak disangka dan tak diduga ternyata sebenarnya Reno menyukai Rani namun tak berani untuk mengungkapkannya dikarenakan rani yng belum siap membuka hati dan Rani pun sebenarnya menyukai Reno namun rani hanya mampu menunggu dan menungu. Hingga akhirnya waktu yang di tunggu-tunggupun tiba. Reno mencurahkan isi hatinya kepada rani dan ranipun tanpa berkata langsung mengiyakan perkataan Reno. Mulai  saat ini keindahan terasa begitu sempurna karena ini kisah cinta taklagi sebatas nyanyian rindu.

Keunggulan dalam novel tersebut ialah :

- Memberi pengetahuan kepada kita bawa semua keinginan kita tidak semuanya dapat tercapai.

-Alur ceritanya mudah dipahami, terkesan romantia, serta menguras perasaan pembaca untuk merasakan menjadi tokoh utama.

Kelemahan dalam novel tersebut ialah :

Novel ini tidak diperuntukkan segala umur. Alur yang terlalu berputar-puar, sehingga membuat pembaca harus benar-benar fokus pada awal cerita.

 

*Mahasiswa STIKes ICsada