Sadar Lingkungan, Aktivitas Tambang di Ngrejeng Ditinggalkan

Kontributor: M. Anang Febri

blokTuban.com - Aktifitas pertambangan alam secara berkelanjutan tentu akan mempengaruhi kondisi alam menjadi tak stabil. Seperti penambangan perbukitan kapur, yang diolah menjadi bahan bangunan batu kumbung, bata putih, serta tanah pedel, Jumat (12/1/2018).

Jika diteruskan, hal tersebut dapat menyebabkan berbagai bencana. Tanah longsor, lahan tambang ambruk, hingga banjir bandang dapat sewaktu-waktu mengancam warga sekitar yang bermukim dekat area tambang yang disebabkan resapan air kurang maksimal karena minimnya lahan hijau yang menampung air, terus di eksploitasi besar-besaran.

Lantas, bagaimana merubah dan menghilangkan kebiasaan penambangan alam seperti yang dipaparkan di atas?

Dari aktifitas tersebut, beberapa kawasan desa berhasil membuktikan dan menghilangkan kebiasaan buruk, yang secara tak langsung dapat mengancam kelangsungan hidup mereka sendiri.

Seperti masyarakat Desa Ngarum, Kecamatan Grabagan misalnya. Sadar akan bahaya beserta dampak penambangan batu kumbung, warga setempat perlahan meninggalkan pekerjaan itu.

Kepala Desa (Kades) setempat mengungkapkan, awal mula beralihnya warga setempat yang rata-rata bekerja sebagai penambang batu kumbung dan batu bata putih itu didorong karena desakan warga setempat yang sadar akan keadaan lingkungannya. Mereka sadar, aktifitas penambangan dapat menyebabkan polusi udara, mempengaruhi kestabilan lingkungan, dan bisa mengurangi lahan pertanian warga.

"Warga mulai sadar. Mereka mendesak Pemdes untuk lekas menutup aktifitas tambang, tentu dengan berbagai pertimbangan," papar Bahrul Ulum selaku Kades Ngrejeng, dalam kesempatannya ditemui blokTuban.com beberapa waktu lalu.

Berangkat dari sana, lanjut Kades, pihaknya telah memperhitungkan berbagai konsekuensi yang ada. Jika warga tetap ngotot untuk bekerja sebagai penambang, debu hasil potongan batu kumbung banyak bertebaran di rumah-rumah warga. Mengotori lingkungan, dan mencemari udara segar.

Tak hanya itu, perbukitan kapur yang masih bisa dimanfaatkan untuk berladang warga semakin hari juga semakin berkurang. Ditambah lagi jika sewaktu-waktu lokasi galian tambang bisa ambruk, dan mengancam keselamatan para pekerja.

"Setelah melewati berbagai pertimbangan, akhirnya kami sepakat. Segala aktifitas pertambangan ditutup. Tidak boleh beroperasi," tegas Kades muda tersebut.

Usai disepakati, warga perlahan mulai meninggalkan pekerjaan tersebut satu per satu dan beralih bidang untuk bercocok tanam sebagai petani.

"Peristiwa itu terjadi sudah belasan tahun yang lalu. Sampai hari ini, aktifitas tambang tetap ditinggalkan, dan warga beralih profesi sebagai petani. Yang tersisa hanya sedikit alat-alat bekas peninggalan pekerja tambang tempo lalu dan sisa-sisa ukiran batu di bukit," pungkasnya. [feb/col]