Kapan Terakhir Boleh Makan dan Minum Saat Sahur? Gus Baha: Perhatikan Waktu Imtiyad Setelah Imsak

Oleh: Dwi Rahayu 

blokTuban.com - Setelah waktu imsak tiba, umat Muslim tidak diperbolehkan untuk makan atau minum hingga waktu berbuka tiba pada waktu Maghrib. Sahur harus selesai sebelum waktu imsak agar tidak melanggar aturan puasa.

Namun praktiknya tak jarang masyarakat ragu dan mempertanyakan kapan masuk waktu imsak yang tepat.

Di Indonesia, umat muslim yang hendak melaksanakan ibadah puasa Ramadan diberikan edaran waktu dari imsak hingga jadwal shalat 5 waktu dari penyelenggara pemerintah terkait.

Mengenai hal tersebut KH. Ahmad Bahauddin Nursalim alias Gus Baha, melalui kanal YouTube Sekolah Akhirat bermisal, jika waktu imsak pukul 04.04 WIB, ada kesenjangan waktu menuju azan subuh.

Waktu antara imsak dan subuh ini disebut sebagai imtiyad. Dari sini banyak orang terjebak ketika masuk waktu imsak.

Biasanya waktu imsak diberi pengingat dengan alarm dari masjid atau pengelola kompleks. Gus Baha menegaskan, jangan mengacu atau menunggu sampai alarm waktu imsak bunyi berdering.

"Sebab, bisa saja alarm bunyi bukan di waktu yang tepat alias telat," ujarnya.

Akhirnya banyak orang yang terlena, seperti masih tetap makan atau minimal minum air. 

Kendati begitu, Gus Baha memberi toleransi jika kondisi darurat. Contoh minum tersedak karena dengar alarm masuk waktu imsak.

"Makanya menurut saya kalau minum tidak tersedak hentikan (saat alarm imsak, red)," ungkapnya.

Sementara itu melansir laman NU Online, Imam Al-Mawardi di dalam kitab Iqna’-nya menuturkan:

وزمان الصّيام من طُلُوع الْفجْر الثَّانِي إِلَى غرُوب الشَّمْس لَكِن عَلَيْهِ تَقْدِيم الامساك يَسِيرا قبل طُلُوع الْفجْر وَتَأْخِير (الْفطر) يَسِيرا بعد غرُوب الشَّمْس ليصير مُسْتَوْفيا لامساكمَا بَينهمَا 

Artinya: Waktu berpuasa adalah dari terbitnya fajar kedua sampai tenggelamnya matahari. Akan tetapi (akan lebih baik bila) orang yang berpuasa melakukan imsak (menghentikan makan dan minum) sedikit lebih awal sebelum terbitnya fajar dan menunda berbuka sejenak setelah tenggelamnya matahari agar ia menyempurnakan imsak (menahan diri dari yang membatalkan puasa) di antara keduanya (Lihat Ali bin Muhammad Al-Mawardi, Al-Iqnaa’ [Teheran: Dar Ihsan, 1420 H] hal. 74). 

Musthafa al-Khin dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji menyebutkan:

والصيام شرعاً: إمساك عن المفطرات، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس مع النية 

Artinya: Puasa menurut syara’ adalah menahan diri dari apa-apa yang membatalkan dari terbitnya fajar sampai dengan tenggelamnya matahari disertai dengan niat (Musthafa al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji fil Fiqh As-Syafi’i [Damaskus: Darul Qalam, 1992], juz 2, hal. 73) 

Sedangkan Sirojudin Al-Bulqini menyampaikan:

السابعُ: استغراق الإمساكِ عما ذُكرَ لجميع اليومِ مِن طُلوعِ الفجرِ إلى غُروبِ الشمسِ.

Artinya: Yang ketujuh (dari hal-hal yang perlu diperhatikan) adalah menahan diri secara menyeluruh dari apa-apa (yang membatalkan puasa) yang telah disebut sepanjang hari dari tebitnya fajar sampai tenggelamnya matahari (Sirojudin al-Bulqini, Al-Tadrib [Riyad: Darul Qiblatain, 2012], juz 1, hal. 343).

Dari keterangan-keterangan di atas secara jelas dapat diambil kesimpulan bahwa awal dimulainya puasa adalah ketika terbit fajar yang merupakan tanda masuknya waktu shalat subuh, bukan pada waktu imsak.

Adapun berimsak (mulai menahan diri) lebih awal sebelum terbitnya fajar sebagaimana disebutkan oleh Imam Mawardi hanyalah sebagai anjuran agar lebih sempurna masa puasanya. 

 

 

 

Temukan konten blokTuban.com menk lainnya di GOOGLE NEWS