Pasar Malam, Hiburan Rakyat yang Mulai Tergerus Zaman

Kontributor: Muhamad Naim

blokTuban.com - Siang itu sang surya menampakkan teriknya, setelah beberapa hari belakangan hujan mengguyur wilayah kota Tuban, khususnya Kecamatan Palang. Hal ini tentunya menjadi kabar baik bagi para pelaku pertunjukan pasar malam, yang menggelar pertunjukkan di Desa Glodog Kecamatan Palang. Begitu pertama kali menginjakkan kaki di sini, tidak banyak aktivitas yang dilakukan, kebanyakan mereka hanya tidur dan bersenda gurau sesama rekan seperjuangan. Diiringi lantunan gendhing Jawa, yang menciptakan suasana tenang dan penuh kekeluargaan.

"Semoga nanti malam tidak hujan lagi, karena pengunjung sepi apabila turun hujan terus-menerus," ungkap Agus, salah satu penjual di pasar malam.

Agus (19), baru lima bulan ikut dalam rombongan pasar malam tersebut. Tamat dari bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di salah satu sekolah di kota Semarang, dia berkelana ke setiap kota yang ada di tanah Jawa. Hingga akhirnya, dia diajak pamannya untuk ikut berjualan di pasar malam. "Setelah lulus, coba cari kerja keluar kota dan selalu berpindah-pindah tempat," ujar Agus sambil duduk manis di atas stand jualannya.

Dia  menyadari, selama dua minggu, pasar seringkali sepi. Tingginya intensitas hujan, menjadi salah satu penyebabnya. "Hujan terus menerus berimbas pada jumlah pengunjung, jadi pemasukan pun berkurang dari hari biasanya," imbuh remaja dengan gigi gingsul yang menjadi ciri khasnya tersebut.

Selain Agus, salah satu orang yang menggantungkan hidupnya di tempat ini adalah Suyitno (49). Selama 31 tahun dia berjualan dan berpindah-pindah tempat demi mengais rezeki, guna menghidupi sang istri dan keempat buah hatinya yang bermukim di Jombang. "Kadang sebulan pulang sekali, bisa juga sampai dua bulan," kata Suyitno.

Berbicara mengenai pasar malam, hiburan rakyat yang satu ini memang masih sanggup menjaga eksistensinya, di tengah gencarnya gempuran perkembangan zaman. Tetapi, tidak bisa dipungkiri, semakin lama pasar malam mulai terpinggirkan. Banyaknya tempat wisata yang menyediakan wahana hiburan dengan berbagai pilihan dan kualitas yang terjamin, menjadikan wahana di pasar malam hanya menjadi second choice bagi masyarakat.

"Sudah tidak seperti dulu, sekarang sudah banyak tempat wisata dengan permainan yang lebih bagus, jadinya sekarang jarang yang bermain di sini," ujar Suyitno sambil memegang terompet yang menjadi barang dagangannya.

Sekitar tahun 80 hingga 90-an, pasar malam memang menjadi primadona dan selalu berhasil menggugah hati masyarakat dalam jumlah yang besar untuk datang dan bermain di dalamnya. Tetapi yang terjadi saat ini, masyarakat seolah-olah ogah dan takut. Mereka lebih memilih tempat wisata yang bonafide dengan berbagai keunggulan di dalamnya.

Salah satu pengunjung, Agung (31) mengatakan, agak takut kalau bermain di wahana pasar malam, karena peralatannya seperti kurang terawat. Terakhir kali, dia naik bianglala, salah satu permainan di pasar malam, bersama sang buah hati.

"Takut, soalnya sempat macet, waktu itu posisi lagi di atas," ujar ayah satu anak tersebut.

Pribahasa mengatakan, hidup segan mati pun tak mau. Disisi lain mereka ingin menarik pengunjung dan penikmat permainan sebanyak-banyaknya, akan tetapi fasilitas dan kualitas permainan masih kurang memadahi. Butuh budget yang besar. Apalagi, generasi sekarang lebih memilih memainkan game online maupun permainan di smartphone, daripada mengunjungi atau bahkan bermain di pasar malam. Jadi, tentu bukan perkara mudah untuk mengembalikan kejayaan seperti dulu lagi. [aim/rom]