Oleh: Dwi Rahayu
blokTuban.com - Ada dua sebab diperbolehkannya menghajikan atau badal haji untuk kerabat atau orang tua yang sudah meninggal.
Menurut Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, yang pertama lantaran orang yang semasa hidup memiliki kewajiban berhaji tapi belum sempat berhaji sudah meninggal duluan.
Kedua, orang yang memiliki kewajiban untuk berhaji karena mampu secara finansial tapi secara fisik tidak mampu untuk berangkat.
Sementara itu Mazhab Syafi’i menyatakan orang yang menjadi badal atau menggantikan haji orang lain, termasuk orang tuanya yang telah wafat disyaratkan sudah haji dahulu bagi dirinya sendiri. Bila ia belum berhaji, maka tidak cukup atau tidak boleh untuk menggantikan haji orang lain.
عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ: مَنْ شُبْرُمَةُ؟ قَالَ: أَخٌ أَوْ قَرِيبٌ لِيْ. قَالَ: حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟ قَالَ: لَا. قَالَ: حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ، ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ. رواه أبو داود والدار قطني والبيهقي وغيرهم باسانيد صحيحة
Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, sungguh Nabi saw mendengar seorang lelaki membaca talbiyah: ‘Laibaika dari Syubrumah.’ Beliau pun meresponnya dengan bertanya: ‘Siapa Syubrumah?’ Laki-laki itu menjawab: ‘Saudara atau kerabatku.’ Nabi tanya lagi: ‘Apakah e=kamu sudah haji untuk dirimu sendiri?’ Orang itu menjawab: ‘Belum.’ Nabi pun bersabda: ‘Hajilah untuk dirimu sendiri, kemudian baru haji untuk Syubrumah.” (HR Abu Dawud, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan selainnya dengan sanad shahih).
Dari hadits inilah mazhab Syafi’i menyatakan bahwa orang yang belum haji tidak boleh mengganti orang haji orang lain. Bila ia nekat melakukannya, maka otomatis ibadah haji yang dilakukan menjadi haji bagi dirinya. Pendapat seperti ini juga menjadi pendapat Ibnu Abbas ra, al-Auza’i, Imam Ahmad dan Ishaq. (An-Nawawi, Al-Majmû’ Syahrul Muhaddzab, juz VII, halaman 117-118).
Lebih lanjut mengutip buku Menuju Umrah dan Haji Mabrur karya Syaiful Alim, badal haji adalah menghajikan orang atau mewakili orang lain dalam menunaikan ibadah haji. Istilah lain badal haji adalah al-hajju anil-ghair.
Dinukil dari kitab Fiqh As-Sunnah karya Sayyid Sabiq yang diterjemahkan oleh Abu Aulia dan Abu Syauqina, salah satu sebab badal haji adalah orang yang wajib haji meninggal sebelum berhaji. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA.
Pada suatu hari, seorang perempuan dari Juhainah datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata, "Sesungguhnya ibuku telah bernazar untuk melakukan haji, tetapi ia tidak melaksanakan nazarnya hingga meninggal dunia. Apakah aku boleh melakukan haji untuknya?"
Rasulullah SAW pun bersabda, "Lakukanlah haji untuknya. Bukankah jika ibumu memiliki utang, kamu akan membayarkannya? Bayarlah (hak) Allah, sesungguhnya Allah lebih berhak dibayar." (HR Bukhari)
Pendapat para ulama yang dirangkum blokTuban.com dari berbagai sumber yaitu Ibnu Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Hurairah, dan Syafi'i, wali wajib melakukan haji untuk orang yang meninggal, baik ia berwasiat atau tidak berwasiat. Biaya pelaksanaan badal haji diambil dari harta orang yang meninggal.
Dinukil dari Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah karya Agus Arifin, hal tersebut bersandar pada hadits yang diriwayatkan Ibnu Zubair. Ia berkata, Rasulullah SAW bersabda kepada seorang laki-laki, "Engkau adalah anak tertua ayahmu, maka lakukanlah haji untuknya." (HR an-Nasa'i).
Niat Badal Haji untuk Orang Meninggal
Ketika hendak badal haji, berikut niat yang dapat dibaca.
Niat badal haji untuk jemaah laki-laki:
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ الْحَجَّ عَنْ فُلَانٍ بِنْ فُلَانٍ
Labbaika allaahumma al-hajja 'an Fulaan bin Fulaan.
Artinya: "Aku sambut panggilan-Mu ya Allah demi berhaji untuk Fulan bin Fulan."
Niat badal haji untuk jemaah perempuan
لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ الْحَجَّ عَنْ فَلَانَةٍ بِنْتِ فُلَانٍ
Labbaika allaahumma al-hajja 'an Fulaanah binti Fulaan.
Artinya: "Aku sambut panggilan-Mu ya Allah demi berhaji untuk Fulanah binti Fulan."
Temukan konten blokTuban.com menarik lainnya di GOOGLE NEWS