Reporter : Sri Wiyono
blokTuban.com - Krisisi energi global, krisis pangan global, adalah isu yang akhir-akhir ini mengemuka. Semakin ke sini, masyarakat semakin sadar bahwa energi dan pangan menjadi bagian sangat penting dalam menggerakkan sendi kehidupan.
Jika sebelumnya, masyarakat masih acuh dengan isu tersebut, namun beberapa waktu belakangan ini, dampak dari dua krisis tersebut mulai menggencet kehidupan masyarakat. Di Indonesia, krisis energi sudah mulai menyentuh kehidupan masyarakat. Salah satu dampak itu adalah inflasi.
Harga barang-barang mulai naik. Namun, tingginya tekanan akibat krisis energi global itu masih bisa diatasi oleh masyarakat melalui subsidi yang digelontorkan.
"Krisis pangan dan energi secara global memberikan tekanan ke inflasi domestik sepanjang 2022, khususnya komponen energi yang terus menguat," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono dalam konferensi pers, Senin (1/8/2022) sebagaimana dikutip dari https://www.cnbcindonesia.com/.
dia menjelaskan, BPS mengumumkan inflasi Juli 2022 sebesar 0,64% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Secara tahunan (year-on-year/yoy), laju inflasi terakselerasi. Inflasi Juli 2022 tercatat 4,94% yoy, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang 4,35% sekaligus jadi yang tertinggi sejak Oktober 2015.
Namun tekanan yang dirasakan masyarakat tidak terlalu berat sebab pemerintah telah menggelontorkan subsidi senilai Rp 520 triliun untuk beberapa barang energi, seperti BBM jenis pertalite, solar, LPG 3 kg dan tarif listrik untuk kapasitas di bawah 3000 VA.
"Inflasi energi bisa diredam dengan subsidi pemerintah," jelasnya.
Namun ada beberapa jenis energi yang tidak disubsidi sehingga tetap memberikan andil inflasi.
Mewakili pemerintah, Pertamina mengambil peran besar untuk mengatasi hal tersebut. Berbagai program dan kegiatan terkait dengan energi masa depan dilakukan. Bahkan, juga aktif dalam forum-forum internasional dengan isu-isu energi. Salah satunya adalah upaya mengurangi emisi karbon.
Sebagai BUMN, Pertamina mendukung penuh upaya yang mengarah pada pemenuhan energi, khususnya energi terbarukan. Melalui Pertamina NRE misalnya, yang menggandeng MDI Ventrures, membuka peluang pendanaan untuk starup energi.
Pertamina NRE, dan PT Metra Digital Investama (MDI Ventures) menandatangani head of agreement (HoA) tentang inisiasi kerja sama investasi dalam bentuk energy fund dalam acara BUMN Startup Day.
Kerjasama itu sebagai upaya percepatan transisi energi di Indonesia. Penandatanganan dilakukan secara seremonial oleh Direktur SDM dan Penunjang Bisnis Pertamina NRE, Said Reza Pahlevy dan Direktur Utama MDI Ventures, Donald Wihardja.
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (Kemen BUMN) juga mendorong Pertamina Group, baik Holding maupun Subholding untuk fokus melanjutkan 8 (delapan) inisiatif strategis untuk mempercepat transisi energi.
Kedelapan transisi energi tersebut meliputi peningkatan kapasitas terpasang Geothermal, pengembangan Green Refinery, komersialisasi Green Hydrogen serta pengembangan ekosistem baterai dan penyimpanan energi terintegrasi.
Kemudian pengembangan pabrik Methanol untuk gasifikasi, peningkatan kapasitas pembangkit, pengembangan bioenergi, serta Carbon Capture Utilization & Storage. Program-program ini sejalan dengan program dekarbonisasi Kementerian BUMN dan merupakan wujud nyata dukungan terhadap Pemerintah Republik Indonesia dalam mencapai Net Zero Emission di tahun 2060.
“Sebagai agent of development BUMN harus terdepan dalam penerapan ESG dan SDGs demi terlaksananya pembangunan berkelanjutan,” ucap Pahala N.Mansury, Wakil Menteri BUMN Jakarta (10/10/2022).
Bentuk dukungan nyata itu misalnya Pertamina New Renewable Energy (NRE) mendukung upaya PT Kereta Api Indonesia (KAI) dalam menurunkan emisi karbon melalui penyediaan PLTS di Stasiun Gambir.
Pemanfaatan PLTS di wilayah kerja KAI merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman yang dilakukan kedua entitas pada tanggal 9 Maret 2022 perihal Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di aset KAI.
Pemasangan PLTS ini merupakan upaya transisi energi yang dilakukan KAI dengan menggunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) untuk suplai energi listrik di berbagai aset KAI.
Pertamina juga kerja sama dengan beberapa perusahaan internasional dalam bidang transisi energi. Kerja sama ini merupakan wujud komitmen Pertamina dalam upaya mendukung program transisi energi bersih dan target penurun emisi 29% pada 2030.
Ada beberapa kerja sama yang dilakukan Pertamina dengan beberapa perusahaan multinasional. Di antaranya penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Astra Agro Lestari Tbk tentang ‘Kerja Sama dalam Potensi Hubungan Bisnis dan Pertukaran Data untuk Pengembangan Proyek-Proyek Rendah Emisi’.
Kerja sama ini bertujuan untuk pengembangan proyek rendah emisi dengan utilisasi limbah kelapa sawit (empty fruit bunch dan palm oil mill effluent) untuk menjadi produk Bioethanol dan Biomethane yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti (substitusi) bahan bakar fosil dan mendukung kemandirian energi nasional.
Selanjutnya, penandatanganan perjanjian kerja sama Pengembangan Green Industrial Cluster di Jababeka antara Pertamina Power New and Renewable Energy (NRE) Pertamina Power Indonesia (PPI) dengan PT Jababeka Infrastruktur melalui pemanfaatan PLTS Atap di gedung perkantoran Jababeka.
Kerja sama berikutnya yakni Joint Study Agreement (JSA) antara PPI dengan Pondera dalam kerja sama ‘Integrated Offshore Wind Energy & Hydrogen Production Facility’. JSA ini merupakan tindak lanjut MoU antara Pertamina NRE (PPI) dengan Pondera yakni perusahaan asal Belanda pada 21 April 2022 perihal pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).
Terakhir, JSA antara Pertamina (Persero), PEP dan Japan Oil, Gas and Metals National Corporation (JOGMEC) terkait ‘JOGMEC on CO2 Injection for Enhanced Oil Recovery (CCUS-EOR) Project in Jatibarang Field’.
Upaya itu terus dilakukan dengan efisiensi pembiayaan di berbagai bidang di dalam Pertamina. Sehingga punya sumber daya cadangan untuk mengembangkan upaya-upaya lain terkait dengan pengembangan energi terbarukan.
Di tengah kenaikan harga minyak dunia yang berdampak pada kenaikan biaya produksi bahan bakar minyak (BBM), PT Pertamina (Persero) bisa menghemat biaya operasional sekitar Rp6 Triliun setelah melakukan berbagai program efisiensi.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati menuturkan keberhasilan itu tak lepas dari langkah strategis penghematan biaya yang dilakukan oleh Pertamina Group sejak awal tahun hingga Juli.
Nicke menjelaskan, perusahaan energi dihadapkan pada situasi yang berat di tengah disrupsi mata rantai pasokan energi global sebagai dampak konflik Rusia dan Ukraina. Mobilitas perdagangan global yang menuju pemulihan pasca pandemi tersentak dengan keterbatasan pasokan yang berujung krisis energi.
Upaya sungguh-sungguh itu juga didukung oleh sumber daya pemerintah lain. Salah satunya adalah TNI. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan, pihaknya siap mendukung Pertamina dalam bentuk pengamanan obvitnas. Sebab obvitnas merupakan hal yang sangat penting bagi lancarnya distribusi energi di Indonesia.
“Kami menyadari obvitnas strategis dan terganggunya operasional akan berdampak besar bagi rutinitas kehidupan masyarakat. Sehingga TNI siap mendukung pengamanan, memberikan personel terbaik bagi Pertamina dan Indonesia,” ujar Andika.
Panglima TNI juga sempat meninjau Pertamina Integrated Enterprise Data Command Center (PIEDCC), yakni fasilitas penyajian data terintegrasi secara real time dari seluruh Indonesia yang mendukung peran strategis Pertamina sebagai integrator seluruh lini bisnis dari aspek operasional dan komersial.
Andika menyatakan kekagumannya akan fasilitas command center milik Pertamina tersebut. Menurut Andika, digitalisasi melalui PIEDCC merupakan cara jitu untuk meminimalisasi kebocoran dari hulu ke hilir sekaligus meningkatkan efisiensi.(*)