Reporter : M. Nurkholis
blokTuban.com - Ketua DPRD Kabupaten Tuban HM. Miyadi, S.Ag, MM berharap dua perguruan tinggi di bawah naungan Nahdaltul Ulama (NU) di Tuban bergabung menjadi satu. Agar semakin berkembang dan menjadi perguruan tinggi yang besar dan maju.
‘’Bagaimana caranya IAINU dan IIKNU bisa digabung jadi satu untuk bisa mendirikan universitas NU,’’ ujar Miyadi.
Hal itu disampaikan Miyadi saat mengisi orasi ilmiah dalam pengukuhan Ikatan Alumni Unsuri, STITMA dan IAINU (IKA USI) Tuban. Sekadar diketahui, sebelum berubah menjadi Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU), perguruan tinggi di Jalan Manunggal Tuban itu mengalami perjalanan yang panjang. Di mulai dari kelas Universitas Sunan Giri (Unsuri) di Tuban, kemudian menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Makhdum Ibrahim (STITMA) lalu menjadi IAINU seperti sekarang.
Menurut pria yang juga alumni STITMA itu, tantangan ke depan semakin besar, khususnya dalam dunia pendidikan. Perguruan tinggi harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat yang menyesuaikan perkembangan jaman. Pengelolaan lembaga harus fokus dan profesional. Jika berdiri sendiri-sendiri dirasa akan sulit berkembang, sehingga bergabung menjadi satu dirasa adalah hal yang perlu dilakukan.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyebut, mengelola perguruan tinggi tidak mudah. Harus ada ada keikhlasan kalau tidak ada keikhlasan menurutnya akan berat. Karena itu peran alumni yang sudah tergabung dalam IKA USI diharapkan bisa membantu pengembangan dan majunya kampus.
‘’Membantu menumbuhkan dan mengembangkan IAINU dengan cara bisa menarik minat masyarakat untuk kuliah di IAINU,’’ tambahnya.
Pria kelahiran Bojonegoro ini mengatakan harus sering koordinasi dan diskusi bagaimana caranya IAINU maju, bagaimana IIKNU maju dan bisa digabung jadi satu.
‘’Harapan saya seperti itu, saya siap diajak ke mana-mana untuk mengupayakan pengembangan kampus ini,’’ katanya mengulangi harapannya.
Pada jaman serta digital dan semua online, menurutnya pengelola kampus juga harus mengimbangi dan menyesuaikan. Dia menyebut di era keterbukaan ini, seolah-olah semua harus terbuka. Padahal, ada hal-hal yang tidak produktif serta tidak harus dibuka.
‘’Rektor harus sabar, liku-liku perjuangan memang seperti itu. Misalnya ada mahasiswa yang ingin tahu semua belanja kampus, mulai belanja pentil sampai belanja-belanja lain ibaratnya, seolah-olah semua harus dibuka. Padahal kan tidak semua bisa dibuka. Harus sabar dan tetap jaga kebersamaan,’’ pesannya.
Sementara Rektor IAINU Tuban H.Akhmad Zaini, S.Ag, M.Si berharap dikukuhkannya pengurus IKA USI bisa membawa manfaat, membantu mengawal dan membantu agar IAINU cepat maju. Dan berjuang bersama untuk mengembangkan kampus.
Dia menyebut, ada banyak hal yang harus dibenahi dan terus dikembangkan. Karena itu, kampus butuh dukungan alumni untuk bisa maju bersama. Butuh kerja keras dan kebersamaan untuk mengembangkan kampus milik NU tersebut.
Dia bercerita, ketika awal menjabat dia harus menghadapi perubahan besar-besaran. Mulai 2009 harus laporan secara online ke dikti terkait dengan data lulusan, data mahasiswa yang sedang kuliah, dosen dan lain sebagainya.
‘’Semua harus dilaporkan secara online, sedang saat itu laporan kita ke dikti masih kosong. Kalau tidak dilaporkan ijazah lulusannya tidak terdata. Maka harus bekerja keras untuk memenuhi. Dan, alhamdulillah itu bisa dilalui,’’ tuturnya.
Di antaranya yang harus dikembangkan adalah sumber daya manusia (SDM) nya. Salah satunya dosen. Masalah yang sedang dihadapi untuk insititut seperti IAINU mestinya minimal punya 6 doktor, sedang IAINU baru punya 1 doktor. Namun, sekarang ada sekitar 10 dosen yang sedang proses menempuh doktoral.
‘’Insyaallah nanti jumlah doktor memenuhi, karena sebagian sudah hampir lulus dan menjadi doktor,’’ ungkap dia.
Beberapa saat lalu, IAINU Tuban studi banding di UNI Jogjakarta. Salah satu hasilnya adalah harus wakil rektor bidang kepesantrenan. Ke depan di IAINU juga mungkin akan diadakan, dan membangun pesantren lagi untuk menambahi pesantren yang sudah ada.
Dalam masa pembenahan ini, Zaini mohon maaf jika ada kebijakan-kebijakan yang tidak populer. Misalnya dosen harus NIDN, ijazah harus linear dan sebagainya, karena itu syarat yang harus dipenuhi.
‘’Mungkin ijitihad saya salah tapi saya berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatlan atau mengembangkan IAINU,’’ katanya.
Dalam menarik minat mahasiswa pun mengadapi tantangan. Jika sebelumnya sebagai fakultas yang paling banyak diminati, Fakultas Tarbiyah dengan program studi Pendidikan Agama Islam (PAI), bisa membuka 7 sampai 8 kelas. Namun sejak 2020 PAI hanya boleh membuka maksimal 3 kelas.
‘’Kita harus kehilangan banyak kelas, padahal peminatnya banyak. Ini tantangan, karena aturannya seperti itu. Jadi mohon dukungan dan mari bersama-sama berjuang untuk mengembangkan dan membesarkan kampus NU ini,’’ harapnya.[nur/ono]